Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Hari Ibu, "Ketika Tuhan Menciptakan Ibu"

22 Desember 2017   12:12 Diperbarui: 24 Desember 2017   22:39 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi | Alm Ayah dan Ibu

Malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut, "Tuhan, banyak nian waktu yang Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?:

Tuhan menjawab pelan, "Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan?"

Ibu ini harus tahan air/cuci tapi bukan dari plastik
Ia harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat aus
ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan yang seadanya untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya
ia memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan anak-anaknya
ia memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan dan menyejukan hati anaknya
ia memiliki lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah,
dan enam pasang tangann!

Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya, "enam pasang tangan...?! tsk, tsk, tsk;

Tuhan menjawab, "Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan, melainkan, tangan yang melayani sana-sini dan mengatur segalanya menjadi lebih baik."

"Ibu ini seharusnya memiliki tiga pasang mata."

Malaikat semakin heran dan berkata, "Bagaimana modelnya?!"

Tuhan mengangguk-angguk; dan berkata,

"Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya, apa yang sedang kau lakukan di dalam situ, padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya."

"Sepasang mata yang diletakan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa menoleh, artinya, ia dapat melihat apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat.

Sepasang mata ketiga untuk menatap lembut seorang anak yang mengakui kekeliruannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun