Mohon tunggu...
Rahman
Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Menulis apa yang saya suka, siapa tahu kamu juga suka. Twitter: @oomrahman.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"A Youth Not Wasted": Bukti Sahih Pee Wee Gaskins Mewarisi Pop Punk!

6 April 2016   03:40 Diperbarui: 6 April 2016   12:45 3445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dochi dan Pee Wee Gaskins mengerjakan album baru dengan proses panjang. Foto: Surya F.A."][/caption]Banyak hal yang berubah selama periode waktu sedari Pee Wee Gaskins merilis album penuh kedua bertajuk Ad Astra Per Aspera pada 2010 sampai album ketiga mereka, A Youth Not Wasted rilis Maret 2016. Band 5 Seconds of Summer masih belum terbentuk, lalu menjadi seleb Youtube, merilis album, menjadi mondial, dan Pee Wee Gaskins membuka konser mereka di Jakarta. Di sepak bola, Spanyol masih menjadi negara yang menjuarai Piala Dunia dan Mario Goetze entah ada di mana. Gubernur DKI Jakarta masih dijabat Fauzi Bowo (yang Pee Wee Gaskins dukung di Pilgub DKI Jakarta 2012 dan kalah).

Waktu enam tahun nyatanya cepat bergulir. Banyak terjadi perubahan di sana-sini, tanpa terkecuali Pee Wee Gaskins juga alami. Dalam album Ad Astra Per Aspera, mereka band yang mencoba menjangkau khalayak luas dengan lagu-lagu berbahasa Indonesia, rutin tampil di acara musik pagi, dan tembang "Dari Mata Sang Garuda" diputar di mana-mana.

Dalam portofolio band yang dihuni Sansan (vokal/gitar), Dochi (vokal/bass), Omo (Keyboard/vokal), Ayi (gitar/vokal), dan Aldy (drum) bertambah catatan kesempatan bermain di luar negeri. Mereka menjalani tur di Filipina, bermain di pentas Summer Sonic 2012, dan tampil di program TV Jepang Asia Versus episode #14. Mereka punya logo band yang pasti, setelah sebelumnya hanya doyan memodifikasi logo-logo brand lain.

Secara personal, empat dari lima personel mereka sudah menikah. Coba lihat saja, ada nama buah hati di amplifier kedua gitaris. Lalu, empat dari lima personel mereka juga punya merek clothing line masing-masing. Urusan penyewaan studio juga tidak ada lagi, karena punya sendiri. Oh, betapa banyak hal berjalan signifikan dalam waktu enam tahun.

Beragam produk silih berganti datang mendukung kiprah mereka, mulai dari produk yang lazim seperti pakaian, sampai produk yang tidak terbayangkan seperti vaporizer. Tato dan piercing bertambah, sementara gaya pakaian dan warna rambut terus berubah. Ya tentu saja mencoba sadar usia juga. Ini paling penting, karena bersamaan dengan itu muncul tuntatan untuk bersikap dewasa sebagai sosok yang menginspirasi anak muda lewat musik.

Pee Wee Gaskins sekarang bukan lagi pemuda yang seenaknya memutar gitar di pundak dan gagal tertangkap. Bukan juga pemuda yang bernyanyi, menyenggol jatuh mikrofon, dan membiarkannya. Tentu saja mereka masih bisa melakukannya, tapi kalau itu terjadi, poni yang menutupi mata tidak lagi bisa menjadi alasan.

Perubahan itu pula yang membuat A Youth Not Wasted amat dinantikan. Apalagi, album Epilog yang rencanya rilis pada 15 Juni 2013 urung terwujud. Single “Nikmati Hari” yang sudah ada video klipnya, beserta dua lagu remix dan remake lagu “You Throw The Party We Get The Girls” yang direncanakan mengisi album tersebut, tidak jadi hadir. Batal, tanpa ada kejelasan.

Ternyata semua tidak semudah yang dikira. Dochi yang memang sering menjadi ‘otak’ dalam band ini bercerita di blog-nya bahwa mereka enggan merilis album ketiga dengan hasil setengah matang. Mereka enggan seandainya album ketiga ada hanya sebagai upaya menutup kontrak dengan Alfarecords, label yang menaungi mereka saat itu.

