Mohon tunggu...
Kopral Jabrik
Kopral Jabrik Mohon Tunggu... Dosen - diisi apa?

Menjadi wartawan sejak pertengahan dekade 1970an. Mulai dari reporter Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta, di bawah bimbingan Hadjid Hamzah (almarhum). Sempat aktif di Gelora Mahasiswa (UGM), menulis di Majalah Q (Bandung), Majalah Psikologi Anda (Jakarta), menjadi wartawan Kompas (tahun 1980an, dibimbing oleh AM Dewabrata), redaktur pelaksana Harian Jayakarta, kepala biro Harian Suara Pembaruan (dekade 1990an), produser pemberitaan di SCTV, dosen jurnalistik dan manajemen di Universitas Sahid, Universitas Pelita Harapan dan Universitas Bhayangkara.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Investasi Bodong

31 Januari 2017   12:29 Diperbarui: 31 Januari 2017   12:49 2358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di sebuah desa yang dipimpin Lurah ada seorang Lelaki yang mempunyai tiga orang anak dengan harta uang tunai sebanyak Rp 19 M tepat. Ketika dalam kondisi kritis mendekati ajalnya, sang Ayah membagikan warisan kepada ketiga anaknya dengan pesan:

  • 1/4 utk anak pertama,
  • 1/2 utk anak kedua,
  • 1/5 utk anak ketiga.

Syaratnya: nilai yang diterima masing2 anak harus genap dan utuh dalam satuan miliar. Tidak boleh dipecah.

Setelah itu sang ayah meninggal dunia. Seluruh penduduk desa berkabung. Seusai mengurus pemakaman, tiga anaknya yang kebetulan sangat memerlukan uang karena pengeluaran yang sangat banyak dan mereka sedang dililit utang, berusaha membagi warisan sesuai pesan ayah mereka. Tapi mereka menemukan kesulitan dan keganjilan dalam membagi warisan lelaki. Sulit menghasilkan bilangan yang utuh dalam satuan miliar. Menurut perhitungan,  

  • 1/4 x Rp 19 M = 4,75 M
  • 1/2 x Rp 19 = 9,5 M
  • 1/5 x Rp 19 = 3,8 M

Jika porsi pembagian sesuai dengan pesan Lelaki tersebut dituruti, maka setiap pewaris akan mendapatkan bagian warisan yang tidak utuh dalam satuan M dan masing-masing anak tidak ada yang bersedia mengalah. Hal itu jelas bertentangan dengan syarat pembagian waris yang ditegaskan oleh ayah mereka sebelum menghembuskan nafas terakhir. Yakni harus utuh dalam satuan miliar rupiah.

Terjadilah krisis karena masing-masing pihak berusaha mendapatkan bagian uang secara utuh dalam satuan miliar dari harta peninggalan sang ayah berjumlah Rp 19 M. Ketiga anak tersebut cakar-cakaran dan hampir saling membunuh. Lurah, sebagai kepala desa, berusaha ikut memecahkan masalah tersebut. Namun gagal mencari solusi dan tidak berhasil mendamaikan ketiga anak itu. Masyarakat desa terpecah menjadi tiga kubu dan saling mengintai satu sama lain.

Bantuan

Kabar tentang pertengkaran mereka terdengar oleh seorang Pengusaha kawakan. Dia buru-buru bongkar tabungan istrinya dan ambil uang Rp 1 Miliar. Kemudian Pengusaha pergi ke lapangan, terbuka, mengumpulkan semua khalayak desa. Termasuk ketiga ahli waris, para mahasiswa, para orangtua, para karyawan, para stakeholders dll. Sambil menunjukkan rasa duka atas wafatnya sang ayah dan sikap prihatin akan hal krisis yang timbul akibat kematian Lelaki, akhirnya Pengusaha mengumumkan dirinya gtelah menyumbang Rp 1 M buat penyelesaian krisis mereka.

