Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Krisis "Politik Leader" di Indonesia

6 September 2018   22:38 Diperbarui: 6 Februari 2021   11:47 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Krisis Politic Leader

Kita, anda dan saya, pernah mengalami atau berpengalaman dengan Parpol pada Era Orla, Orba, Pasca Orba? Ya, pada masa itu, ada ratusan Parpol, kemudian menjadi 10 pada Pemilu 1971, dan setelah itu, tersisa Golkar, PPP, dan PDI/P. Kini, muncul lagi sejumlah Parpol baru menuju Pemilu 2019. Parpol-parpol baru tersebut, bisa disebut, kebanyakan adalah 'turunan' dari Golkar, PPP, dan PDI/P. Mereka terbentuk dan dibentuk karena berbagai alasan, terutama karena sentimen idiologi, golongan, etnis, agama, dan juga faktor pendanaan. Dengan demikian, apakah mereka bisa disebut Politic Leader/s? 

Timbul tanya, "Apakah semua Parpol tersebut, utamanya yang (akan) mengikuti Pemilu 2019 memiliki dan dipimpin oleh Politic Leader?"  Sulit untuk menjawab dengan pasti. Namun, jika melihat kriteria Politic Leader dan adanya sejumlah politisi (termasuk Pimpinan Parpol, Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota) yang ditangkap KPK karena korupsi, maka bisa dipastikan bahwa, di Indonesia kekinian, Parpol mengalami krisis Politic Leader/s.

Dalam artian, mereka, para politisi tersebut, walau sudah mencapai suatu kedudukan politik di/dalam Masyarakat, Pemerintah, Parlemen, bahkan sebagai Kepala Daerah, tidak menunjukkan diri sebagai seorang (atau pun seseorang) yang berteladan, insipiratif, serta memberi pengaruh baik karena kedudukan serta jabatannya. Dan itu juga bermakna, sebagai seorang politisi, ia atau mereka tidak mampu atau bisa disebut sebagai Politic Leader/s yang memperjuangkan aspirasi politik (dari) pemilihnya.

##

Berdasarkan hal-hal di atas, beberapa hari atau bulan ke depan, ketika persiapan serta Kampanye (dalam rangka) Pemilu Legislatif 2019, rakyat atau mereka yang telah memiliki hak untuk memilih, perlu memperhatikan (dengan saksama, jelas, detail) siapa-siapa yang menawarkan diri untuk dipilih sebagai Anggota Parlemen. Perhatian, bahkan mengetahui latar belakan serta seluk beluk giat dan gerakan politiknya, tersebut perlu dilakukan agar tidak salah  memilih orang atau 'orang yang salah' pun dipilih sebagai 'Wakil Rakyat.'

Dengan itu, pada/melalui Pemilu 2019, kita, anda dan saya, hanya memilih mereka yang selama ini telah menjadi politic leader/s;  mereka yang telah melakukan gerakan-gerakan untuk advokasi publik, membela kempentingan rakyat, serta memiliki intergitas, sera rekam jejak (nyaris dan minimal) tanpa cacad pada hidup dan kehidupan sosial, politik, budaya, serta bermasyarakat.

Opa Jappy | Pendiri Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun