Catatan Awal
Pemilihan Ma'ruf Amin sebagai pendamping Jokowi memicu perpecahan di internal Golkar. Sebab, Golkar selaku partai yang menyatakan dukungan kepada Jokowi sejak awal berharap bisa mendapatkan posisi cawapres. Golkar telah menentukan memilih Jokowi. Dan kita sebenarnya mengharapkan dan berusaha agar Golkar yang diambil jadi wapres
.....
Ya sudahlah kalau dia ambil Ma'ruf silakan. Tapi Golkar sekarang jadi pecah. Pecah setengahnya itu, sudahlah kita urus legislatif sendiri dan kita tidak dapat keuntungan dari Jokowi. Yang lain sebagian urus Presiden deh. Dapat berapa kursi kita tidak tahu."
Penyebab Kekecewaan Golkar
Sudah bukan rahasia bahwa sejak lama Golkar selalu ada (tetap ada) di linkaran Pemerintah Pusat; siapa pun presidennya, sejak era Soeharto, (orang-orang) Golkar selalu terhisab di dalamnya. Karena memang, Golkar, bisa disebut, paling lihai melakukan pendekatan politik ke/pada Pusat Kekuasaan, sehingga mereka (orang-orang Golkar) tidak pernah menjadi oposis atau pun berada 'di luar kekuasaan.'
Namun, kali ini, setelah adanya pasangan Capres/Wapres untuk Pilpres RI tahun 2019, agaknya telah membuat Golkar 'serasa menuju kiamat.' Penyebabnya adalah, harapan Golkar agar Jokowi akan menggandeng salah satu kader Golkar menjadi Cawapres, tidak tercapai. Pengharapan yang gagal tersebut, menurut salah satu tokoh Golkar, tidak menutup kemungkinan perpecahan itu akan membuat sebagian kader Golkar mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Nah.
Itulah Golkar; kebiasaan mereka sejak lama, 'Jika tidak mencapai harapan (kedudukan politik), maka gunakan jurus 'ancam-mengancam;' namun, ancaman tersebut akan sirna, jika mendapat sejumlah kedudukan atau kursi di Kabinet.
Sebetulnya kekecewaan Golkar tersebut, mulai terbaca pada waktu mereka menyodorkan (ke/pada Publik) bakal calon wapres untuk mendampingi Joko Widodo. Sebagian dari antara mereka mengajukan nama Jusuf Kalla, namun terbentur dengan Undang-undang yang tak membolehkan. Belakangan, JK sebagai pihak terkait, juga melakukan Peninjaian Kembali di Mahkamah Konstitusi. Saat itu pun, sejumlah komentar (lembut dan keras) tertuju ke Opa Jusuf Kalla, yang intinya, 'Jangan lagi maju atau pun berikan kesempatan pada orang atau muda.' Sebagian lainnya (dari Golkar) mengajukan nama Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon paling pas untuk Jokowi.
Takut Berada Di Luar Kekuasaan
Jokowi tidak memilih Cawapres dari Golkar. Dan itu, menurut salah satu petinggi Golkar, "Saat ini internal Golkar pecah ke dalam dua kubu. Yakni kubu yang tetap fokus untuk memenangkan pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin dan kubu yang merasa kecewa atas terpilihnya nama Ma'ruf Amin." Alasan kekecewaan Golkar tersebut, tepat? Â
Agaknya, kekecewaan Golkar (yang katanya bisa mendukung Prabowo-Sandi) bukan sekedar karena faktor Ma'aruf Amin, melainkan 'ketakutan' tidak mendapat bagian atau masuk di/dalam pemerintahan baru; pemerintah hasil Pilpres tahun 2019. Sehingga, ungkapan Golkar bahwa 'Intern Golkar terbelah kedalam dua kubu,' hanyalah strategi politik agar mereka diperhatikan oleh Jokowi-Ma'aruf.
Atau, mungkin saja, massa Golkar (utamanya para) pendukung JK (dan Fadel Muhammad) lah yang 'memisahkan diri' dari arus utama Golkar, kemudian mendukung Prabowo-Sandi. Hal tersebut, terbukti dengan sambutan luar biasa (dari Keluarga Jusuf Kalla) terhadap Sandi Uno di Sulawesi Selatan.
Jadi, jelas bahwa Golkar sebenarnya tidak terpecah; namun melakukan 'belah pinang;' setengah ke Jokowi-Ma'aruh, dan sebelahnya ke Prabowo-Sandi.
##
So, kini kita menunggu dan menanti; menanti manuver politik 'dua kubu Golkar.' Siapa pun pemenangnya pada Pilpres RI Tahun 2019, (orang-orang) Golkar akan (tetap) ada di/dalam pusaran kekuasaan.
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ
SUPLEMEN
Pemilihan Ma'ruf Amin sebagai pendamping Jokowi memicu perpecahan di internal Golkar. Sebab, Golkar selaku partai yang menyatakan dukungan kepada Jokowi sejak awal berharap bisa mendapatkan posisi cawapres. Golkar telah menentukan memilih Jokowi. Dan kita sebenarnya mengharapkan dan berusaha agar Golkar yang diambil jadi wapres
Kita bikin gerakan besar ke seluruh Indonesia, ongkosnya mahal supaya ketua umum Golkar yang diambil. Tapi tidak ternyata. Kita kecewa, kekecewaan itu memuncak karena Golkar tidak hanya mendukung Jokowi untuk maju kembali di 2019. Melainkan juga mendukung lancarnya roda pemerintahan Jokowi di parlemen.
Saya sebagai dewan pembina kecewa. Kok bukan Golkar yang diambil. Selama ini kita di DPR di parlemen itu mati-matian bela Jokowi. Kita lebih bela dari pada PDI-P. Saya bisa berani bantah-bantahan. Tapi kita kecewa.
Akibat Jokowi memilih Ma'ruf Amin, sambung Fadel, internal Golkar saat ini pecah. Sebagian ada yang fokus pada Pilpres untuk memenangkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai salah satu partai pengusung. Sebagian lainnya akan fokus pada Pileg untuk menjaga suara Golkar. Sebab, suara Golkar terancam merosot karena tidak memiliki kader yang menjadi calon presiden ataupun wakil presiden.
Ya sudahlah kalau dia ambil Ma'ruf silakan. Tapi Golkar sekarang jadi pecah. Pecah setengahnya itu, sudahlah kita urus legislatif sendiri dan kita tidak dapat keuntungan dari Jokowi. Yang lain sebagian urus Presiden deh. Dapat berapa kursi kita tidak tahu."
[Lengkapnya, di bawah. Sumber: Kompas]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H