Mohon tunggu...
Rahman
Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Menulis apa yang saya suka, siapa tahu kamu juga suka. Twitter: @oomrahman.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Rute Satu Windu Karier Etheridge

24 Agustus 2018   18:02 Diperbarui: 24 Agustus 2018   23:30 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Neil Etheridge, pemain Filipina pertama di Premier League. Foto: Twitter @premierleague.

Dua kali laga semifinal Piala AFF 2010, Neil Etheridge dua kali kebobolan dari Christian Gonzales. Dua kali berjumpa, Filipina kalah dengan skor identik 0-1. Berselang delapan tahun kemudian, dua laga pembuka Premier League 2018-19, Etheridge dua kali menepis penalti meski Cardiff City baru dapat poin kesatu. Etheridge adalah pemain Asia Tenggara pertama, spesifiknya Filipina, di Premier League. Impresif.

The Bluebirds, julukan Cardiff City, terseok di peringkat ke-16. Runner-up Divisi Championship musim lalu ini sekali kalah di laga pembuka melawan Bournemouth 0-2 dan imbang nihil gol dengan Newcastle United. Di sini peran Etheridge krusial menghentikan nasib buruk menjadi lebih buruk untuk Cardiff.

Tepisan penalti ke sisi pojok kiri gawangnya atas sepakan menyusur tanah Callum Wilson di menit ke-34 meredakan momentum Bournemouth yang telah unggul 1-0 sepuluh menit sebelumnya. Laga melawan Newcastle lebih gilang-gemilang untuk kiper berusia 28 tahun ini. Newcastle yang mengincar tripoin perdana, mendapat penalti di menit 90+7 setelah bola menyilang Yoshinori Muto mengenai tangan skipper Cardiff, Sean Morrison.

Kenedy menjadi algojo di titik putih, menembak ke tengah, dan Etheridge kembali menuliskan sejarah. Sebagai debutan di divisi tertinggi sepak bola Inggris, Etheridge menjadi kiper kedua yang melakukan tepisan penalti setelah terakhir kali terjadi atas nama kiper Tottenham Hotspur Erik Thorsvedt pada 1992. Poin perdana Cardiff di Premier League musim ini.

Delapan tahun berselang dari malam pilu di Stadion Gelora Bung Karno, karier Etheridge akhirnya melesat. Dia mentas di liga terbaik di dunia sembari menunjukkan kapasitasnya sebagai penjaga gawang brilian pada awal musim. Merujuk laku ikhtiar Etheridge berkorban menyelamatkan kariernya, waktu satu windu terasa cepat untuknya meraih status pesepak bola tersukses Asia Tenggara saat ini.

Terlahir di Enfield, London dari ayah seorang Inggris dan ibu asli Filipina, Etheridge meniti ilmu sepak bola di akademi Chelsea sedari sembilan tahun. Dia menembus skuat U-16 Inggris saat berpartisipasi di turnamen Victory Shield tahun 2005. Menginjak usia 15 tahun, dia pindah ke tim junior Fulham bertujuan mencari pengalaman syukur-syukur tembus tim utama secara reguler setelah tanda tangan kontrak profesional pada 2008.

Kesempatan main tidak kunjung menyapa, sekalipun tidak benar-benar tertutup rapat. Sekali dia membela The Cottagers saat bersua tim Denmark Odense Boldklub di ajang Europa League 2011-12. Sisanya? Menjadi kiper pelapis Mark Schwarzer saja sudah bangga.

Periode paling sulit datang selama Fulham meminjamkannya ke klub semenjana dalam rentang tahun 2008-2014. Klub non-liga Leatherhead sempat dia sambangi tanpa hasil positif. Peminjaman ke Charlton Atheltic, Bristol Rovers, dan Crewe Alexandra tidak pula mengubah peruntungannya. Puncak frustasi karier Etheridge memuncak lima bulan setelah dilepas Fulham pada 2014 akibat tidak ada klub yang mau menampung.

"Aku menjual rumah dan mobil. Aku berjarak sepekan dari pulang kampung ke Filipina," ingat Etheridge tentang momen putus asanya dipacak The Guardian.

Sepanjang tanpa klub, dia bahkan perlu membayar untuk sekadar berlatih dengan Charlton. Kedekatannya dengan pelatih kiper The Addicks memuai harapannya direkrut ke Stadion The Valley. Etheridge sabar menunggu sampai akhirnya dia sadar harapannya palsu.

Barang kali Etheridge telah membayangkan apa yang dia lakukan sekembalinya ke Filipina. Dia bisa menyeriusi pekerjaan sebagai model pakaian dalam, profesi lain yang juga meningkatkan ketenaran. Juga mempercepat proyek pendirian sekolah kiper miliknya. Mungkin dia merumput bersama klub-klub lokal semacam San Beda FC, Meralco Manila, atau Davao Aguilas. Sementara terus berharap ajang bienial Piala AFF segera datang memberi aroma kompetitif.

Di mata orang Filipina, sepak bola tidak berada di level animo yang sama dibanding olahraga 3B, biliar, basket, dan boxing (tinju). Mereka tidak seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam yang menjadi destinasi klub-klub Premier League menyapa penggemar sebelum kompetisi mulai. Bagaimanapun rendahnya animo kepada sepak bola, Filipina selamanya cukup menjadi tempat Etheridge bersandar. Dia siap merelakan kerja kerasnya sedari kecil tidak terbayar tuntas berganti pencarian hidup kedua di Shangri-La bernama Filipina.

"Menjadi model sesungguhnya bukan keahlian khusuku. Namun aku suka mempromosikan produk, itu berkaitan dengan sport," pungkas Etheridge kepada BBC. 

Telepon berdering. Panggilan datang dari Oldham Athletic, memintanya bergabung sebagai kiper penghangat bangku cadangan. Ah, derita tidak kunjung berakhir. Dia hanya bermain sekali melawan Preston North End di turnamen klub gurem Johnstone's Paint Trophy. Rumah dan mobilnya kadung terjual, Etheridge mesti hidup di sofa teman yang masih punya kebaikan hati. Nestapa dan rudin.

Entah iba atau apa, Charlton memberi peluang sekali lagi bagi Etheridge tidak lama dari laga versus Preston itu. Kiprahnya hanya separuh musim di Divisi Championship 2014-15, itupun sebatas memperebutkan posisi kiper kedua dengan Nick Pope yang kelak membela skuat Inggris pada Piala Dunia 2018. Telepon Oldham dan kontrak kedua singkat Charlton nyatanya sangat memengaruhi detak jantung karier sepak bola Etheridge.

Musim 2015-16 dia berkarier di League One (divisi ketiga) bersama Walsall. Momentum terbangun di sini. Di musim pertama, kepercayaan dirinya meningkat seiring kerja sama dengan pelatih kiper Neil Cutler yang berjasa menaikkan level kemampuannya. Pada musim keduanya bersama The Saddlers, Etheridge membukukan 12 kali nirbobol dalam 44 laga sekaligus menempatkan Walsall nyaman di papan tengah.

Perlu diperhatikan, sebelum membela Walsall, Etheridge punya jumlah penampilan laga internasional lebih banyak daripada jumlah laga di level klub. Memang aneh, tapi akhrnya Etheridge mengoptimalkan kesempatan. Pembuktian.

Bantuan Neil Warnock

Telepon Oldham, kontrak kedua singkat Charlton, dan pembuktian di Walsall. Episode selanjutnya giliran Neil Warnock yang berkontribusi menaikkan derajat kariernya. Terakhir kali terlihat di Premier League saat babak belur bersama Crystal Palace pada musim 2014-15, Warnock sempat kehilangan selera dengan sepak bola setelah istrinya Sharon mengidap kanker pada awal 2016. Setelah kembali ke skena divisi dua bersama Rotherham United, Warnock memimpin Cardiff yang pasang target promosi ke Premier League.

Etheridge menjadi salah satu rekrutan pertama Cardiff mengawali musim 2017-18. Seperti pengalaman terdahulu, Etheridge diboyong sebagai kiper serep melapis Lee Camp yang cedera. Ketahanan mental Etheridge menunjukkan pembuktian lanjutan. Dia sukses berperan sebagai instrumen penting selaku kiper nomor satu Cardiff meraih promosi kedua ke Premier League.

Torehan 19 laga tanpa kemasukan Etheridge menjadi bukti sahih betapa krusialnya kiper bertinggi badan 188 centimeter ini. The Bluebirds menggantikan Swansea City yang degradasi sebagai perwakilan Wales di divisi tertinggi sepak bola Negeri Elizabeth. Untuk Warnock yang seutuhnya percaya kemampuan Etheridge, mendapati promosi keempat kalinya ke Premier League  sebagai manajer.

Bagaimana dengan Lee Camp? Setelah sembuh cedera dia dipinjamkan ke Sunderland, kini bermain di Birmingham City, dan tiada sekalipun membela Cardiff setelah diangkut dari Rotherham bersama Warnock.

Etheridge kini berada di atas roda pedati kariernya. Menjadi pilihan pertama Cardiff, dipuja sebagai orang Asia Tenggara satu-satunya yang main di Premier League, menggagalkan dua penalti, mencatat delapan penyelamatan berujung satu poin Cardiff, dan didaku sebagai kiper dengan perolehan poin tertinggi sementara di permainan Fantasy Premier League (FPL). Bahkan dia tidak percaya dengan capaian terakhirnya itu, karena terbukti malah memilih David De Gea sebagai kiper utama tim FPL miliknya, sementara dia dicadangkan dirinya sendiri (seperti biasa).

"Itu bukan sepak bola kalau tiada kritik. Selalu ada yang meragukan dan mempertanyakan kualitasmu, tapi kamu harus melewatinya. Musim lalu fantastis untukku. Aku masih belajar dan tentu saja aku bukan artikel tuntas," kata Etheridge menyikapi karier berkeloknya seperti dilansir The Guardian.

Dia bangga menjadi orang Filipina dan membela tim nasionalnya. Keputusannya memperkuat Filipina sedari 2008 dia syukuri sebagai hikmah tatkala kariernya mandeg. Setidaknya dia tahu selalu ada tempat untuknya bersandar. Pada negeri yang sepak bolanya baru masuk peta persaingan regional di tahun 2010 setelah melakukan kebijakan naturalisasi, Etheridge muda mendapati pengalaman mahal mentas di pertandingan besar berjubel puluhan ribu penonton.

Etheridge saat bermain di semifinal Piala AFF 2010, Jakarta. Foto: Kompas.com.
Etheridge saat bermain di semifinal Piala AFF 2010, Jakarta. Foto: Kompas.com.
Ilustrasi duelnya melawan Indonesia yang digambarkan di paragraf pertama memang sangat memengaruhi mental Etheridge. Piala AFF 2010 selamanya berkesan di benak anak Melissa Dula ini. Dia percaya, kiprahnya bersama Azkals  berpengaruh signifikan membantunya melewati masa-masa sulit sebagai pemain profesional.

"Indonesia mengalahan kami melalui dua laga, tapi keduanya dimainkan tandang karena kami tidak punya fasilitas bermain. Kami bermain di depan 85.000 penonton di laga pertama dan 100.000 pasang mata pada perjumpaan kedua. Itu sesuatu yang tidak pernah aku lupakan," kenang Etheridge kepada BBC.

Pelajaran untuk Kebijakan Naturalisasi

Dari kisah Etheridge banyak pelajaran yang bisa dipetik bagi seorang pesepak bola ataupun federasi sepak bola suatu negara. Soal persistensi menyikapi curamnya jalan karier sudah tentu poin yang bisa ditekankan. Dia tidak memilih jalur mudah dengan segera pulang ke kampung halaman berisiko menurunkan level permainan.

Darah campuran yang mengalir di tubuh Etheridge memungkinkannya memilih tim nasional terbaik untuk dirinya. Terbaik bukan melulu soal prestasi, tapi kesempatan mengembangkan diri. Meskipun sempat menolak saat ditawari pertama kali oleh Presiden Federasi Sepak Bola Filipina (PFF) Jose Mari Martinez pada 2008, Etheridge akhirnya luluh juga setelah Phil Younghusband meyakinkannya membela Azkals. Etheridge muda mendapati pengalaman tiada permanai ditonton ratusan ribu pasang mata yang menempa mentalnya.

Setelah menerapkan kebijakan naturalisasi, Filipina yang memang bukan negara sepak bola sukses menembus semifinal Piala AFF tiga kali beruntun sejak 2010. Mereka untuk pertama kalinya menembus Piala Asia 2019, turnamen yang akhirnya diikuti lagi negara Asia Tenggara setelah empat negara jadi tuan rumah bersama di edisi 2007. Pencapaian yang menempatkan Azkals di posisi 113 pada pemeringkatan FIFA April 2018, tertinggi sepanjang sejarah mereka.

Filipina memang punya banyak opsi mendapatkan pemain keturunan untuk dinaturalisasi. David Alaba lahir dari rahim ibu seorang Filipina dan ayah Nigeria, sampai akhirnya memilih negara kelahirannya Austria untuk dibela. Kiper ketiga Prancis yang meraih trofi Piala Dunia 2018, Alphonse Areola punya kedua orang tua asli Filipina yang migrasi ke Paris. Seandainya Areola memilih Filipina, betapa tangguhnya Azkals untuk sektor kiper.

Etheridge sadar sekalipun merumput di Premier League, dia bukan olahragawan nomor satu di negara itu. Masih ada sosok legendaris Manny Pacquiao dari ring tinju. Bahkan ketika Etheridge banting tulang di laga Newcastle, pebasket Cleveland Cavaliers yang tampil di laga final NBA, Jordan Clarkson membawa bendera Filipina saat defile kontingen atlet Asian Games. Menunjukkan profilnya sebagai pemain aktif bernama paling mentereng di cabang olahraga basket benua kuning.

Dari kasih Etherdige juga, federasi sepak bola suatu negara yang turut menerapkan kebijakan naturalisasi patut mengkaji ulang apa yang telah mereka lakukan. Pemain keturunan yang menimba ilmu sepak bola dari negara maju lalu berjanjang karier mumpuni jelas perlu diperhatikan seksama. Misalnya, perkembangan karier Emil Audero di Juventus patut dipantau perkembangannya, toh ceritera Radja Nainggolan yang pensiun dini setelah tidak dipilih masuk ke skuat Belgia untuk PD 2018 tidak bisa diabaikan begitu saja bagi seorang pemain.

Perlu kesabaran dan daya tawar tinggi membujuk pemain-pemain keturunan di luar negeri, seperti banyak tersebar di Belanda ataupun Qatar. Sembari tidak lupa pembinaan berjenjang berkualitas tinggi dalam negeri. Toh setelah kebijakan naturalisasi juga prestasi tetap memble dengan 'baru' sebatas dua kali jadi runner-up Piala AFF dan tidak main di Piala Asia, sesuatu yang sudah dicapai sejak dulu. Malah yang ada gandrung obral kewarganegaraan kepada pemain asing yang kian dimanjakan regulasi kompetisi nasional.

Etheridge jelas hanya peduli pada kariernya yang tengah moncer di Premier League. Pekan ini mereka menyambangi tim juru kunci Huddersfield, tentu dengan harapan Etheridge kembali nirbobol. Setelah melewati momen bermuram durja, Etheridge siap terus bikin bangga negaranya dan Cardiff City yang turut memasang iklan "Visit Philippines' di stadion mereka. Rahman Fauzi.

Profil

  • Nama: Neil Leonard Dula Etheridge
  • Tempat, tanggal lahir: London, 7 Februari 1990
  • Kebangsaan: Filipina
  • Posisi: Kiper
  • Tinggi: 188 cm

Karier senior:

  1. 2008-2014 Fulham
  2. 2008-2009 Leatherhead (pinjaman)
  3. 2011 Charlton Athletic (pinjaman)
  4. 2012 Bristol Rovers (pinjaman)
  5. 2013-14 Crewe Alexandra (pinjaman)
  6. 2014-15 Oldham Athletic
  7. 2014 Charlton (pinjaman)
  8. 2015 Charlton
  9. 2015-17 Walsall
  10. 2017 -... Cardiff City

Prestasi

  1. 2017-18 Peringkat dua Divisi Championship (promosi ke Premier League)
  2. 2018 Pemain Filipina pertama di Premier League

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun