Kesadaran spiritual membantu pemimpin menjaga keseimbangan dan perspektif dalam menghadapi tantangan. Ini juga memberikan landasan moral yang kuat, yang sangat penting dalam mengambil keputusan yang etis dan bertanggung jawab. Selain itu, waspada terhadap lingkungan sekitar berarti pemimpin harus peka terhadap perubahan dan kebutuhan yang ada di sekitar mereka. Mereka harus mampu merespons dengan cepat dan tepat terhadap berbagai situasi yang muncul, baik dalam konteks internal organisasi maupun eksternal.
2. Atetambo yen Wus Bucik
"Atetambo yen Wus Bucik" berarti jangan sampai berobat setelah luka, yang artinya seorang pemimpin harus proaktif dalam menyelesaikan masalah sebelum menjadi besar. Prinsip ini mengajarkan pentingnya antisipasi dan pencegahan. Seorang pemimpin yang efektif harus mampu mengidentifikasi potensi masalah sejak dini dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah masalah tersebut berkembang menjadi krisis.
Proaktif dalam kepemimpinan juga berarti selalu mencari cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja, baik secara pribadi maupun dalam konteks organisasi. Pemimpin harus memiliki visi ke depan dan kemampuan untuk merencanakan tindakan strategis yang akan membantu mencapai tujuan jangka panjang. Ini juga melibatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan mengatasi tantangan dengan cepat dan efisien.
3. Awya Mematuh Nalutuh
"Awya Mematuh Nalutuh" berarti menghindari sifat angkara dan perbuatan nista. Seorang pemimpin harus menjaga moralitas dan etika dalam setiap tindakannya. Prinsip ini menekankan pentingnya integritas dan perilaku etis sebagai landasan kepemimpinan yang baik. Pemimpin harus selalu bertindak dengan jujur, adil, dan transparan, serta menghindari tindakan yang merugikan orang lain atau melanggar norma-norma etika.
Menghindari sifat angkara berarti seorang pemimpin harus menahan diri dari perilaku yang didorong oleh nafsu dan ambisi yang berlebihan. Mereka harus mampu mengendalikan keinginan pribadi yang dapat merugikan orang lain atau organisasi. Etika dalam kepemimpinan mencakup tanggung jawab untuk selalu bertindak dengan cara yang menghormati hak-hak dan martabat semua individu yang terlibat. Ini juga berarti menegakkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil.
4. Kareme Anguwus-uwus Owose Tan Ana
"Kareme Anguwus-uwus Owose Tan Ana" berarti menghindari kemarahan tanpa alasan. Pemimpin harus mampu mengendalikan emosi dan tidak mudah marah. Prinsip ini mengajarkan pentingnya pengendalian diri dan kestabilan emosional dalam kepemimpinan. Emosi yang tidak terkendali dapat merusak hubungan, menciptakan ketegangan, dan mengurangi efektivitas kepemimpinan.
Pemimpin yang baik harus memiliki kemampuan untuk tetap tenang dan terkendali dalam menghadapi situasi yang menekan atau menantang. Mereka harus mampu mengelola emosi mereka dengan baik, tidak hanya untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain, tetapi juga untuk membuat keputusan yang rasional dan objektif. Kemampuan untuk mengendalikan kemarahan dan emosi negatif lainnya adalah tanda kedewasaan emosional yang sangat penting dalam kepemimpinan.
Kesimpulan