Tentang Pegawai Negeri Sipil dan Aparat Sipil Negara
Menurut UU RI No 8 Tahun 1974, Bab 1 pasal 1, a, Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
Menurut UU RI No 5 Tahun 2014, Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pada konteks UU tersebut, bisa dimaknai bahwa, PNS dan juga ANS memiliki kriteria tertentu, dan juga (1) memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam UU, (2) diangkat oleh pejabat yang berwenang, (3) diserahi tugas dan sebuah jabatan dan atau tugas negara lainnya yang didasarkan pada peraturan yang berlaku, (4) mendapat atau digaji menurut UU yang berlaku. [Note: Selanjutnya pada tulisan ini, saya hanya gunakan PNS; dalam artian mencakup PNS pada Lembaga Sipil dan Militer RI di Dalam dan luar Negeri.]
Â
Tentang Korupsi
Korupsi merupakan tindakan seseorang dan kelompok yang menguntungkan serta memperkaya diri sendiri, keluarga, dan juga dan orang-orang dekat. Tindakan itu, dilakukan (secara sendiri dan kelompok) melalui pengelapan dan penyelewengan; manipulasi data keuangan, data jual-beli, dan lain-lain. Korupsi bisa dilakukan oleh siapa pun, pada semua bidang pekerjaan, kedudukan, jabatan; pada tataran institusi atau lembaga pemerintah, swasta, maupun organisasi keagamaan.
Nah, sisi positifnya, itu tadi, memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompok. Jadi, jika ingin disebut pahlawan (dalam) kelompok -- keluarga -- parpol -- dan mau disebut orang yang baik hati, suka membantu, suka menolong, suka amal, dan seterusnya, maka korupsi lah anda. Toh hasil korupsi (dan banyak uang) bisa menjadikan anda sampai ke/menjadi anggota parlemen, pengurus partai, orang terkenal, dan seterusnya.
##
Dari hal-hal di atas, jelas bahwa mereka yang disebut PNS, (bisa disebut) adalah orang-orang pilihan (dengan berbagai kriteria, misalnya: kualitas diri, dan tingkat pendidikan yang memadai) yang diberi tugas (dan fungsi), kewajiban, serta tanggungjawab utama melayani kepentingan publik atau rakyat. Dalam tugas dan fungsi, (juga jabatan) tersebut, mereka (PNS), mendapat apresiasi (dan juga perhatian khusus) dari Negara berupa gaji, berbagai tunjangan, dan sejumlah kemudahan tertentu, serta pada masanya, akan mendapat (uang) pensiun.
Semua hal yang Negara berikan (seusai persyaratan dan peraturan tertentu) kepada PNS tersebut, bertujuan agar agar mereka melayani kepentingan publik dengan lancar, cepat, dan sesuai mekanisme serta perundang-undang yang berlaku, termasuk tidak melakukan pungutan liar atau pun korupsi. Sayangnya, tidak semua PNS bisa bersyukur atau pun menerima apresiasi Negara kepada mereka dengan tepat, baik, dan benar. Di sini, mereka pada umumnya, ingin mendapat lebih (banyak dan besar) dari sekedar gaji dan tunjangan yang didapat dari Negara.
Lalu, apa yang mereka lakukan? Ya, sesuai dengan apa yang anda pikirkan; mereka lakukan korupsi (dan juga kolusi dan nepotisme), atau pun hal-hal lain yang melangar undang-undang. Tujuannya jelas, yaitu bertambah kaya atau pun menjadi terkenal.Â
Sehingga, menurut catatan teranyar dari  Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin, hingga September 2018, 2.357 orang PNS harus dipecat karena berstatus koruptor atau melakukan korupsi. Hal tersebut karena sanksi kepada PNS yang telah divonis bersalah dan telah inkracht, oleh sebab itu harus diberhentikan dengan tidak hormat; sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara jo Pasal 251 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS, (Kompas.Com).
Dengan demikian, PNS yang (sudah) terbukti korupsi, (termasuk) tidak bisa mencairkan gajinya karena keterlambatan administrasi sanksi yang ia terima dari Aparat Negara. Oleh sebab itu, Mendagri (menindaklanjuti pertemuan di KPK) menerbitkan surat edaran nomor 180/6867/SJ (menggantikan SE Kemendagri nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012) tentang pemecatan aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Langkah pemerintah ini, merupakan suatu hal yang sangat baik dan benar, dan bukan pemecatan, melainkan lebih dari itu. Yaitu, sebisa mungkin, penghentian pensiun, penarikan semua fasilitas dari Negara (yang mereka dapatkan), bahkan perampasan semua kekayaan (hasil korupsi), serta pencabutan hak politik sehingga tidak bisa menjadi anggota Parlemen. Dengan cara itu, maka semua PNS yang (belum atau pun tidak korupsi) berpikir ribuan kali sebelum korupsi.
Opa Jappy | Ketum Komunitas Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H