Keadilan seperti inikah yang kita cari dalam dunia yang diamanatkan Tuhan pada kita? Kalau bukan, lalu kenapa tidak lebih banyak dari kita yang mengajukan keberatan? Yang kudengar dari Anda adalah, kaum muslim menjadi target serangan-reaktif. Di Prancis, kelompok muslim mengajukan seorang penulis ke pengadilan karena menyebut Islam sebagai “agama paling bodoh”. Kelihatannya penulis itu mempropagandakan kebencian.
Lantas kita menuntut hak kita, sesuatu yang jarang kita dapatkan di negara-negara Islam. Tetapi, apakah penulis Prancis itu salah ketika menulis bahwa Islam harus menjadi lebih dewasa? Bagaimana dengan seruan Al-Quran untuk membenci kaum Yahudi? Bukankah muslim yang mengutip Al-Quran untuk membenarkan anti-Semitisme juga patut diajukan ke pengadilan? Tidak bisakah tindakan itu dikategorikan sebagai “serangan-reaktif”? Apa yang membuat kita bisa dibilang bijak, sementara yang lain rasis?
Melalui jeritan mengasihani-diri-sendiri dan kebungkaman yang tak tertanggungkan, kita kaum muslim tengah berkonspirasi melawan diri kita sendiri. Kita berada dalam krisis. Dan kita menyeret seluruh dunia turut serta di dalamnya. Kalaulah ada momen bagi reformasi Islam, maka sekaranglah saatnya. Demi kasih Tuhan, apa yang bisa kita lakukan untuk itu?
Anda mungkin bertanya-tanya, aku ini siapa, kok berani bicara seperti ini. Aku adalah Muslim Refusenik. Itu tidak berarti aku menolak menjadi seorang muslim. Itu berarti aku menolak untuk bergabung dengan pasukan “robot” yang mudah dimobilisasi secara otomatis untuk melakukan tindakan atas nama Allah. Aku mengambil istilah ini dari kelompok refusenik permulaan: kaum Yahudi Soviet yang memperjuangkan kebebasan beragama dan kebebasan pribadi. Tuan-tuan mereka yang komunis tidak memperbolehkan mereka pindah ke Israel. Karena usaha-usaha mereka untuk meninggalkan Uni Soviet, banyak kaum refusenik harus membayar dengan kerja paksa dan kadang dengan nyawa.
Seiring waktu, penolakan mereka yang tiada henti untuk patuh pada mekanisme kontrolpikiran dan pembunuhan-karakter turut membantu mengakhiri sistem totalitarian di Negara itu.
Demikian halnya, aku mengangkat topi pada kaum refusenik yang lebih baru, para tentara Israel yang menentang pendudukan militer di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dalam spirit yang sama, kita pun mesti menentang penjajahan ideologis terhadap pikiran kaum muslim.
Anda pasti ingin meyakinkanku bahwa apa yang kujelaskan di surat terbuka ini bukan Islam yang “sesungguhnya”. Kuharap Anda benar. Itulah sebabnya aku menulis surat terbuka ini. Karena aku yakin kita mampu menjadi lebih bijak dan humanis ketimbang sebagian besar pemimpin agama kita. Tapi, demi diskusi yang jujur, aku harus menantang.
Anda untuk bersikap jujur terhadap Islam yang Anda pertahankan secara refleksif. Islam dalam bentuknya yang riil atau yang ideal? Segala sesuatu tampak luar biasa sebagai sebuah ideal. Kapitalisme tampak hebat sebagai sebuah ideal. Sebagai sebuah ideal, Konstitusi Amerika Serikat menggaransi kebebasan dan keadilan bagi segenap orang.
Kaum muslim tahu bahwa kenyataan sangatlah berbeda dengan sebuah ideal. Sebagai masyarakat yang berhati nurani, kita juga mesti memperhatikan realitas-realitas yang terjadi dalam Islam.
Kupikir Nabi Muhammad akan menyatukan perbedaan antara yang riil dan yang ideal. Ketika beliau ditanya tentang definisi agama, beliau menjawab: Agama adalah cara kita bersikap terhadap orang lain. Sederhana, tanpa harus menyederhanakan! Dengan definisi itu, cara muslim bersikap -bukan dalam teori tapi dalam kenyataan- itulah sesungguhnya Islam. Perasaan puas terhadap diri sendiri (qanaah-Peny.) adalah Islam. Itu juga berarti bahwa kita mesti memperhatikan hak asasi perempuan dan kelompok minoritas. Untuk melakukan itu, kita harus mentas dari sikap kita yang terus menolak. Dengan menekankan bahwa tidak ada masalah dengan Islam saat ini, kita menyembunyikan “kenyataan agama” kita di balik “ideal agama” kita, yang berarti membebaskan diri kita dari tanggung jawab terhadap umat manusia, termasuk saudara kita sesama muslim.
Dengan menulis surat terbuka ini, aku tidak bermaksud menyatakan bahwa agama lain bebas dari masalah. Sungguh. Perbedaannya adalah, perpustakaan-perpustakaan berjubal dengan buku-buku tentang permasalahan dalam agama Kristen. Demikian pula dengan agama Yahudi. Kita kaum muslim bisa melakukan itu.