Â
Ahmad Atang, Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang,
"Pengangkatan gubernur DKI Jakarta tandingan merupakan bentuk perlawanan dan pendiktean terhadap negara, sehingga pemerintah harus menghentikan ulah kelompok kepentingan tersebut. Ini bentuk perlawanan terhadap negara. Jadi negara tidak harus tunduk pada keinginan kelompok orang yang mau mendikte negara.
"FPI itu apa dan siapa, siapa sehingga dengan berani menentukan kepala daerah sesuai dengan seleranya. Jadi gerakan ekstra parlementer seperti ini harus segera dihentikan. Jangan dibiarkan karena bisa menjadi benih di mana-mana ketika orang mulai merasa tidak puas dengan kepemimpinan seorang
Tidak ada satu aturanpun di negara ini yang mentolerir gubernur tandingan oleh masyarakat. FPI, katanya, hanya sebuah ormas bukan partai politik, maka FPI termasuk GMJ tidak memiliki hak konstitusional terkait dengan ditetapkannya Ahok sebagai Gubernur DKI.
Hanya orang buta saja yang mempersoalkan pengangkatan Ahok sebagai Gubernur DKI dan hanya orang gila saja yang mau membentuk Gubernur tandingan. Menolak Ahok sama dengan menolak semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Karena itu, negara jangan segan-segan menghentikan kegiatan ini karena sudah merupakan bentuk perlawanan terhadap negara."
[ihidkk.com/kompasiana.com/tribun/detik/tempo/muslimedianews.com/kompas.com]
Jelas sudah dan sangat jelas; dua Ormas Islam terbesar di Nusaantara, secara resmi telah menolak kelakuaan FPI. Kelakuan yang sudah menolak sendi-sendir demokrasi di Indonesia, namun juga menabrak norma dan perundang-undang yang berlaku di NKRI, ditambah lagi, usungan rasis yang terkandung di/dalam alasan penolakan Ahok sebagai Gubernur DKI - Jakartan
Tentu saja, pendapat PB NU dan Muhammadiyah tersebut, berbeda dengan para onknum politis yang secara diam-diam ikut "mendiamkan" sepakterjang "Gubernur Tandingan" sehingga bisa menjadi bahan baku bahwa, "Lihatlah, publik menolak Ahok, makanya mereka bertindak seperti itu;" kemudiang dilanjukan dengan gerakan politik di "parlemen lokal" DKI - Jakarat.
Gerakan politik seperti, bisa jadi terjadi, namun hanya sekedar diskusi pasar dan percakapan warungan karena dicari celah hukum apa pun, tak ada celah untuk kegiatan "Gubernur Tandingan."