Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Percaya Padaku!? Peluklah Daku

17 Februari 2015   05:22 Diperbarui: 8 Juni 2020   09:38 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DAILYMAIL.CO.UK
DAILYMAIL.CO.UK
DAILYMAIL.CO.UK
DAILYMAIL.CO.UK
Sekitaran Universitas Indonesia, Depok - Jabar | Time Vision, dari Kanada, melakukan eksperimen sosial dalam rangka menghilangkan stereotip masyarakat sekitar terhadap Muslim. Eksperimen, menurut saya, pertama kali diadakan di Dunia. Mustafa Mawla, seorang Muslim Kanada ditutup matanya, dan berdiri di pinggir jalan raya; di kakinya ada tulisan besar "Saya seorang Muslim. Saya dicap sebagai teroris.  Ssaya mempercayai Anda. Apakah Anda percaya padaku? Memelukku. "

Dari video di Youtube, terlihat dengan jelas bahwa orang-orang yang melihat Mustafa Mawla yang matanya tertutup dan tulisan di dekat kakinya,  datang dang memeluknya. Mereka yang memeluknya, terlihat di video, datang dari berbagai ras, etnis, dan agama. Setipa menit, lebih dari 20 orang memeluk Mustafa Mawla dan ada yang dengan pelukan cium kiri kanan. 

Bahkan, ada orang yang keluar dari mobil dan memeluk "Pria Buta" tersebut. Penggagas percobaan tersebut, Assma Galuta, menyatakan bahwa  "Kami sedang melakukan eksperimen sosial untuk mengatasi munculnya Islamophobia di Amerika utara dan Eropa dan acara yang masyarakat sendiri bagaimana umat Islam dibuat untuk merasa di negara mereka sendiri. Kami hendak memberi pesan kepada dunia agar menghilangkan rasa takut terhadap Muslim; dan menghilangkan  stereotip terhadap Muslim dan Islamophobia."

DAILYMAIL.CO.UK
DAILYMAIL.CO.UK
DAILYMAIL.CO.UK
DAILYMAIL.CO.UK
Setelah melihat video di atas, terasa ada keinginan harus mengulang, mengulang, dan mengulang lagi; karena di dalamnya ada "kata-kata yang bercerita melalu gambar" yang tak tertuliskan. Jujur, membuatku terharu; terharu karena menceritakan kisah nyata. Kisah nyata dari orang-orang yang mengalami penolakan serta stigma sosial, akibat dari hal-hal yang tidak mereka lakukan.  Ya, ada orang-orang yang melakukan kekerasan, atas nama agama, di belahan dunia lain, namun berdampak pada stigma dan ketakutan terhadap Muslim yang tak pernah melakukan kekerasan, ramah, serta toleran.

Di sana, negeri yang jauh dari Nusantara, banyak orang cukup lelalh berupaya memperlihatkan Islam dan Muslim vang ramah dan bisa diterima di/dalam masyarakat. Dan upaya itu, berhasil. Tak sedikit orang berempati dan simpati dengan pergumulan Muslim di sana.

Eksperimen sosial di Kanada tersebut, benar-benar menunjukan upaya yang sangat menyentuh dan inspiratif bagi siapa pun. Dan sekaligus menunjukkan bahwa tidak semua orang, yang beda agama, menuding, menuduh, serta memberi label teroris kepada Muslim/mah. Mereka, bisa menerima Muslim/mah apa adanya dan tanpa label apa pun. Itulah penerimaan dan menunjukan kasih yang universal terhadap sesama manusia.

Bagaimana dengan Indonesia!?

Mungkin saja label seperti di/dalam foto di atas, ada pada banyak orang Indonesia; dan hal itu diperparah munculnya orang serta ormas radikal, rasis, intoleran. Mereka selalu muncul dengan wajah tak bersabat plus bahasa kekerasan.  Tentu, model dan tampilan seperti itu, sangat merugikan umat Islam lainnya, yaitu mereka yang ramah serta bersahabat.

Agaknya, teman-teman Muslim/mah ramah dan bersahabat perlu "melakukan hal serupa" dalam rangka membangun kesetaraan yang bermartabat, tanpa harus dikotori dengan sentimen-sentimen pembedaan terhadap sesama.

Tapi, mungkinkah ...!?

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun