Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perbandingan Banjir di Jakarta, 2007, 2013, dan 2014

14 Januari 2014   11:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:51 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut catatatan National Geographic, tak cukup menyalahkan cuaca ekstrem sebagai penyebab banjir yang melanda Jakarta; penyebab banjir di Jakarta merupakan gabungan dari faktor cuaca ekstrem dan lebih-lebih, faktor kompleksitas Jakarta. Padahal curah hujannya pun, curah hujan pada Januari 2013 lebih rendah saat banjir Jakarta tahun 2007. Artinya, situasi ini terjadi melibatkan masalah penataan air dan penataan ruang. Tata ruang Jakarta butuh pengendalian yang berorientasi antara lain pada kepadatan populasi dan pemisahan area.

Berdasar itu saja, ada simpulan kecil bahwa untuk mengatasi banjir di Jakarta, selama ini, nyaris tak menyentuh hal-hal esensi penyebab banjir. Apalagi, semakin ke sini, kompleksitas Jakarta semakin campur aduk, bahkan dipadukan dengan hal-hal mistis serta politik sebagai penyebab banjir. Termasuk masih banyakorang Jakarta yang belum berbudaya atasi banjir, mereka cenderung ikutan menjadi penyebab banjir di DKI melalui gaya hidup membuang sampah di parit, got, saluran air, dan sungai. [caption id="attachment_315680" align="aligncenter" width="541" caption="kompas.com"]

13896729171351370570
13896729171351370570
[/caption] [caption id="attachment_315681" align="aligncenter" width="521" caption="kompas.com"]
13896729761845356334
13896729761845356334
[/caption] Dua foto di atas adalah peta dan sikon banjir 2014. Walaupun dengan pikiran normal, orang sudah tahu bahwa penyebab, pengendalian, mengatasi banjir di Jakarta, butuh kerja bareng banyak pihak, dan tak semudah membalik telapak tangan, serta butuh waktu lama. Namun, justru hal-hal iu, bukan menjadi acuan atau bahan bahasan, serta cari solusi untuk percepatan pelaksanaan progaram. Yang disuarakan (terutma pada oposan Jokowi-Ahok) adalah,  kedua orang itu belum mampu atsi dan mengatasi banjir di Jakarta. Lagu lama yang sumbang serta tak merdu.

Mengenai penyebab banjir 2014 di Jakarta, ada suara merdu Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan, di Jakarta (13 Januari 2014), menyatakan bahwa,

"... upaya normalisasi sungai yang dilakukan Kementerian PU saat ini terhambat oleh persoalan permukiman ilegal yang belum terselesaikan hingga kini, ...; seperti di Pesanggrahan, tanah yang warga tempati itu ilegal. Itu tanah negara. Oleh karena itu, Pak Jokowi agar segera menyelesaikan rusunawa-rusunawanya.

Meskipun Jakarta masih tergenang, banjir tahun ini tidak separah tahun sebelumnya. Debit banjir tahun ini dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu sudah banyak berubah. Dengan pengerukan, pelebaran, dan normalisasi sungai yang terus dilakukan, saya perhatikan terus membaik kok keadaannya, ... (kompas.com)"

Jadi, jika banjir di Jakarta atau Jakarta masih kebanjiran pada 2014,  maka, ikuti kata-kata Jokowi ketika menanggapi para pengkritiknya, "Saya baru setahun! Bagaimana dengan mereka yang sudah 10 tahun, 20 tahun!?" Bagiku, secara tak langsung, Jokowi dan juga pernyataaan Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan (lihat kompas.com), sudah menjawab semua pengkritik Jokowi-Ahok tentang penyebab banjir di Jakarta.

So, jika Jakarta masih kebanjiran dan banjir di Jakarta, agaknya merupakan akibat morat-moratinya penataan kota, dan sisa-sisa ketidakberesan pemerinta DKI (dan Pusat) sebelumnya. Dan lebih dari itu, bisa jadi Rencana Tata Ruang DKI, sudah menjadi Plan Tata UANG di DKI, sehingga siapa yang punya uang bisa menata DKI sesuai kehendaknya, tanpa peduli lingkungan, tata kota, atau hal-hal yang bisa berakibat banjir di DKI.

13896947311095286697
13896947311095286697

SUPLEMEN

BNPB DKI: TITIK BANJIR  Era Foke 62,Era Jokowi 35

Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta (BPBD DKI), Danang Susanto mengatakan, titik banjir di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menurun.  "Titik banjir menurun, saat ini ada 35 titik banjir di Jakarta," ujar Danang di Jakarta, Senin (13/1/2014).  Menurut Danang, menurunnya titik banjir di Jakarta lantaran proses normalisasi sungai dan waduk sudah berjalan meski belum maksimal.

Sebelum kepemimpinan Joko Widodo, titik banjir di Jakarta sebanyak 75 titik banjir. Kemudian memasuki era kepemimpinan Fauzi Bowo atau Foke, titik banjir berkurang menjadi 62 titik.  "Berkurangnya titik banjir tersebut karena adanya Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur yang mampu menampung debit air yang besar," kata Danang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun