Pertemuan Tahunan (gabungan) Dana Moneter Internasional - Bank Dunia 2018 (akan) dilakukan di Indonesia, khususnya di Bali. Perhelatan yang berlangsung 8 - 14 Oktober 2018 itu merupakan  pertemuan 'Lembaga Keuangan Internasional yang paling berpengaruh di Dunia; sehingga banyak negara menginginkan dilakukan di negeri mereka. Indonesia, termasuk salah satu negara menginginkan hal tersebut.
Niat Indonesia tersebut, dengan proses panjang, sejak tahun 2013/2014, melalui Menteri Ekonomi pada masa itu (era presiden Susilo Bambang Yudhoyono), Chatib Basri. Menurut Basri, "Bersama Bank Indonesia , pemerintah mengajukan diri menjadi tuan rumah pertemuan tahunan September 2014. Prosesnya tidak mudah, bersaing dengan negara-negara lain. Indonesia dipilih menjadi tuan rumah Oktober 2015, [@ChatibBasri]."
Juga menurut Chatib, "Memperjuangkan agar Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan besar itu bukan sesuatu yang mudah. Prosesnya tentu selalu didiskusikan dengan SBY yang masih menjadi presiden saat itu. Cara pengajuannya sama seperti pelaksanaan APEC atau Asian Games. Indonesia tentu ingin berperan memasukkan agendanya dalam kebijakan ekonomi global demi kepentingan Indonesia, seperti juga ketika kita menjadi tuan rumah APEC 2013. Apalagi Indonesia angggota G-20."
Catatan Negatif Oposisi
Kini, 2018 atau tiga tahun kemudian, terlaksana pertemuan Dana Moneter Internasional - Bank Dunia 2018 di Bali. Lalu, apa yang salah sehingga ditanggapi negatif ole sejumlah Politisi Oposisi dan Anti Pemerintah?
Secara umum, mereka (para Oposisi dan Anti Pemerintah tersebut) menyatakan bahwa, 'Lebih baik pemerintah fokus pada penanganan bencana'; dan menunda penyelenggeraan pertemuan IMF dan Bank Dunia. Selain itu, (juga menurut mereka), anggaran untuk persiapan pertemuan tersebut dialihkan untuk korban bencana.
Bahkan, menurut Tim Prabowo, Pertemuan Tahunan IMF - Bank Dunia adalah ajang untuk bermewah-mewah, dan tidak menampakkan empati terhadap masyarakat yang mengalami bencana; apalagi IMF pernah mempersulit Indonesia kala krisis 1997-1998 dengan meminjamkan uang yang merupakan utang untuk keluar dari krisis, (Kompas.com)
Oposisi Politik
Entah sejak kapan kata 'oposisi' hanya terpakai, terpaksa, dipergunakan, dimaknai, serta dihubungkan dengan ranah politik. Padahal, secara sederhana, politik berarti seni pemerintah memerintah; ilmu memerintah; cara pengusaha menguasai. Politik tidak lagi terbatas pada seni memerintah agar terciptanya keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat polis; melainkan lebih dari itu.
Politik juga merupakan kegiatan (rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi) yang dilakukan politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain ataupun kelompok, sehingga pada diri mereka (yang dikuasai) muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas (walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu).
Dalam frame politik itulah, maka oposisi dimaknai sebagai kelompok (utamanya Politisi dan Partai Politik di Parlemen) yang tidak memiliki kekuasaan dan kedudukan di Pemerintah dan Pemerintahan (misalnya di Kabinet).