Menghormati-mendapat hormat, cipaka-cipiki, saling ucapkan salam, minta bernyanyi, minta diajari naik kuda, dan lainnya yang muncul pada pertemuan Prabowo-Jokowi, menjadi head news pada media arus utama dan situs berita online.Â
Bahkan, ketika news tersebut di share ke medsos, langsung mendapat apresisai publik berupa like dan komentar.Â
Itu terjadi, kara ada semacama harapan publik pada diri Prabowo, agar legowo; dan pada Jokowi agar bisa merangkul Prabowo dan membangun rekonsiliasi dengannya.
"Pertemuan bersejarah" antara Jokowi-Prabowo, yang digagas oleh Ary Bima, seorang petinggi PDIP tersebut, ternyata berdampak pada pandangan publik terhadap apa dan siapa Prabowo; juga memperlihatkan bahwa Sang Ra-opo-opo memang tak ada apa-apa terhadap Prabowo.
Seorang penulis di Kompasiana, menulis bahwa
"Beliau sesungguhnya pencemas, ketika kita memandang raut wajahnya, beribu perasaan terlukis di sana. Dan pandanglah baik-baik gerakan tangannya, tak bisa diam untuk tak bergerak, ada kepanikan di sana, diwakilkan oleh gerakan tangannya.Â
Cemas akan ancaman asing, panik akan runtuhnya Indonesia yang sangat ia sayangi. Manusia bertipikal Prabowo, tak bisa tenang di suatu habitat, motif langkahnya itu selalu beralasan psikologik. Cermatilah bibirnya, ada getaran kecil di sana. Itu kecemasan positif.
Sebagian menudingnya ambisius, itu benar. Sebab ambisius itu adalah milik setiap jiwa, milik semua orang. Tak terkecuali saya dan Anda, yang berbeda hanyalah penampakannya, ada yang terbungkus (cover behavior) ada yang terbuka, Prabowo tipe terbuka. Sangat terbuka, malah, [Muhammad Arman/Kompasiana]."
Suatu amatan yang sangat bagus terhadap Prabowo. Diriku setuju dengan Muhammad Arman; kali ini, mungkin pertama kali di hadapan publik, pertemuan dengan Jokowi tersebut, Prabowo memperlihatkan sosok aslinya, yang selama tersimpan rapat atau sengaja disembunyikan.Â
Mungkin saja "ketertutupan" yang menjadikan tampilan diri Prabowo selama proses Pilpres, hingga beberapa hari setelah keptusan Mahkamah Konstitusi, bukan diri "Prabowo yang sebenarnya."Â
Sehingga ketika Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, bekerjasama dengan Ikatan Psikologis Klinis Indonesia, Ikatan Psikologi Sosial Indonesia dan Fakultas Psikologi Universitas Padjajajaran, telah melakukan survei terkait Aspek Kepribadian Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014; mereka mendapat data dan hasil yang beda serta berbeda.
Jika benar, pertemuan antara Jokowi-Prabowo, walau cuma sebenar, dan publik mejadi tahu bahwa "itulah sosok Prabowo" yang sebenarnya; maka mereka berdua, Prabowo-Jokowi, sudah saling menerima, memaafkan, dan tanpa jarak, serta (nantinya) semakin akrab satu sama lain. Â
Dengan demikian, jika sikon itu tersukan ke ranah politik dan parlemen, maka, bisa jadi, akan terjadi mencairnya persaingan yang berakibat pada, terutama dari Gerindra, Â dukungan terhadap pemerintahan dan kebijakan Jokowi-JK.
Dampak lain, jika Prabowo dan Gerindra menjadi luluh, sebagai akibat pertemuan Jokowi-Prabowo, siapa yang paling dirugikan!?
Hati-hari kemarin, sebelum rekonsiliasai Prabowo-Jokowi, terlihat dengan jelas adanya persaingan, perebutan, bahkan pembagian kekuasaan di Parlemen; dan yang paling diuntungkan adalah Golkar serta PAN. Mereka mendapat kursi Ketua di DPR dan MPR. Dan, lainnya, parpol koalisi pendukung Probowo membagi rata jabatan-jabatan di DPR.
Mereka bisa seperti itu, karena atas nama "pendukung Prabowo atau pun Koalisi Merah Putih." Â Parpol-parpol tersebut denga cerdik gunakan nama Koalisi Merah Putih dan pendukung setia Prabowo, berhasil meraih apa yang mereka harapkan. Mereka pun dengan cerdas memberi "kekuatan dan masukan" kepada Prabowo agar menjadi "Sosok Perlawanan" terhadap Jokowi-JK dan parpol pengusungnya.Â
Akibatnya, Prabowo ikut dalam arus yang telah diatur dan disiapkan oleh mereka; Prabowo pun tampil dengan orasi-orasi perlawanan, yang mungkin berbeda dengan suara hati dan nuraninya. Namun, karena itu adalah tuntutan koalisi, maka ia pun lakukan.
Kini, hubungan Prabowo dan Jokowi menjadi akur, manis, dan hangat, sekaligus mamapu memadamkan isu panas bahwa adanya penjegalan pelantikan Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla (JK).Â
Sejumlah anggota MPR/DPR dikabarkan bakal memboikot dengan tidak menghadiri pelantikan pada 20 Oktober.
Selain itu, akur, kehangatan, dan manisnya hubungan Prabowo-JK, bisa-bisa menjadikan luluhnya sikap politik Gerindra terhadap Jokowi-JK, sehingga tak menjadi oposisi, maka akan melemahkan parpol-parpol lain, yang menjadi pesaing Parpol pengusung Jokowi-JK.Â
Itu, berarti kekuatan mereka menjadi berkurang. Mereka tak bisa lagi mendorong Prabowo untuk menjadi corong perlawanan melalui orasi-orasi, sehingga harus lakukan sendiri.
Parpol seperti Golkar, PKS, Demokrat, dan PAN, karena "kehilangan Prabowo yang sudah damai dengan Jokowi" harus mencari dan menemukan "pusat di luar kekuasaan" yang menjadi "poros opisisi dan perlawanan" terhadap Jokowi-JK.Â
Pada sikon itu, orang-orang dari Golkar, PKS, Demokrat, dan PAN, akan saling menarik pengaruh di Parlemen untuk kekuatan utama sebagai oposisi.
Bagaimana dengan kelompok garis keras dan para Jokowi Haters, yang menharapkan Prabowo sebagai "Panglima Perang Umat!?" Misalnya, dalam siaran persnya Progres 98 menyatakan, "Tidak ada yang istimewa dari pertemuan Jokowi - Prabowoi.Â
Hanya sebuah pertunjukan yang lumrah dalam dinamika politik, dan tidak mempengaruhi sikap rakyat untuk terus melancarkan perlawanan terhadap rezim boneka aseng."
Tentu, orang-orang yang ada di Progres 98, akan kehilangan kiblat perlawanan terjadap Jokowi-JK.Â
Mereka berharap, tampilnya Prabowo yang berseberangan dengan Jokowi-JK, menjadi bahan untuk terus menerus menebar serta menyebarkan kebencian terhadap Jokowi-JK.Â
Ternyata, mereka salah hitung, Prabowo akur dan damai dengan Jokowi. Mereka kehilangan poros untuk terus melawan. Lalu, dalam rangka terus melawan Jokowi-JK, siapa yang akan mereka pilih lagi!? Agaknya, akan sulit menemukan sosok seperti Prabowo.
Selain itu, mungkin masih ada para penjilat, abs, pencari keuntungan dari dompet Prabowo, dengan alasan ini dan itu, misalnya untuk membangun opini negatif terhadap Jokowi-JK, akan kehilangan sumber dana, termasuk mereka yang suka demo dan berseru-seu menolak Jokowi-JK.Â
Rugi, karena Prabowo tak mau lagi mendanai hal-hal yang sepert itu.
Mungkin saja masih ada yang lain; yang rugi ketika Prabowo dan Jokowi akur!?
Opa Jappy - Jakarta Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H