Srengseng Sawah, Jakarta Selatan--Suatu hari, dalam Kelas 12 di SMA Terkemuka, Jakarta.
Seorang Guru Matematika membuat garis di papan tulis; kemudian bertanya kepada siswa, "Bagaimana agar garis ini terlihat atau menjadi pendek."
Satu demi satu siswa maju ke depan dan membuat garis pertama menjadi pendek dengan cara masing-masing. Mereka menghapus garis pertama senti demi senti, sehingga nyaris tak terlihat.
Hampir semua siswa sudah memendekan garis pertama tersebut, kini tiba pada siswa terakhir, yang prestasi akademiknya biasa-biasa saja, juga tak socialable di sekolah.
Ia maju ke depan, dan tidak menghapus sisa garis  pertama; namun ia membuat garis baru yang lebih panjang dari yang pertama.
Seisi kelas hening membisu, penuh tanya karena tak pahami apa yang terlihat di papan tulis. Tiba-tiba, Sang Guru memecah kebisuan, ia pun berkata,
"Smart dan cerdas. Ini lah yang harus terjadi dalam hidup dan kehidupan.
Jika kita melihat prestasi, kelebihan, populeritas, dan kelebihan lainnya pada orang lain, jangan pernah iri atau pun berusaha menghilangkan dan menghapusnya. Tapi, lakukanlah sesuatu, dan berprestasilah agar lebih dari Sang Lain itu."
Seisi kelas bertepuk tangan karena takjub. Mereka mendapat pelajaran baru mengenai memaknai serta menyikapi persaingan hidup dan kehidupan.
Great...
Seringkali hidup dan kehidupan (kita atau orang lain) diiringi dengan aneka bentuk prestasi atau pun karya yang membuat orang lain merasa 'tertinggal.' Dan itu, kadang membuat iri hati, bahkan marah karena, "Mengapa ia bisa lebih dari Aku."
'Sang Aku' itu pun mendorong diri untuk 'tak mau kalah' dari Sang Lain yang lebih maju. Maka yang terjadi adalah, berupaya 'memotong' kelebihan, kemajuan, dan prestasi Sang Lain; tujuannya adalah ia menjadi tak ada serta tidak bermakna. Sehingga banyak orang lebih suka menyebar fitnah dan kebencian untuk menghancurkan yang lainnya. Bagi mereka, memotong lebih baik dari berprestasi. Tragis.
Padahal, yang seharusnya adalah 'membuat garis baru yang lebih panjang.' Dalam artian lakukanlah yang lebih baik, hebat, bagus, dari sebelumnya.
Bukankah berprestasi lebih baik daripada menghancurkan?
Cukup lah.
Opa Jappy
Penggagas dan Pendiri Gerakan Damai Nusantara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H