Dalam klausul kerja sama Pee Wee Gaskins dengan Alfarecords tercantum kesepakatan, “3 album dan atau 4 tahun”. Inilah yang menjadi sebab wacana Epilog sempat dihembuskan. Jalinan hubungan keduanya memasuki tahun keempat, tapi album ketiga belum ada juga. Urusan ini beres sampai Pee Wee Gaskins memperjuangkan DVD Ad Astra Per Aspera yang merekam launching party album tersebut sebagai ‘album ketiga’. Label menyetujui, kontrak tuntas, dan mereka fokus mengerjakan album baru yang lebih matang daripada Epilog.

[caption caption="Album penuh ketiga Pee Wee Gaskins, A Youth Not Wasted menjadi artefak upaya pewarisan pop punk yang mereka lakukan. Sumber gambar: inheritpoppunk.com"]

[/caption]“There was nothing new about that album. The sound we made, the songs we played, the graphics, the concept, nothing interested me personally. We needed something more, we needed something fresh, so we waited for so long to prepare for a new release,” ungkap Dochi di blog miliknya.

Di sela-sela tanpa album, mereka merilis tiga entitas pendek (EP). Ada You and I Goung South EP (2012), The Transit EP (2013), dan Extended Play (2014). Dua EP terakhir rilis secara digital dengan biaya berupa twit saja. Ketiga EP tersebut jelas mampu memberi kepuasan dan membayar kerinduan. Apa lagi, sejak pertama kali eksis pada 2007, PWG punya reputasi sebagai band yang rilis album setiap tahun. EP Stories From Our Highschool Years EP muncul 2008, disusul The Sophomore (2009), dan Ad Astra Per Aspera hadir setahun berikutnya.

Sialnya di sisi lain, ketiga EP ini justru semakin membuat penasaran dan kerinduan memegang rilisan fisik sama sekali tidak terbayarkan. Meskipun You And I Going South EP direkam pada cakram padat, tapi EP ini memang dibuat untuk dijual di Jepang. Sekalipun ada di Indonesia, jumlahnya kelewat terbatas dengan harga yang sama dengan harga yang dijual di Jepang. EP dibuat tanpa penyensoran, revisi, dan dengan biaya mereka sendiri meski masih dibawah naungan label.

Rasa penasaran semakin menjadi-jadi, sampai akhirnya tersadar sudah begitu lama waktu berjalan tanpa ada album baru. Saat melepas EP 2014, kalimat A Youth Not Wasted diumumkan secara resmi pertama kali sebagai judul album penuh mereka nantinya. Judul album muncul, tanpa ada tanggal perilisan yang pasti. Saat merayakan ulang tahun ketujuh di Rossi Fatmawati, lagu “Sassy Girl” muncul dalam setlist mereka. Mereka begitu enteng membocorkan materi album baru ketika rasa penasaran tentang Epilog kenapa bisa batal dan nama A Youth Not Wasted yang mendadak naik ke permukaan.

Ketika kanal Sound From The Corner (SFTC) merekam aksi mereka, apa yang mereka bocorkan jauh lebih gila lagi. Lima lagu dalam album A Youth Not Wasted dimainkan, padahal rencana awal hanya memainkan lagu-lagu masa lampau yang jarang ditampilkan. Rasa bahagia tapi heran mestinya berputar kencang di kepala penggemar mereka saat menonton video itu pertama kali.

Selepas tampil di SFTC, kelanjutan A Youth Not Wasted tetap saja membingungkan. Lagu baru sering dimainkan tanpa pengumuman kapan sebenarnya waktu perilisan. Saat mentas di acara “Walk Together Rock Together” milik Alone at Last pada akhir Mei 2015, mereka bilang progress album mencapai 90%, terdapat 15 lagu, dan dirilis secara independen.

Namun tidak lama kemudian, sekitar pertengahan tahun, malah muncul foto mereka bernegosiasi dengan label raksasa, Universial Music Indonesia di media sosial. Singkat cerita, mereka memutuskan bergabung dengan major label tersebut. Tentu mengherankan, mengingat mereka sering bilang menjadi indie lagi. Sekaligus juga menghadirkan beberapa pertanyaan seandainya mereka bergabung dengan major label.

Apakah A Youth Not Wasted bisa rilis atau malah bernasib seperti Epilog? Bagaimana dengan materi yang sudah dibuat? Apakah dirombak dan album bakal berisi banyak lagu berbahasa Indonesia supaya mudah diterima masyarakat umum? Apakah penantian tentang album baru semakin bertambah panjang jika itu semua terjadi? Apakah mereka kembali ke acara musik pagi di televisi dan berlaga manis melihat selusin pembawa acara adu mulut mencari tawa?

Ketidakjelasan akhirnya terjawab. Saat mentas di JakCloth Year End Sale 2015, Dochi mengumumkan album rilis Maret 2016. Kali ini sama sekali tidak melenceng. Tanggal 4 Maret 2016, penantian penggemar bakal terbayar bersamaan dengan kelegaan mereka pula. Selepas rilis, Dochi berkisah dengan proses panjang mengapa penggarapan A Youth Not Wasted begitu memakan waktu lama.

Memuaskan
Dengan materi yang sudah rilis pada tiga EP sebelumnya plus lagu-lagu baru yang pernah dimainkan, akhirnya A Youth Not Wasted hadir. Keputusan merilis album ini dengan bantuan Universal terasa tepat karena dukungan maksimal di masa-masa awal. Single perdana “Kertas dan Pena” yang gres terputar serantak di radio-radio pada 10 Februari.

Hubungan PWG dengan label saat ini memang dalam masa ‘bulan madu’. Mereka diberi kesempatan menjadi opening act konser 5SOS yang tentu saja menuai kembali animo beragam media massa tentang mereka. Malam pesta perilisan album dilakukan dengan liar dan tanpa jarak dengan penggemar yang didahului jumpa pers pada sore harinya. Tur radio di Bandung, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur mereka sabet sebagai promosi album.

“Kalau misalnya kami (disebut) memutuskan untuk kembali ke major label, (jawabannya) enggak, tapi (disebut) kami memutuskan masuk ke Universal, iya. Banyak beberapa poin yang menguntungkan untuk kami, networking kami jadi lebih bagus dibanding kalau harus jalan sendiri,” ungkap Dochi kepada Hai. Sejauh ini segalanya berjalan mulus.

Bagaimana dengan materi album? Sejak memulai kiprah di dunia musik, mereka dikeluhkan sebagai band yang punya bebunyian synthesizer menusuk kuping, musik yang anak sekolahan, dan diasosiasikan mirip banyak band. “Ah, mirip New Found Glory banget”, “Sama kayak Four Year Strong”, “Kaya Blink-182”, “Ini sih Motion City Soundtrack sama The Get Up Kids.” Dll. Sampai akhirnya membingungkan juga sebenarnya mirip siapa karena terlalu banyak dimirip-miripkan.

[caption caption="Eksplorasi musik pop punk Pee Wee Gaskins lakukan di album baru. Foto: entertainment.kompas.com"]

[/caption]Nampaknya mereka mencerna kritik itu dan bersikap sewajarnya. Di album ini, pendewasaan mereka maknai betul. Bukan dalam bentuk memperlambat tempo musik, tapi bagaimana mereka sadar untuk menempatkan segala sesuatunya secara tepat.

Mungkin contohnya dalam kasus-kasus ini. Pukulan drum yang seharusnya tidak terlalu kencang dan tempo tak usah ngebut-ngebut amat. Bunyi synthesizer yang tepat guna tanpa perlu mendominasi sepanjang lagu. Lirik nakal yang silakan saja dimasukkan, tapi sepatutnya diselipkan secara elegan. Sahut-sahutan vokal yang menarik, tapi tetap dilantukan dengan ketenangan.

Soal mirip dengan band lain? Mereka seakan-akan memberi kepuasan dengan orang yang hobi memirip-miripkan lagu mereka dengan lagu ini-itu. Seolah-olah ada pelarangan eksplorasi referensi. Di sini mereka tidak hanya memainkan pop punk zaman keemasan Green Day dan Blink-182 saja, tapi menggali semuanya. Bukan juga mencari dengan keras bentuk absolut musik mereka, karena nantinya juga bakal disama-samain juga. Mereka mencoba berpikir induktif, dari khusus ke umum, pada album ini. Benang merahnya jelas, pop punk.

Tiada yang lebih jenius untuk mereka lakukan selain menempatan “Teriak Serentak” di urutan pertama. Sebuah lagu hardcore punk yang menghantam telinga dan menendang tepat di pantat. Sebagai trek perdana, lagu ini memberi beberapa pesan secara implisit: tentang citra Pee Wee Gaskins yang dewasa tapi tidak lupa cara bersenang-senang, beragam unsur pop punk bakal anda temukan di trek setelahnya, dan jangan pernah meragukan pemahaman mereka tentang genre musik yang mereka warisi. Trek yang begitu mengingatkan pada NOFX dan Blink-182 di masa Cheshire Cats dan Dude Ranch.

Keterlibatan Bagoes dari Final Attack melanjutkan kebiasaan mereka bekerja sama dengan rekan musisi independen dalam penggarapan musik. Di album sebelumnya ada Heru (Shaggy Dog) dan Zendi (The Authentics) yang turut terlibat. Secara tema, “Teriak Serentak” mengambil tongkat estafet lagu-lagu bertopik ‘semangat dan jangan menyerah hadapi hidup’, seperti “Berdiri Terinjak”, “Hadapi Dunia”, “Melihat Ke Depan”, dan “Aku Bukan Musuhmu”. Sayangnya, ini satu-satunya tema yang kontras di antara lagu lain yang bercerita patah hati akibat putus hubungan percintaan.

Lagu kedua berjudul "Just Friends". Sebuah lagu yang mengalami aransemen ulang meski sudah punya tiga versi (akustik, full band versi The Transit EP, dan orkestra). Lagu ini satu-satunya lagu berbahasa Inggris yang masuk setlist membuka konser 5SOS dan saat manggung di Taman Buaya Beat Club TVRI.

Sulit tidak menganggap lagu ini spesial setidaknya untuk Dochi yang membuat liriknya. Berat pula untuk tidak percaya kalau lagu ini mempunyai sebuah kesan, karena Dochi beberapa kali dalam tulisan di blognya mengakui banyak menulis lirik sebagai sarkasme. Dia pernah berkisah kalau saat dia menjalin sebuah hubungan dan merasa begitu bahagia, dia malah sulit menulis lirik. Ada kalimat nakal di lagu ini, “Twenty minutes i’ve spent lying on the floor, don’t you know how long i’ve been standing here knocking at your door?” Dia berbaring, tapi berdiri dan mengetuk sebuah pintu? Ah!

Trek selanjutnya, “Kertas dan Pena” yang begitu logis menjadi single album ini. Penggunaan diksi yang menarik dalam lirik menjadi bukti Dochi memang cukup baik dalam menulis. Setidaknya untuk sebuah band pop punk. Bagian reff kelewat simple dengan satu kalimat yang diulang. Struktur lagu yang jelas baru dan tidak salah untuk dicoba. Sayang, video klip lagu ini terasa kurang maksimal meski bekerja sama dengan clip maker senior, Oleg Sanchabakhtiar. Terkesan ‘gelap’ untuk sebuah lagu yang nyaman di telinga.

Baru pada "Here to Stay" di trek keempat, musik Pee Wee Gaskins yang seperti sedia kala di saat semua biasa saja bisa ditemukan. Tipe lagu yang lazim mereka mainkan pada EP Stories from "Our Highschool Years" dan album "Welcoming The Sophomore". Bunyi synthesizer mendominasi lagu, tapi dalam kadar dan volume wajar. Pertama kali dimainkan ke publik saat bermain di Hai Demos, Sabtu, 13 Februari 2016.

Eksplorasi musik mereka lakukan kembali di trek berikutnya. Hubungan mereka dengan Total Fat, dkk. Di skema musik Jepang cukup memengaruhi mereka membuat lagu beraliran Japanese punk. Lagu "Sassy Girl" penuh entakan drum gesit dan melodi gitar nyaring mirip Dustbox. Hai menjadikan lagu ini sebagai bonus dalam edisi “Pop Punk Issues” mereka tahun lalu. Lagu bonus tersebut mendapat sentuhan Scott Sellers dari Rufio dalam proses mixing.

Sansan dan Omo menyebut kalau sebenarnya lagu ini untuk side project mereka berdua bersama seseorang bernama Harry. Namun, karena proyek tersebut urung berjalan dan Pee Wee kembali masuk studio, lagu ini mengisi album. Sebenarnya cukup menggugah rasa penasaran seandainya keduanya membuat proyek lain dengan materi seperti ini. Selain “Sassy Girl”, lagu “Here to Stay” dan “Sad Song Sing Along” di trek kedelapan juga Sansan dan Omo buat.

Setelah diajak mengebut oleh “Sassy Girl”, lagu akustik yang teduh berjudul “Serotonin” berputar. Berkolaborasi dengan Gania ‘Billfold’, lagu ini mengingatkan dengan lagu “On A Day Just Like This” di album The Sophomore yang melibatkan vokal perempuan juga. Namun, jika biasanya lagu akustik Pee Wee Gaskins petikan gitar terasa menonjol, justru di lagu “Serotonin” teknik vokal yang berat menjadi penarik atensi utama.

Kedua penyanyi saling bersahut-sahutan seperti berdialog dengan penuh rasa frustrasi dan putus asa. Meski berjudul “Serotonin”, sebuah hormon yang memberikan rasa bahagia, nyatanya lagu ini tidak bercerita hubungan yang penuh romansa. Sejak ditampilkan di video SFTC, lagu ini disama-samakan dengan lagu Neck Deep (ft. Laura Whiteside) – “A Part of Me” dan The Story So Far – “Clairvoyant”. Bagian reff, “Let’s spill another bottle of wine...” punya kemiripan dengan “I like her ‘cause she’s smart...” pada “A Part of Me” milik Neck Deep. Setiap lagunya disama-samakan, setiap itu pula Dochi kira-kira menjawab “Lu aja tahunya itu doang”. Enteng.

Tembang "You and I Going South" ternyata masuk ke album ini. Lagu yang bisa menemani saat hubungan kandas di tengah jalan. Tidak berubah secara signifkan dari versi yang sebelumnya. Rasa kekikinian muncul dalam lagu “Sad Song Sing Along”. Lagu yang begitu ‘pop punk hari ini’. Ini satu-satunya materi yang belum pernah dimainkan atau dirilis ke publik sebelum album rilis.

Dua lagu yang mengisi The Transit EP “Jumping Jupiter” dan “Berbagi Cerita” menutup album. “Jumping Jupiter” terdengar sedikit lebih nyaman dari versi sebelumnya. Sementara “Berbagi Cerita” yang baru cukup berubah drastis dengan dihilangkannya lirik lagu New Found Glory – “It’s Not Your Fault” di bagian awal lagu. Tentu memang sulit memasukkan itu karena bakal berurusan dengan hak cipta. Pada versi The Transit EP hal itu terasa memungkinkan, karena mereka tidak di bawah naungan label.

Dua lagu itu meninggalkan lagu “No Strings Attached” yang terdapat di The Transit EP tapi tidak masuk di album ini. Mereka menyebut lagu ini memiliki kesamaan karakter dengan “Jumping Jupiter”. Namun, sekalipun lagu itu bisa masuk mungkin judulnya bakal diubah, karena terkaitcopyrightjudul film.

Hal ini pernah terjadi dengan lagu “Remember The Titans” di EP Stories from Our Highschool Years yang berganti judul menjadi “Heartbreak Can Be A Good Business” di album The Sophomore. Jangan lupa juga soal sensor yang kemungkinan besar menjadi alasan lagu “No Strings Attached” adalah satu-satunya lagu dari dua EP terakhir yang tak ikut serta di sini.

Mengemas ulang lagu setelah sebelumnya dirilis memang mereka pernah lakukan pada pengerjaan album The Sophomore. Ketika itu, empat lagu di EP pertama mereka mengalami aransemen ulang. Hanya lagu “You Throw The Party We Get The Girls” dan “The Art of Highschool Break Up” yang tidak diikutsertakan kembali.

Sebenarnya sah-sah saja seandainya mereka melakukan itu. Namun rasanya bakal lebih mengejutkan kalau lagu-lagu tersebut disimpan dan benar-benar diletakkan di album yang paling tepat. Jatuhnya, lagu aransemen ulang tersebut menemui nasib dibanding-bandingkankan dengan lagu versi sebelumnya.

