Mohon tunggu...
Rahman
Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Menulis apa yang saya suka, siapa tahu kamu juga suka. Twitter: @oomrahman.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Bernafas Bebas

16 April 2021   22:38 Diperbarui: 16 April 2021   22:40 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari eja kerinduan macam apa saja yang hanya Ramadan sanggup sajikan: Puasa, berbuka bersama, salat tarawih, sahur on the road, bersilaturahmi, dan beragam aktivitas khas lainnya yang berlangsung di banyak tempat.

Hanya terjadi pada satu bulan dalam setahun, Ramadan menjanjikan pahala berlipat ganda dari kegiatan ibadah rutin kita. Amalan sunah, diganjar pahala setara ibadah wajib. Kelipatannya bisa sampai 700 kali lebih banyak.

Rutinitas tahunan yang sayangnya untuk kedua kali terganggu virus Covid-19. Apa yang normal perlu ditambah 'new' di depannya. Semua perlu membiasakan diri dengan selalu menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi.

Membawa perlengkapan salat sendiri. Tersedianya handsanitizer di masjid pada semua sisi. Masker yang menempel di mulut membuat senyum tertutupi. Jabatan tangan yang kalau perlu mesti dihindari.

Beribadah dengan shaf tidak rapat. Tarawih berlansung tanpa ada ceramah dari ustad. Untuk hal yang seolah sudah menjadi lazim, kita terpaksa tidak lagi dapat.

Kegiatan berbuka bersama paling tepat justru dilakukan lewat video telekonferensi. Mudik Lebaran 2021 begitu membingungkan, karena ada larangannya tapi untuk berwisata boleh saja. Keleluasaan kita selama ini mesti terbatasi dengan program Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang alih bentuk dari PSBB.

Tentu ini bukan pengalaman pertama kali. Tahun lalu, mudik dilarang. Kegiatan mengumpulkan orang dalam jumlah besar juga tidak diperbolehkan. Dalam melakukan ibadah, sebaiknya #DiRumahAja.

Okelah, semua bisa teratasi. Bahkan mungkin ibadah jadi berkualitas berkat kebiasaan baru ini. Juga pasti ada saja, kebiasaan sebelumnya yang membuat kita perlu koreksi. Semisal, SOTR yang terbukti beberapa kali berujung rusuh. Selama pandemi, polisi melarang aktivitas ini untuk mencegah penularan virus.

Kerinduan Baru

Bagaimana kalau nyatanya apa yang paling dirindukan justru bukan berupa kegiatan? Melainkan kehadiran sosok orang yang terpaksa berpulang karena virus yang gagal kita redam?

Entah apa rasanya menjalani Ramadan dengan kehilangan dua orang tua hanya dalam dua minggu sebelum puasa. Kehilangan suara anak dan suami yang terhantam virus. Umur manusia memang takdir Allah SWT. Hanya orang yang bertakwa yang mampu menerima ketentuan-Nya.

Tentu pandemi bukan baru kali ini saja terjadi. Dikutip dari Suara Muhammadiyah, setidaknya ada tiga wabah besar dalam sejarah Islam:

- Wabah shirawih

Terjadi pada 627-628 M yang terjadi di Kota Ctesiphon (sekarang Irak). Momen yang memunculkan banyaknya riwayat-hadits tentang wabah Nabi Muhammad selepas hijrah ke Madinah pada 622 M.

- Wabah amwas

Berlangsung pada zaman kekhalifahan Umar bin Khatab, sekitar 17-18 Hijriah. Sebanyak 25.000 pasukan muslim yang sedang berperang dengan Bizantium tewas karena wabah ini. Penyebabnya kutu yang terinfeksi bakteri dan terbawa serangga.

Menghadapi kenyataan berat ini, Umar berucap, "Kita berpindah dari satu takdir Allah ke takdir Allah yang lain".

- Wabah black death 

Tercatat lebih dari 200 juta orang tewas karena wabah yang berlangsung pada abad ke-14 Masehi. Menghantam Eropa, Asia, dan Afrika dengan tanda awal meludah darah, demam tinggi, dan mual sampai meninggal. Masjid terpaksa ditutup dan salat Jumat ditiadakan.

Dari tragedi ini, sebagai muslim kita perlu merespons wabah penyakit dengan paradigma:

1. Wabah adalah keberkahan dan kesyahidan dari Allah, serta hukuman bagi orang yang ingkar (kafir)

2. Orang Islam tidak boleh meninggalkan dan/atau memasuki wilayah yang terpapar wabah,

3. Allah SWT yang mengirimkan penyakit sehingga menimbulkan sikap pasrah berserah.

Kerinduan kita kepada Ramadan tahun ini nyatanya begitu substansial: Bisa bernafas bebas tanpa perlu takut apa-apa. Melepaskan masker untuk saling lempar senyum dan bisa berjabat tangan seperti sedia kala. Dapat berinteraksi langsung saat bersilaturahmi yang memperpanjang umur.

Melepas lega dengan orang terkasih. Nihil khawatir tersambar virus.

Sumber: Suara Muhammadiyah/Kompas/Detik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun