Mohon tunggu...
Rahman
Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Menulis apa yang saya suka, siapa tahu kamu juga suka. Twitter: @oomrahman.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"A Youth Not Wasted": Bukti Sahih Pee Wee Gaskins Mewarisi Pop Punk!

6 April 2016   03:40 Diperbarui: 6 April 2016   12:45 3445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sialnya di sisi lain, ketiga EP ini justru semakin membuat penasaran dan kerinduan memegang rilisan fisik sama sekali tidak terbayarkan. Meskipun You And I Going South EP direkam pada cakram padat, tapi EP ini memang dibuat untuk dijual di Jepang. Sekalipun ada di Indonesia, jumlahnya kelewat terbatas dengan harga yang sama dengan harga yang dijual di Jepang. EP dibuat tanpa penyensoran, revisi, dan dengan biaya mereka sendiri meski masih dibawah naungan label.

Rasa penasaran semakin menjadi-jadi, sampai akhirnya tersadar sudah begitu lama waktu berjalan tanpa ada album baru. Saat melepas EP 2014, kalimat A Youth Not Wasted diumumkan secara resmi pertama kali sebagai judul album penuh mereka nantinya. Judul album muncul, tanpa ada tanggal perilisan yang pasti. Saat merayakan ulang tahun ketujuh di Rossi Fatmawati, lagu “Sassy Girl” muncul dalam setlist mereka. Mereka begitu enteng membocorkan materi album baru ketika rasa penasaran tentang Epilog kenapa bisa batal dan nama A Youth Not Wasted yang mendadak naik ke permukaan.

Ketika kanal Sound From The Corner (SFTC) merekam aksi mereka, apa yang mereka bocorkan jauh lebih gila lagi. Lima lagu dalam album A Youth Not Wasted dimainkan, padahal rencana awal hanya memainkan lagu-lagu masa lampau yang jarang ditampilkan. Rasa bahagia tapi heran mestinya berputar kencang di kepala penggemar mereka saat menonton video itu pertama kali.

Selepas tampil di SFTC, kelanjutan A Youth Not Wasted tetap saja membingungkan. Lagu baru sering dimainkan tanpa pengumuman kapan sebenarnya waktu perilisan. Saat mentas di acara “Walk Together Rock Together” milik Alone at Last pada akhir Mei 2015, mereka bilang progress album mencapai 90%, terdapat 15 lagu, dan dirilis secara independen.

Namun tidak lama kemudian, sekitar pertengahan tahun, malah muncul foto mereka bernegosiasi dengan label raksasa, Universial Music Indonesia di media sosial. Singkat cerita, mereka memutuskan bergabung dengan major label tersebut. Tentu mengherankan, mengingat mereka sering bilang menjadi indie lagi. Sekaligus juga menghadirkan beberapa pertanyaan seandainya mereka bergabung dengan major label.

Apakah A Youth Not Wasted bisa rilis atau malah bernasib seperti Epilog? Bagaimana dengan materi yang sudah dibuat? Apakah dirombak dan album bakal berisi banyak lagu berbahasa Indonesia supaya mudah diterima masyarakat umum? Apakah penantian tentang album baru semakin bertambah panjang jika itu semua terjadi? Apakah mereka kembali ke acara musik pagi di televisi dan berlaga manis melihat selusin pembawa acara adu mulut mencari tawa?

Ketidakjelasan akhirnya terjawab. Saat mentas di JakCloth Year End Sale 2015, Dochi mengumumkan album rilis Maret 2016. Kali ini sama sekali tidak melenceng. Tanggal 4 Maret 2016, penantian penggemar bakal terbayar bersamaan dengan kelegaan mereka pula. Selepas rilis, Dochi berkisah dengan proses panjang mengapa penggarapan A Youth Not Wasted begitu memakan waktu lama.

Memuaskan
Dengan materi yang sudah rilis pada tiga EP sebelumnya plus lagu-lagu baru yang pernah dimainkan, akhirnya A Youth Not Wasted hadir. Keputusan merilis album ini dengan bantuan Universal terasa tepat karena dukungan maksimal di masa-masa awal. Single perdana “Kertas dan Pena” yang gres terputar serantak di radio-radio pada 10 Februari.

Hubungan PWG dengan label saat ini memang dalam masa ‘bulan madu’. Mereka diberi kesempatan menjadi opening act konser 5SOS yang tentu saja menuai kembali animo beragam media massa tentang mereka. Malam pesta perilisan album dilakukan dengan liar dan tanpa jarak dengan penggemar yang didahului jumpa pers pada sore harinya. Tur radio di Bandung, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur mereka sabet sebagai promosi album.

“Kalau misalnya kami (disebut) memutuskan untuk kembali ke major label, (jawabannya) enggak, tapi (disebut) kami memutuskan masuk ke Universal, iya. Banyak beberapa poin yang menguntungkan untuk kami, networking kami jadi lebih bagus dibanding kalau harus jalan sendiri,” ungkap Dochi kepada Hai. Sejauh ini segalanya berjalan mulus.

Bagaimana dengan materi album? Sejak memulai kiprah di dunia musik, mereka dikeluhkan sebagai band yang punya bebunyian synthesizer menusuk kuping, musik yang anak sekolahan, dan diasosiasikan mirip banyak band. “Ah, mirip New Found Glory banget”, “Sama kayak Four Year Strong”, “Kaya Blink-182”, “Ini sih Motion City Soundtrack sama The Get Up Kids.” Dll. Sampai akhirnya membingungkan juga sebenarnya mirip siapa karena terlalu banyak dimirip-miripkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun