Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Koruptor Dermawan atau Kita yang Sakit

13 Desember 2015   11:53 Diperbarui: 4 September 2019   07:13 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Skandal #PapaMintaSaham belum menunjuk kan tanda-tanda berakhir; garis akhir siapa pemenangnya masih jauh.Tokoh-tokoh yang “terlibat” di dalamnya atau nama-namanya disebut pada percakapan, mulai dan sementara berusaha bersihkan diri. 

Bahkan ada yang bagai kan pilar orang baik-baik dan berjuang untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan Negara. 

Apa pun itu usaha mereka, pemutaran dan transkrip rekaman, telah membuka mata public bahwa selama ini sejumlah orang atas nama pribadi, kelompok, dan bangsa, telah “merampas” uang Negara dengan cara-cara licik serta melanggar norma-norma, bahkan melawan hukum. 

Mereka menjadi semakin kaya raya karena hasil kekayaan alam Nusantara.Ya itulah mereka.

Di hadapan publik, tampilan diri sejumlah orang tersebut, adalah para pebisnis sukses, konglomerat, kaya raya, dan dalam komunitas jet set

Mereka, sering disebut, adalah kalangang atas yang karena usahanya mencapai sukses dalam banyak hal. Karena itu, mereka layak sebagai orang-orang yang menjadi tujuan jika “butuh dana” atau kekurangan uang.

Dan, ketika itu terjadi, saat yang membutuhkan dana datang kepada mereka, maka orang-orang kaya tersebut dengan wajah wibawa penuh persahabatan, sebagai dermawan, baik hati, suka menolong, penuh perhatian, dengan mudah member sesuai kebutuhan. 

Si penerima pun, tersenyum lebar, dengan wajah senang, berhasil, sambil berpikir, “Nantiku dating lagi; ia memang orang baik dan murah hati; ia memang pejabat yang suka menolong, dan seterusnya.”

Itulah yang sementara terjadi di/dalam hidup dan kehidupan kekinian; public memandang sejumlah besar orang-orang sukses dengan ukuran benda-benda yang ada padanya. Itulah yang disebut reifikasi.

Reifikasi adalah penilaian bahwa kesuksesan diukur dari sejumlah benda (benda-benda yang menjadi standar kemajuan) yang dimiliki. Pada konsep seperti itu, maka seseorang dianggap sukses jika mempunyai sejumlah (atau lebih dari satu) benda yang menjadi standar kekayaan pada hidup dan kehidupan modern. Benda-benda yang menjadi standar kekayaan antara lain, pada masyarakat desa, memiliki lebih dari satu bidang sawah atau tanah ladang, mempunyai beberapa rumah, dan sejumlah besar ternak piaraan yang mempunyai nilai ekonomi. Sedangkan pada masyarakat kota, memiliki lebih dari satu mobil dan rumah, memiliki pekerjaan dan kedudukan yang baik; gaya dan tampilan hidup mewah, dan seterusnya. 

[Reifikasi, secara positip, dapat menghantar seseorang untuk bekerja keras dan giat, serta tanpa mengenal lelah untuk mencapai kesuksesan. Artinya, seseorang akan berkerja keras, giat,  jujur, teratur, penuh disiplin agar memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya; melaksanakan dan menjalankan tugas, tanggungjawab kerja secara profesional. Namun, secara negatif, dapat menjadikan seseorang mengejar kekayaan dengan segala macam cara, walaupun melanggar hukum serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Artinya, dapat melakukan segala bentuk kejahatan dan pelanggaran demi tujuan dan keinginannya tercapai.]

Pada masa kini, reifikasi telah merambah ke dalam hidup dan kehidupan banyak orang; sehingga menjadikan mereka mengejar segala sesuatu yang telah menjadi ukuran kesuksesan. Hal itu terjadi, karena tiap manusia ingin disebut sebagai orang yang telah sukses. Keinginan untuk disebut sebagai orang sukses itulah, kemudian menjadikan seseorang melakukan berbagai penyimpangan ketika bekerja ataupun memangku jabatan. Pada sikon seperti itu, ia akan melakukan KKN atau korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta tindak pelanggaran lainnya, termasuk melakukan berbagai manipulasi dan rekayasa administrasi keuangan, agar memenuhi atau memiliki benda-benda yang menjadi standar kesuksesan, sehingga disebut orang telah mencapai kesuksesan. 

Sementara itu, “orang-orang sukses,” dengan bahasa kekinian, kaya karena korupsi, karena nyaman dinilai sebagai konglomerat sukses, pebisnis ulung, pejabat murah hati dan suka menolong, dan lain sebagainya, ingin mempertahankan citra tersebut. Ia atau mereka semakin berusaha mendapat sebanyak mungkin uang serta menambah harta bendanya. 

Cara cepatnya adalah terus menerus korupsi.

Walau korupsi merupakan tindakan seseorang dan kelompok yang menguntungkan serta memperkaya diri sendiri, keluarga, dan juga dan orang-orang dekat. 

Tindakan itu, dilakukan (secara sendiri dan kelompok) melalui pengelapan dan penyelewengan; manipulasi data keuangan, data jual-beli, dan lain-lain. Bagi mereka, melalui upaya tersebut, bisa memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompok. 

Dengan demikian, dirinya atau mereka tetap sebagai pahlawan (dalam)  kelompok - keluarga - parpol - dan orang yang baik hati, suka membantu, suka menolong, suka amal, dan seterusnya, maka korupsi lah anda. 

Bahkan bisa menjadi anggota parlemen, pengurus partai, orang terkenal, dan seterusnya

 

Nah, kini banyak elemen masyarakat Nusantara, setiap hari, berseru berantas korupsi dan lenyapkan koruptor; bagus, menarik, dan perlu didukung semua pihak.

Tetapi, di balik itu, publik, rakyat kebanyakan, harus diobati, karena mereka juga sakit. Mereka harus pahami dengan baik bahwa jangan mengukur keberhasilan dan sukses seseorang dengan melihat sejumlah benda, harta dan uang. 

Mereka pun harus menyadari bahwa, jika seorang “koruptor dermawan”  tetap disanjung dan “didatangi ketika butuh uang”  maka ia tetap sebagai pahlawan, bukan pelaku kejahatan.

Dengan demikian, berantas korupsi, bukan hanya tertuju kepada para pelakunya, namun juga menembus diri sendiri; diri sendiri

  • yang ketika butuh uang, tidak berlari dan berseru kepada para koruptor;
  • yang tidak menjadikan koruptor sebagai dewa penyelamat
  • yang tidak membela koruptor

Ya, mungkin saja, kita, anda dan saya, juga berubah dan sembuh dari sakit parah.

OPA JAPPY | Gerakan Anti Korupsi Alumni Lintas Perguruan Tinggi

FOTO | KOLEKSI PRIBADI | JAPPY.8M.NET

 

roses-desi-glitters-11
roses-desi-glitters-11
 

 

SUPLEMEN:

KOLUSI:

Merupakan persepakatan antara dua [maupun lebih] orang ataupun kelompok dalam rangka menyingkirkan orang [kelompok lain], namun menguntungkan diri dan kelompok sendiri.  Biasanya persepakatan itu dilakukan secara rahasia, namun ada ikatan kuat karena saling menguntungkan. Lamanya suatu kolusi biasanya tergantung keuntungan yang  didapat; dan jika merugikan maka ikatan tersebut hilang secara alami. Kolusi dapat terjadi pada hampir semua bidang  pekerjaan dan profesi; politik, agama, organisasi, dan institusi. Dengan itu, kolusi dapat menghantar pada kepentingan dan demi keuntungan kelompok [misalnya kelompok politik dan SARA] maupun pribadi, sekaligus penyingkiran serta penghambatan terhadap orang lain.

Nah, ada juga sisi positifnya, yaitu adanya kesepakatan yang sangat melekat satu sama lain (karena ada uang hasil korupsi) - kesatuan hubungan - eratnya hubungan yang saling menguntungkan. Jika anda mau maju dengan cepat, maka tak bisa sendiri, perlu link yang solid. Cara terbaik untuk itu, ya,  membuat - membangun kolusi. Dan hasilnya akan luar biasa bagi diri sendiri dan kelompok.

NEPOTISME

Merupakan upaya dan tindakan seseorang [yang mempunyai kedudukan dan jabatan] menempatkan sanak saudara dan anggota keluarga besar, di berbagai jabatan dan kedudukan sehingga menguntungkannya. Nepotisme biasanya dilakukan oleh para pejabat atau pemegang kekuasaan pemerintah lokal sampai nasional; pemimpin perusahan negara; pemimpin militer maupun sipil; serta tokoh-tokoh politik. Mereka menempatkan para anggota atau kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya. Pada umumnya, nepotisme dilakukan dengan tujuan menjaga kerahasiaan jabatan dan kelanjutan kekuasaan; serta terjadi kesetiaan dan rasa takluk dari mereka mendapat kedudukan dan jabatan sebagai balas budi.

Nah, nepotisme juga mempunyai sisi positifnya; Siapa sich (terutama mereka yang mempunyai kuasa dan kekuasaan) yang tak mau sanak-saudaranya mempunyai (ada) jabatan - mempunyai kedudukan - mempunyai tingkat ekonomi yang memadai!?  Tentu hampir semua orang inginkan seperti itu.  Nepotisme adalah jalan keluar yang baik dan cepat. Walau, sanak - saudara itu tak punya kualitas, kurang wawasan - tak mampu memimpin, jangan lihat itu, yang penting angkat mereka - taruh mereka di jabatan tertentu (terutama yang bisa korupsi). Pasti, mereka akan cepat kaya dan banyak uang. Mereka juga akan loyal serta menjadi penjilat.

 

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun