Â
Sebetulnya tak ada yang disebut "Ritus Daun Palma;" Gereja Kuno tak mengenal ritus tersebut. Penggunaan daun palma, sebetulnya bisa gunakan daun apa pun, diawal Pekan Suci (sesuai Kalender Liturgi Gereja, biasanya pada Gereja Katolik dan Ortodoks) merupakan simbolisasi peristiwa Yesus masuk ke Kota Yerusalem.
Ketika itu, Yesus dan murid-murid-Nya disambut dengan hamparan "karpet" pakaian or jubah luar, dan orang-orang memegang daun sambil berseru, "Hosana, mubaraklah Raja ....". Sambutan luar biasa tersebut sebagai ungkapan syukur atas kehadiran-Nya di antara rakyat yang tertindas dan termarginal. Sehari kemudian, orang-orang yang nyaris sama itu, berseru, "Salibkan Dia ....."
Kini, sejak minggu lalu Gereja Katolik (dan Orthodoks) masuk Pekan Suci, rentang waktu seputaran Jumat Agung dan Paskah (Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Teduh, dan Minggu Paskah), ada "hamparan" daun palma di sekitaran Gereja; daun palma yang dibawa oleh umat. Ada rangkaian doa-doa khusus dan doa puasa di Gereja, umat yang datang, membawa daun palma, menyisip di salah satu sudut atau halaman Gereja.
Penuhnya sudut dan halaman Gereja dengan daun palma, agaknya telah menjadikan banyak orang terganggu imannya.
Laman Medsos Keuskupan Agung Jakarta menyatakan,
“Masih saja ada kelompok intoleran yang mengusik Kekhusukan Minggu Palma."
Sejumlah orang di sekitar Gereja Damai Kristus Paroki Kampung Duri mengaku terusik oleh atribut daun palma di depan gereja. Menurut mereka daun-daun palma tersebut dapat mengganggu iman pemeluk agama lain di sekitar wilayah itu yang mayoritas Muslim.
Daun palma yang digunakan Gereja Katolik jadi ajang untuk mempengaruhi iman orang kampung di sekelilingnya dan menuntut dicopotnya atribut palma tersebut. Jika memandang daun palma akan mempengaruhi keimanan muslim."
===
Info dari beberapa teman INDONESIA HARI INI, menyatakan bahwa kelompok "iman terganggu karena lihat daun palma" tersebut tadinya berupaya untuk merusak atau mencabut daun palma dari halaman gereja; namun pihak keamanan dapat mengendalikan keadaan, akibatnya kelompok intoleran tersebut melancarkan aksinya.
Lucu memang; memang lucu.
Membaca news dan mendengar info tentang penolakan daun palma karena bisa mengganggu iman, sebetulnya bukan hal baru. Pola seperti itu, sama halnya dengan penolakan terhadap pernik-pernik Natal yang dituding bisa memurtadkan umat. Juga, hampir sama dengan keluhan seorang rekan; jelang Natal, ia memasang lampu kelap kelip pada pohon depan rumahnya, langsung diprotes, karena dituding mengganggu lingkungan.
Timbul tanya; apa yang menjadikan orang langsung berpikir dan menuding bahwa sejumlah benda, ikon, atribut bisa mempengaruhi iman atau keimanan seseorang!? Apakah iman begitu lemah dan mudah luntur hanya karena melihat benda-benda tertentu!?
Atau, apa yang sebetulnya terjadi pada kita; ya kita, umat beragama di Indonesia!? Sehiggga begitu sensitif terhadap apa-apa yang ada orang lain, umat berbeda agama sehingga dengan mudah menuding serta menolak.
Agaknya, banyak di antara orang Indonesia masih belum dewasa secara iman; mungkin saja sudah lama menjadi umat beragama, dan stop disitu. Selayaknya durasi lama sebagai umat beragama berdampak pada kedewasaan iman; kedewasaan iman yang menunjukkan saling menghormati, menghargai, memahami, mengasihi sesama umat manusia.
Prihatin.
Â
OPA JAPPY - FOTO KATOLIK NEWS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H