saya berkesempatan untuk ikut kelas matrikulasi program MM  disalah satu perguruan tinggi swasta di jogja  diantaranya di refresh tentang pelajaran teori ekonomi mikro dan makro pelajaran 29 tahun lalu saya terima di bangku S1
dalam renungan saya apapun mazab teori ekonomi  (klasik maupun Modern)  pada prinsipnya memdewakan 2 hal  yaitu mencari keuntungan sebanyak2 nya  dengan menggunakan pendekatan Efektifitas dan Efisiensi
anehnya dalam salah satu diskusi sempat juga di bahas tentang warung vs XXXXMart
saya jadi teringat pengen nulis ini sejak lama yg terbengkalai karena tugas lainnya
waktu kecil  simbah saya mengajari 2 hal tentang kegiatan Ekonomi
1  belilah ditetangga sebelah berpapun harganya   dan jualah dengan keuntungan seminim mungkin jika pembeli adalah tetangga dekatmu
2 Jangan mencari keuntungan sebanyak banyaknya  (murko-Tamak) secukupnya saja dengan jujur menyampaikan informasi produk dan barang jualan mu
 contoh fenomen diatas masih saya jumpai sampai sekarang.  kalo sempat jalan2 di jogja di jalan suryoputran keraton   kalo pagi ada jualan gudeg mbak saring   menunya  nasi yg cukup kenyang, telor, tahu, suwiran daging ayam, krecek  dengan rasa yg cukup istimewa  cuma dihargai 14 ribu  untuk tetangga  untuk yg lain 15 ribu (kalo dihitung pakai kalkulator ekonomi modern bakal error).
beberapa pedagang simbah2 juga melakukan hal yg sama walau dagangannya laris dan habis di jam 10 pagi  tapi tidak ingin menambah omset  dengan alasan  Gantian dengan orang lain dan tidak merebut rejeki orang  ..... intinya adalah mencari keuntungan sewajarnya untuk menambah kadang(teman/saudara) sebanyak banyak nya
Apakah salah mendapati laba sebesar2 nya,  menurut saya kalo tujuannya mencari laba sebesar2 nya  akan mengeksploitasi semua resources dan berpikiran jangka pendek  seharusnya laba sebagai akibat dari kepuasan stake holder.Â
sejarah mengingatkan kita terhadap sumber minyak, tambang, Â batu bara, kayu/hutan yang dikuras habis dan meninggalkan PR lingkungan bagi generasi mendatang
jika kita tidak mendewakan keuntungan yg sebesar besarnya maka medan kompetisi ekonomi bukan lagi Harga tetapi lebih kepada qualitas dan service dan yg lebih penting adalah memperhatikan kearifan lokal  dan lingkungan disamping itu  menempatkan kompetitor bukan sebagai musuh yg harus di matikan melainkan mitra yg saling mendukung Â
Apakah salah menggunakan dalil  Efisiensi dan efektiftas dalam menilai sesuatu. Â
kembali lagi kalo tujuannya mendewakan efisiensi dan efektifitas maka kita tidak mengenal keluarga , teman tetangga dan bangsaÂ
 dalam kondisi sekarang hampir tidak ada barang dan jasa produk bangsa ini yg bersaing dengan produk luar  baik dari segi harga, kualitas dan kontinyuitas sehingga lebih efisien dan eknomomis  mengimport  dari pada memproduksi sendiri...walau sumber daya alam melimpah  hampir pasti kita tidak bisa membuat industri hulu,  karena kalah bersaing dari segi modal dan ukuran bisnisnya dengan negara china
Jika pemahaman ini tidak segera di koreksi baik ditingkat individu, keluarga maupun bangsa maka saya kok pesimis dengan perkembangan ekonomi kita kedepan  yg hanya di drive oleh konsumerisme dengan jalan mengimpor  artinya kita sebagai pasar bukan podusen yg menikmati nilai tambah
Ekonomi Kebangsaan harus diatas faham efisiensi dan efektifitas. artinya walaupun "lebih mahal" dan "tidak sebagus produk Asing"  hasil anak bangsa harus  diberi kesempatan untuk hidup.  Â
Pada tahun 2005 ketika saya dipercaya untuk menjadi project manager pengadaan software IT di salah satu Bank, Â saya meyakinkan managemen untuk memilih vendor lokal yg dari penilaian tim pengadaan memang memiliki score tertinggi, walau tidak mudah untuk meyakinkannya. Â dan Vendor lokal yg diberi kesempatan akhirnya bisa go international. Â
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengingatkan diri kita terhadap pilihan model ekonomi serta sebagai masukan untuk menjadi arah ekonomi nasional kita, jargon CINTAILAH PRODUK INDONESIA hanya menjadi lipstik (gincu) untuk pemanis bibir belaka. Â Tanpa keberpihakan baik pemerintah, masyarakat dan individu Â
NOTE Â ada gak sih contoh produk yg 100 persen buatan indonesia (bahan, teknologi, dikerjakan oleh rakyat) Â salah satunya adalah minyak klentik (kelapa)Â