Kemudian, oposisi hanya dimaknai sebagai orang, kelompok, Politisi, dan Parpol yang menentang dan mengkritik pendapat, kebijaksanaan, dan kebijakan politik pemerintah. Dengan itu, oposisi mengalami 'pengkerdilan' makna sebagai sikap asal kritik, menentang, dan melawan kebijakan pemerintah, (Sumber klik)
##
Berdasarkan hal-hal di atas, saya jadi mengerti 'jika oposisi gagal paham' terhadap pertemuan IMF dan Bank Duna di Bali; sebab, bagi mereka tak ada satu pun yang baik pada pemerintah. Apalagi, jika dihubungkan dengan kampanye menjelang Pilpres RI Tahun 2019.
Momen kampanye seperti sekarang ini, terlihat unik dan penuh lucu-lucu politik, sehingga nampak sebagi arena komedi dengan panggung maha luas dan besar. Bayangkan saja, ketika salah satu pasangan Capres/Cawapres melakukan eduakasi politik kepada rakyat serta menunjukkan prestasi dan keberhasilan.
Sementara pasangannya lainnya, hanya sibuk dengan mencela, mengkritisi tanpa solusi, serta menolak apa pun yang (telah) dilakukan lawan politik. Bahkan tentang transportasi ke area bencana pun, dikritisi serta dituding sebagai pencitraan dan gunakan fasilitas negara. Dengan cara-cara seperti itu, bagaiaman mungkin rakyat atau calon pemilih mendapat suatu keseimbangan informasi tentang kualitas capres dan cawapres?
Jadi?
Untuk pasangan Capres/Cawapres yang suka mengkritik, menuding, dan menuduh, ada baiknya bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Artinya, saatnya, sekarang, kalian tunjukkan prestasi (yang bukan hoaks dan janji palsu) kepada rakyat; bangun simpati rakyat dengan cara cerdas dan bermartabat.
Dan, kepada pasangan yang menjadi sasaran kritik, tuduhan, dan tudiingan, tak perlu reaksi yang berlebih, sebab tak ada gunanya; lanjutkan kerja, kerja, dan kerja.
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H