Pengusaha juga menyatakan bersedia dengan ikhlas menyumbangkan waktunya buat ikut menangani krisis pewarisan. Sehingga jumlah uang warisan dan uang 'sumbangan' Pengusaha menjadi Rp 20M. Para ahli waris tentu menyambutnya dengan gembira. Diajaknya Komunikator, teman lamanya dalam bisnis di masa lalu. Lalu dibentuklah Komisi Kompeng, yang sebetulnya cuma singkatan dari Komunikator dan Pengusaha.

Joko Bodo

Joko Bodo, seorang penduduk desa, mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan bersikap kritis menyambut uluran tangan pengusaha. Tetapi Komunikator bergerilya dan diam-diam menyebarkan isu. “Jangan percaya pada bacot dia, bacotnya tidak disekolahin,” kata Komunikator kepada masyarakat.

Kemudian Kompeng meminta agar Lurah lengser keprabon, dengan alasan masyarakat sudah ditak percaya lagi pada kepemimpinan kepala desa itu. Lurah diminta cari duit saja buat pembangunan desa, sedang kas desa dikelola oleh Kompeng. Setelah itu Kompeng sibuk mengatur sana-sini di desa itu. Tiap hari selalu ada perubahan yang mereka lakukan. Sejumlah staf kelurahan mundur karena gerah melihat tingkah polah Kompeng berdua.

Angket Misleading

Tidak hanya itu. Kompeng juga meminta beberapa utusannya mengedarkan angket kepada masyarakat. Isinya menanyakan (1) apakah masyarakat menginginkan penyelesaian krisis dan (2) apakah perlu dibentuk perwakilan masyarakat guna ikut menyelesaikan krisis itu. Tentu saja, jawaban masyarakat terhadap pertanyaan seperti itu sudah bisa ditebak dari awal. Yakni, masyarakat setuju penyelesaian krisis dan masyarakat merasa perlu dibentuk perwakilan guna ikut membantu menyelesaikan krisis.

Hasil angket yang jawabannya sudah bisa ditebak itu, dijadikan alasan oleh Kompeng buat membentuk perwakilan masyarakat. Kompeng dan para pengikutnya berdalih agar ada wakil masyarakat yang ikut membantu mereka dalam mengatur desa dan mengawasi para ahli waris. Alasannya, supaya masing-masing anak betul-betul terjamin mendapat bagian warisan yang utuh dalam satuan Miliar dan dalam porsi sesuai yang diwasiatkan almarhum sang ayah sehingga pembagian Rp 19 M itu bisa dituntaskan.

Motivasi Mulia

Setelah berhasil menakuti-nakuti Lurah sehingga Lurah lengser, maka Kompeng mendaulat diri menjadi penguasa desa sekaligus likuidator dan kurator urusan harta warisan Lelaki. Sementara Pengusaha sibuk mengatur segala sesuatu dari perhitungan bisnis, Komunikator mencari pasar bagi kursus-kursus motivasi yang digelutinya. Secara bergilir, masyarakat dilatihnya bermotivasi. Diberinya pemahaman tentang motivasi guna mencapai tujuan hidup. Ada motivasi gaya kuda yang penuh ambisi dan nafsu, motivasi gaya kalajengking yang soliter namun mematikan, motivasi gaya tikus yang menggerogoti sedikit-demi-sedikit tapi tidak kentara, serta motivasi gaya kodok yang selalu menginjak ke bawah dan menjunjung ke atas.

Pengusaha dan Komunikator bahu-membahu. Kompeng betul-betul bertindak sebagai dewa penolong, dan mengumumkan mereka hanya akan mengambil sisa pembagian waris jika nilainya kurang dari atau sama dengan Rp 1M. Jika sisa pembagian waris lebih dari Rp 1M, maka kelebihannya akan disumbangkan secara ikhlas bagi perwakilan masyarakat. Sungguh tampak mulia tindakan Kompeng berdua.

Lagi-lagi keputusan dan pengumuman itu dianggap sebagai kabar baik dan angin surga. Sebagian besar masyarakat menyambut gembira pengumuman itu dan menilai Kompeng atau Pengusaha dan Komunikator adalah utusan para dewa yang dikirim ke dunia. Lagi-lagi Joko Bodo berusaha mengingatkan agar masyarakat tetap bersikap kritis mengawal segala kebaikan yang ditawarkan Kompeng.

