Banjir yang membanjiri Jakarta, yang semakin merugikan dan memakan korban, selama 20 tahun terakhir, bukan semata-mata akibat hujan dan kiriman air dari kawasan sekitar DKI. Menurut catatatan National Geographic, penyebab banjir di Jakarta tersebut merupakan gabungan dari faktor cuaca ekstrem dan lebih-lebih, faktor kompleksitas Jakarta. Oleh sebab itu, Jakarta butuh pengendalian dan penataan yang berorientasi antara lain pada kepadatan populasi dan pemisahan area, atau tata ruang. Dengan itu, upaya untuk mengatasi banjir dapat mencapai tujuan.
Dalam upaya penataan ulang Tata Ruang DKI, maka Pemda DKI harus mengembalikan lahan atau ruang terbuka di DKI yang telah dialihfungi oleh dan karena berbagai kepentinagn.
Menurut Wagub DKI, "Tata Ruang wilayah DKI Jakarta telah dilanggar. Pelanggaran dilakukan baik oleh unsur pemerintah, swasta terutama pengembang, maupun warga masyarakat.13897828991388194825Pemerintah melakukan pelanggaran melalui pemberian perizinan, pembiaran bangunan yang menyalahi peruntukan, dan pemberian sertifikat hak milik. Padahal, belum tentu lahan tersebut diperoleh secara legal. Pengembang melanggar karena membangun di daerah resapan air. Warga masyarakat membangun tempat tinggal di lahan yang diperuntukkan sebagai jalan inspeksi pinggir sungai, .... (kompas.com)"
Tentu saja, pernyataan Ahok tersebut, jika dihubungkan dengan
maka Pemda DKI harus mengembalikan tata ruang DKI ke/pada kondisi sesuai dengan peruntukannya atau pun perencanann semula; dan hal tersebut harus dilakukan dengan tidak sekedar wacana melainkan tindakan yang tegas. Misalnya, ketika berbicara di ajang Kompasiana/ner pada tahun yang lalu, Ahok dengan tegas menyatakan bahwa "Pemda DKI akan membeli area hijau yang telah berubah menjadi kawasan komersial." Di hadapan para jurnalis warga, bloger, dan pengunjung Grand Indonesia, Ahok dengan optimis, menyakana bahwa Pemda DKI bisa menata ulang DKI Jakarta, jika berani melakukan eksekusi keputusan Pemda (dan juga DPRD DKI), yang salam ini tertunda.
Hal seperti itu atau senada juga ia sampaikan kepada media massa bahwa, "Kami beli secara paksa bangunan-bangunan komersial seperti mal dan perkantoran yang menyalahi peruntukan. Termasuk di antaranya Kedutaan Besar Inggris, Jakarta Pusat, dan juga proyek milik Lippo Karawaci Group di sekitar Waduk Ria Rio, Jakarta Timur, ... (kompas.com/15 Januari 2013)."
Jika memperhatikan rencana dan niat nekad yang diungkapkan di atas, maka termasuk gedung milik Kedutaan Besar Inggris. Oleh sebab itu, dalam rangka penambhan runag terbuka hijau (RTH) di Jakarta ( tentu saja dengan fungsi utama sebagai resapan air) maka mau tak mau, harus meniadakan gedung-gedung batu beton untuk dijadikan RTH. Hal itu, termasuk salah satunya lahan bekas kedutaan Inggris di Bundaran Hotel Indonesia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!