Ilustrator Nukui Bogard dari Jepang yang pernah menggarap ilustrasi dan desain album band seperti NOFX, Lagwagon, dll. berkesempatan bekerja sama dengan PWG. Selain dia, ada juga ilustrator Kamil yang mengerjakan sebagiannya. Cukup terasa perbedaan antara ilustrasi saat Pee Wee Gaskins tampil di depan para zombi dengan ilustrasi mereka pada bagian ucapan terima kasih. Walaupun tidak berpengaruh besar, perbedaan cita rasa desain dalam satu artwork album bisa sedikit menimbulkan rasa aneh bagi yang jeli memperhatikan.

Secara tema lagu, album ini cenderung homogen. Kisah percintaan yang tidak berjalan sesuai ekspektasi begitu mendominasi. Ceritanya seputarfriendzone, ditinggal pergi kekasih, gagal mendapatkan gebetan, putus cinta, dan menghindar dari orang yang tidak lagi diinginkan. Album The Sophomore dan Ad Astra Per Aspera jauh lebih kaya dari segi tema.

Di sana banyak lagu dengan tema yang jarang musisi lain angkat. Seperti soal masa-masa sekolah, ego anak muda dalam pencarian jati diri, memaknai nasionalisme, kontemplasi pertambahan usia saat berulang tahun, dinamika kota mereka tinggal, ajakan untuk semangat menjalani kehidupan, dan bahkan tentang orang tua yang wafat. Mungkin berada dalam fase kehidupan menjalani keluarga dan meninggalkan masa muda membuat mereka memilih membahas kisah cinta dengan sudut pandang demikian.

Berbanding terbalik dengan tema, penciptaan lagu dan lirik kali ini justru tidak didominasi Dochi saja. Memang di album Ad Astra Per Aspera, Sansan, Ayi, dan Omo sudah membuat lagu, tapi porsinya sedikit. Pergantian instrumen Ayi dari bass ke gitar menimbulkan efek baik dalam proses penciptaan lagu. “Teriak Serentak”, “Kertas dan Pena”, dan “Jumping Jupiter” buah dari idenya.

Sansan yang sebelumnya hanya membuat lagu “Jakarta is A Mistake” di Ad Astra Per Aspera, kali ini bersama Omo menggarap tiga lagu yang sudah disebut di atas. Selain tiga lagu tersebut, Omo nyatanya bersama Dochi turut mengkreasi lagu “You and I Going South”. Mereka mengakui memang rasa pede membuat lagu muncul dalam album ini. Itulah yang membuat setiap lagu punya gaya kontras satu sama lain, meski dari segi tema cenderung seragam.

Judul A Youth Not Wasted menandakan mereka memang menjalani masa muda yang tidak sia-sia. Mereka berkarier di bidang yang mereka sukai, menyampaikan pesan lewat medium yang didengar banyak orang, dan menjadi sosok yang dilihat oleh anak muda lainnya.

Tentu menyenangkan. Namun, judul A Youth Not Wasted juga bisa dipahami sebagai simbol bahwa mereka telah meninggalkan fase tersebut secara sadar, entah lebih banyak bahagia atau sedihnya. Hal yang jelas, mereka mengerti mesti bergerak maju. Menyambut bahagia atau kegetiran dalam bentuk yang lain.

Mudah menyebut album ini sebagai album terbaik yang mereka buat. Terasa wajar mengingat proses pembuatan yang panjang dan sedari awal diniatkan digarap sampai mencapai titik puncak kepuasan. Namun tetap sulit mengesampingkan bahwa materi yang ada sudah rilis dan dimainkan di beberapa kesempatan. Ini menjadi kelemahan yang terlalu kentara untuk diakui.

Tidak apalah, setidaknya kehadiran album ini jelas memberi kelegaan bagi mereka dan siapa saja yang terkait. Bagaimanapun, A Youth Not Wasted sama sekali tidak sia-sia, karena memang dikerjakan dengan segala jerih payah yang mereka punya.

Album yang begitu menyenangkan. Mirip seperti menjalani masa muda dengan bahagia dan proses bertumbuh menjadi dewasa yang penuh dinamika. Pee Wee Gaskins melakukan itu semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun