Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Luhut B Panjaitan Vs Tokoh Senior

12 Juli 2018   13:42 Diperbarui: 12 Juli 2018   13:56 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompas Com

Rabu, 11 Juli 2018, agaknya Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhur B Panjaitan sudah hampir kehilangan sabar dan kesabaran terhadap kata-kata dari salah satu Tokoh Senior di Indonesia; sehingga pada acara Sarasehan Nasional: Belajar dari Resolusi Konflik dan Damai Maluku, menyatakan bahwa,

"Saya sedih karena ada tokoh senior yang tak jujur menilai Presiden Joko Widodo dan kinerjanya. Mengapa banyak bohong? Kenapa bohongi rakyat?

Tokoh tersebut belum pernah duduk di pemerintahan. Tokoh yang ngomong itu asal aja ngomong. Kami sama-sama tua, aku kepala tujuh, kau kepala tujuh.

Tokoh tersebut kerap melontarkan kritik kepada Jokowi dan pemerintah. Kritiknya meliputi utang pemerintah yang menggunung, hingga tenaga kerja asing terutama dari China.

Ia tak jujur karena mengkritik Jokowi dan pemerintah tak disertai dengan data yang valid. Misalnya, menyebut ada 10 juta tenaga kerja China di Indonesia. Emang kita gila apa? Dari mana? Katanya datang diam-diam. Emang negara kita ini banana republik apa?'
[Sumber Kompas]

Anda mungkin sudah tahu tentang siapa 'Tokoh Senior' tersebut; ya, benar, saya pun setuju dengan apa yang anda pikirkan dalam hati.

Tokoh tersebut, saya nilai, dan juga menurut penilaian banyak orang, sejak tampil di Perpolitikan Indonesia, ia selesai sebagai Ketua MPR; selebihnya ia hanya menjadi oposisi tak cerdas; ia tak memberikan kontribusi apa pun pada Bangunan Demokrasi Pancasila.

Pada sikon itu, ditambah dengan adanya kebencian politik terhadap Ir Joko Widodo, Amien Rais selalu dan terus menerus mencela pemerintah; lucunya lagi ia hanya menyebut Joko Widodo (Presiden RI), dan tak sekalipun menyinggung nama JK (Wakil Presiden RI).

Kritik dan kritisi (bahkan cenderung fitnah) terhadap pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, itulah membuat sangat banyak orang tidak menaruh simpati dan tak mendengar 'suara miring' Amien Rais.

Dengan demikian, apa-apa yang diungkapkan oleh Luhtu B Panjaitan tersebut, menurut saya, sudah tepat dan benar.

Lepas dari Luhut B Panjaitan sebagai salah satu menteri, jika ia bicara sebagai rakyat biasa pun, saya aminkan kata-katanya. Sebab, apa yang disampaikan oleh Luhut B Panjaitan, boleh dikata merupakan 'mewakili suara rakyat' yang tidak menyukai pemimpin mereka (dhi. Presiden Joko Widodo) mendapat kritik (yang tak berdasar) penuh ketidak jujuran, dari Sang Tokoh Senior itu.

Menurut saya [segenap] Rakyat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta etika berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya menghormati, menghargai para pemimpin, serta mendoakan mereka bisa menatakelola pemerintah dengan baik dan benar. Oleh sebab itu, siapa pun, jangan memprovokasi dengan kata-kata bohong, tanpa fakta serta tidak jujur, fitnah, dan penistaan, karena hal-hal tersebut hanya mencipatkan kerusakan, kehancuran, juga chaos sosial.

Jadinya, pernyataan Luhut B Panjaitan di atas, bukan hanya tertuju kepada Sang Tokoh Senior, khususnya Amien Rais, namun juga kepada segenap anak bangsa yang masih mencinta damai perdamaian.

Lebih dari pada itu, marilah, secara bersama-sama membuang kebencian dari dalam hidup dan kehidupan. Karena jika ada Kebencian Politik, maka harus ditindaklanjuti dengan Politik Kebencian. Praktek-praktek politik kebencian, (berdasar Kebencian Politik) terlihat melalui ungkapan pernyataan, orasi, narasi yang bersifat ujar kebencian terhadap lawan politik; apa pun yang lawan politik lakukan (ranah privat, keluarga, politik, politis), selalu atau pasti ditanggapi dengan nada dan irama penuh kebencian, tanpa etika, tak bermartabat, bahkan vulgar. Tujuannya adalah, sesuai makna politik, publik dipengaruhi, diajak, untuk membenci lawan politik; walaupun tak ada alasan untuk 'harus membenci.'

Opa Jappy | Penggagas dan Ketum Komunitas Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun