Faktanya, hampir setiap saat, rakyat atau publik disuguhi orasi, narasi, meme, danm pemberitaan yang bersifat ujar kebencian, hoaks, ajakan-ajakan provokatif, dan sejenis dengan itu. Semuanya, bisa saya sebut, sebagai bentuk penyesatan (terhadap) publik, dalam rangka mendapat dukungan politik. Dan itu adalah suatu anomali (dari) politisi kekinian di Indonesia.
Jadinya, model dan gaya (ber)politik seperti itu, yang disebut Presiden Jokowi sebagai 'Politik Genderuwo,' merupakan kosa kota baru dalam 'Pentas Politik Nusantara.' Suatu model yang bibit-bibitnya telah ada sejak Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, Pilpres 2014, kemudian berkembang pada Pilkada DKI Jakarta 2017; dan kini coba dimainkan ulang pada (untuk) Pilpres 2019. Menyedihkan, dan memang sangat menyedihkan.
Lalu, bagaimana melawan model (ber)politik genderuwo seperti itu? Gampang; jika genderuwo, jika memang ada, suka menakutkan orang-orang (terutama mereka yang lemah jiwa dan penakut), maka melawan mereka hanya dengan berani dan keberanian. Yaitu, (i) berani membantah orasi dan narasi bohon serta kebohongan, (ii) tidak percaya ucapan-ucapan dan teriakan mereka, (iii) berpikir positif untuk masa depan Bangsa dan Negara, (iv) jujur melihat fakta hasil-hasil pembangun, (v) sampaikan kepada orang lain bahawa para politisi genderuwo hanya bisa merusak, membuat ketakutan, karena tidak memiliki kualitas memimpin Rakyat, Bangsa, dan Negara, (vi) doakan lah para politisi busuk tersebut agar bertobat sebelum ajal tiba.
Cukup lah
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