Pengumuman dan sikap mulia Kompeng disambut para para penggembira  dengan tepuk tangan riuh-rendah. Para anggota kelompok yang dipercaya sebagai wakil masyarakat pun ikut gembira, karena mereka merasa diberi kepercayaan oleh utusan dewa. Anak-anak Lelaki yang menjadi ahli waris juga setuju dengan rencana-rencana Kompeng yang dianggap hebat itu. Buat para ahli waris, yang penting warisan segera dibagikan karena mereka sudah sangat terdesak oleh keperluan uang.

Berhasil

Maka dengan disaksikan oleh kelompok perwakilan, para mahasiswa, para orangtua, stakeholders dan seluruh masyarakat; Kompeng berdua mulai membagi harta warisan yang kini berjumlah Rp 20 M. Kompeng meyakinkan semua pihak bahwa mereka akan membagikan warisan sesuai pesan almarhum Lelaki:

  • 1/4 utk anak pertama,
  • 1/2 utk anak kedua,
  • 1/5 utk anak ketiga.
  • Syaratnya pun akan dipenuhi: nilai yang diterima masing2 anak harus genap dan utuh dalam satuan miliar. Tidak boleh dipecah.

Dan Kompeng menegaskan bahwa mereka hanya akan mengambil sisa pembagian waris dengan nilai maksimum Rp 1M. Jika ada kelebihan, akan disumbangkan buat kegiatan kelompok perwakilan dan para orang miskin. Tentu saja sikap mulia Kompeng disambut gembira dan Kompeng diabggap betul-betul utusan dewa.

Dengan kewenangan kurator dan likuidator maka Kompeng membagi waris. Anak pertama mendapat bagian 1/4 x Rp 20M = Rp 5 M

Maka orang-orang pun bertepuk tangan!

Anak yang kedua mendapat bagian 1/2 x Rp 20M = Rp 10 M.

Lagi-lagi semua orang bertepuk tangan!

Anak yang ketiga mendapat bagian 1/5 x Rp 20 M = Rp 4 M.

Semua hadirin bergemuruh memuji kelihaian Kompeng. Dengan demikian, seluruh harta peninggalan Lelaki senilai Rp 19 M sudah terbagi secara proporsional kepada semua ahli warisnya dengan satuan miliar yang utuh. Mari kita hitung kembali, jumlah yang dibagi ternyata Rp 5M (anak sulung) + Rp 10M (anak kedua) + Rp 4M (anak bungsu) = Rp 19M.

Lalu bagaimana?

Kembali modal

Akhirnya tersisa Rp 1M  dari pembagian waris itu. Sesuai dengan komitmen, maka uang Rp 1 M diberikan kembali pada Kompeng yang dinilai sangat bijak tersebut. Jadi, percayalah jika kita memberi dengan ikhlas dan lihai serta memiliki perhitungan cermat guna menjadi bagian dari solusi krisis, ternyata kita TIDAK AKAN KEHILANGAN sesuatu apa pun. Malah dinilai hebat karena bisa memberi manfaat bagi sesama yang sedang dilanda krisis. Seperti dalam kasus ini, walaupun sebenarnya sang Pengusaha itu seakan menyumbang Rp 1 M dan seakan tidak mengharap uangnya kembali, seolah Pengusaha telah ikhlas menjadi bagian dari solusi itu...., sebetulnya ia sudah menghitung secara cermat risikonya. Dan risiko itu nyaris nihil! 

Seluruh uang Pengusaha akhirnya didapatkannya kembali, sesuai dengan rencananya.

PESAN MORAL:

Berinvestasi, tidak berarti harus tanamkan modal. Terutama berinvestasi pada saat orang atau pihak tertentu sedang dilanda kesusahan. Contohnya, Pengusaha dan konco-konconya bisa atur desa dan membuat perubahan sana-sini, tanpa harus keluar duit atau mengurangi harta sepeser pun. Dan tanpa modal, Pengusaha bisa melengserkan Lurah serta menguasai desa!

Salam damai 

Bintaro, akhir Januari 2017

#JadiInvestorTanpaModal

#SokBeriSolusi

#SokJadiPenolong

#SokIkhlas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun