Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haik Lambang Filosofi Orang Rote

23 Januari 2018   19:14 Diperbarui: 24 Januari 2018   07:37 2571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Diaspora Rote | Haik

Pengiris atau Penyadap Air Lontar (tuak) selalu naik pohon lontar dan menaruh haik di belakang, mengikat pada sabuk pinggang belakang, perhatikan foto. Haik di belakang bawah Penyadap garus selaras dengan bidang bawah tubuhnya, tak boleh lebih besar atau pun kekecilan. Ketika ia di atas pohon, haik dibuka dan menampun hasil sadapan. 

Setelah penuh, kira-kira lima senti meter dari mulut haik, Si Penyadab turun, dan menggangtung haik yang telah berisi air lontar. Pada saat itu, ia menjaga agar air lontar yang di dalam haik tak tumpah sedikit pun; ketika turun mendekati tanah, ia juga waspada, sebelum kakinya menapak tanah, maka satu tangangnya memegang haik, kemudian kakinya turun. Jika tidak, maka haik akan miring atau  pecah, maka hasil sadapannya tumpah.

Semuanya itu menunjukkan suatu pelambangan bahwa 'kerja dan usaha' Orang Rote, dengan perhitungan yang teliti, waspada, hati-hati, perhitungan, dan menjaga keselarasan serta keseimbangan. Orang Rote yang berani bertaruh nyawa dengan naik pohon lontar, kadang tingginya mencapai 30 meter, tanpa sabuk pengaman, merupakan suatu keberanian dan perjuangan. 

Sehingga, walau hasilnya satu haik kira-kira 10-20 liter air nira, maka ia harus menjaga hasil keringatnya itu. Dengan itu, Orang Rote tak boleh menyia-nyiakan hasil usahanya dengan sembarangan. Juga, menunjukan bahwa jika mau mendapat hasil kerja, maka Orang Rote harus berani 'naik' dan lakukan sendiri, tanpa didorong atau ditarik oleh orang lain, semuanya ia lakukan sendiri atau mandiri. 

Faktanya, hingga sekarang, kemandirian Orang Rote di Perantauan atau Diaspora sangat terlihat; mereka yang menjadi pejabat atau sukses usaha, semuanya ada hasil jerih dan juang sendiri, bukan karena nepotisme. Bahkan, independensi Orang Rote itu lah, kadang menjadikan mereka 'sulit diatur' atau terhisab secara tetap serta militans pada organisasi dan orang tertentu; ia hanya mau membela atau mendukung mereka yang menurutnya benar dan tepat, walaupun seluruh dunia menantangnya.

Dokumentasi Diaspora Rote
Dokumentasi Diaspora Rote
Haik untuk Dipikul

Haik jenis ini, biasanya agak besar, karena dipergunakan untuk mengambil air di sumber air (dan bawa ke rumah) dan menjual tuak atau pun gula cair/air. Jika seorang Rote mengambil air atau menjual tuak di haik (lihat foto), maka pantang baginya meletakan haik di tanah atau istirahat (karena memang haik tak bisa diletakan di tanah, sebab bawahnya seperti telur atau slinder). Ini bermakna, ia harus membawa air hingga ke tujuan atau rumah, baru ia istirahat; demikian juga jika menjual tuak, jualannya harus laku atau habis baru ia bisa istirahat dan meletakan haik kosong di tanah.

Makna yang terkandung di dalamnya bahwa jika melakukan sesuatu, apa pun rintangan dan halangannya, Orang Rote harus lakukan semuanya hingga selesai. Ia tak kenal 'berhenti di jalan' atau menyerah; jika ia memulai sesuatu, maka dengan kekuatan yang ada padanya, apa pun hasil akhirnya, harus diselesaikan hingga tuntas. Sifat dan filosofi Orang Rote ini, kadang menjadikan dirinya (diri sendiri) korban, bahkan nyawa melayang, sebab dalam keadaan lemah sekalipun, ia mau tuntaskan tugas dan tanggungjawab yang dipikulnya.    

Dokumentasi Diaspora Rote
Dokumentasi Diaspora Rote
Haik untuk Minum

Bentuknya sama dengan Haik lainnya, namun diperkecil karena berfungsi sebagai gelas minum; beberntuk sedang dan kecil. Jika minum dengan haik, disuguhkan karena sebagai tamu atau sendiri,  atau pun pada pertemuan adat, biasanya isi haik tak sampai penuh (jika berisi arak atau sopi, maka bisa cepat mabuk), namun tak boleh sekali teguk hingga habis. 

Minum dengan haik atau atau mendapat suguhan minuman pada haik, untuk menunjukkan tuang rumah (atau yang menyuguhkan) ingin bertutur, ngobrol lama, mempererat kekerabatan, dan sejenisnya; apalagi jika di dekatnya ada haik besar yang berisi minuman, misalnya tuak. Karena haik untuk minum, juga tak bisa diletakan, maka tetap dipegang sambil bertutur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun