Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bunga Sebagai Simbol Perlawanan

5 Mei 2017   18:56 Diperbarui: 5 Mei 2017   20:57 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: Koleksi Pribadi"][Sumber: Koleksi Pribadi]

Makna Politik
Politik (Indonesia), politic (Inggris) adalah padanan politeia atau warga kota (Yunani, polis atau kota, negara, negara kota); dan civitas (Latin) artinya kota atau negara; siyasah (Arab) artinya seni atau ilmu mengendalikan manusia, perorangan dan kelompok.

Secara sederhana, politik berarti seni pemerintah memerintah; ilmu memerintah; cara pengusaha menguasai. Makna politiknya semakin dikembangkan sesuai perkembangan peradaban dan meluasnya wawasan berpikir.
Politik tidak lagi terbatas pada seni memerintah agar terciptanya keteratuaran dan ketertiban dalam masyarakat polis; melainkan lebih dari itu.

Dengan demikian, politik adalah kegiatan (rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi) yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain ataupun kelompok, sehingga pada diri mereka (yang dikuasai) muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas (walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu; ketaatan semu; dan loyalitas semu).

Dalam/pada politik ada hubungan antar manusia yang memunculkan menguasai dan dikuasai; mempengaruhi dan dipengaruhi karena kesamaan kepentingan dan tujuan yang akan dicapai. Ada berbagai tujuan dan kepentingan pada dunia politik, dan sekaligus mempengaruhi perilaku politikus.

Politik juga memunculkan pembagian pemerintahan dan kekuasaan, demokrasi (dengan berbagai bentuk), pemerataan dan kesimbangan kepemimpian wilayah, dan lain sebagainya. Hal itu menjadikan pembagian kekuasaan (atau pengaturan?) legislatif (parlemen, kumpulan para politisi); eksekutif (pemerintah); dan yudikatif (para penegak hukum); agar adanya ketertiban dan keteraturan di masyarakat, (Opa Jappy | Kompasiana 22 Feb 2015).

Dukungan Politik

Karena dalam/pada politik ada hubungan antar manusia yang memunculkan menguasai dan dikuasai; mempengaruhi dan dipengaruhi karena kesamaan kepentingan dan tujuan yang akan dicapai, maka perlu ada kelompok pendukung dalam rangka mencapai tujuan.

Kelompok pendukung tersebut, ada karena dibentuk (oleh politisi dan Parpol) dan terbentuk sebab adanya kesamaan tertentu (dengan politisi dan Parpol) atau tujuan yang hendak dicapai.

Kelompok pendukung atau pun dukungan politik "yang dibentuk serta terbentuk," biasanya ada militansi, loyalitas, dan saling ketergantungan. Itu sah-sah saja, dan nyaris terjadi peralihan dukungan; namun ada juga atau terjadi peralihan.

Di samping itu, terbentuknya kelompok dukungan dan pendukung politik terjadi karena kesamaan latar agama, etnis, idiologi, kerabatan, dan lain sebagainya. Pada konteks ini, antara "yang didukung" dan "pendukung," hampir tak mempunyai interaksi langsung. Hanya "kesamaan latar" lah, maka terjadi dukungan politik.

Oleh sebab itu, untuk menjaga tak terjadi "peralihan dukungan politik," maka politisi dan Parpol harus melakukan banyak hal, termasuk "membeli loyalitas dan dukungan" dengan jumlah uang, posisi, serta jabatan.

Parahnya, jika ada politisi dan Parpol membeli dukungan politik dengan cara melakukan kampanye hitam, intimidasi, ancaman, teror sosial dan kekerasan atas nama agama serta publikasi sentimen SARA. Misalnya pada Pilkada DKI Jakarta 2017, terjadi hal-hal yang parah tersebut.

Memberi Bunga sebagai Bentuk  Dukungan Politik

Harus diakui bahwa pada Pilkada DKI Jakarta 2017, muncul hal-hal baru, dalam model perpolitikan Indonesia, yang tak diduga dan terduga sebelumnya; hal-hal yang belum pernah ada dan terjadi di mana pun.

Pada Pilkada DKI Jakarta lah, "ayat dan mayat" sebagai media kampanye; kandidat harus membagi waktu antara diadili dan kampanye; adanya ancaman, intimidai, penolakan atas nama agama agar tak boleh memilih pasangan lawan politik. Hasilnya sudah jelas.

Melihat hasil awal Pilkada DKI Jakarta 2017 tersebut, tanggal 19 April 2017, dari suatu tempat sepi, saya memulai pesan-pesan pendek (melalui WatsApp) ke beberapa  teman, "Berikan Setangkai Bunga untuk Badja sebagai Tanda Keterpihakan."

Gagasan utama tersembunyi di balik Setangkai Bunga untuk Badja yaitu ada  kemenangan yang diambil, kemenangan yang dicuri, dan kemenangan yang dirampok.

Sekaligus menunjukkan bahwa Basuki Djarot tetap ada di semua hati; mereka selalu ada dalam hati para pendukungnya. Dan itu terbukti. Publik tak lagi mengirim Setangkai Bunga, melainkan Papan-papan Bunga.

----

Dari "gerakan" bunga-bunga hanya untuk Basuki Djarot tersebut, ternyata telah berubah menjadi suatu model baru cara memberikan dukungan politik di Indonesia atau mungkin di dunia.

Dukungan Politik dengan bunga kepada Basuki Djarot bermunculan dari berbagai penjuru tanah air dan Dunia. Luar Biasa dan Mengharukan.

Dampak luar biasa tersebut, ternyata memunculkan pengiriman papan bunga ke Mabes Polri dan Mabes TNI. Sebelumnya, saya menjadi ikut terkejut dan bangga, ketika Seorang teman dari Bali, mau mengirim bunga ke petinggi Polri dan TNI tersebut; ia bertanya boleh atau tidak dan minta alamat tujuan. Alasannya sederhana, yaitu dukungan ke Polri dan TNI untuk menjaga kesatuan dan persatuan NKRI serta memberantas radikalisme.

Dukungan dengan bunga, dari Basiki Djarot kemudian melebar ke Kapolri dan Panglima TNI ini, agaknya akibat dari tersumbatnya jalur aspirasi suara publik melalui Parlemen.

Parlemen, terutama DPR RI, sebagai penerima dan penyampai suara rakyat, ternyata, tak bersuara tentang upaya-upaya merusak persatuan kesatuan Bangsa dan Negara.

Publik sudah lelah, capai, dan tak punya harapan; mereka tersentak dengan semua peristiwa di sekitar Pilkada DKI Jakarta 2017.

Publik tak mau kejadian yang sama terulang di daerah lainnya. Hal tersebut tidak bisa terjadi jika Polri dan TNI mendengar suara dan jeritan rakyat. Rakyat bersuara nyaring melalui bunga, dan Polri serta TNI mampu  mendengar.

Bunga bukan lagi hanya tanda keterpihakan, namun juga sebagai simbol perlawanan.

Opa Jappy | WA +62818121642
Di Villa Kota Bunga Cipanas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun