Tapi Hoedi masih bersyukur karena ia berdomisili di pinggir Jakarta. “Saya lihat banyak pasien dari luar kota yang berobat di Dharmais. Sekali datang kan harus dengan 2-3 orang pendamping. Coba bayangkan berapa biaya yang harus mereka siapkan buat perjalanan dan akomodasi selama berobat di Dharmais?” katanya.
Hoedi dengan segala kesederhanaan dan kelurusannya tetap jadi panutan banyak aktifis Yogya. Ia sempat menuturkan, sangat merasa diberkahi karena berhasil menyelesaikan tugas dan jabatannya tanpa cacat. Rumahnya di pojok jalan di Kompleks Batan Indah Blok D/40, Serpong, terbilang sangat sederhana buat seorang mantan Kepala Batan.
Saya bangga menjadi teman Hoedi. Seorang ilmuwan yang sederhana, birokrat yang tidak angkuh dan pejabat yang tidak kaya. Jalannya selalu lurus. Ia tidak punya keinginan yang terlalu muluk di sisa hidupnya. “Saya hanya berusaha memperbanyak amal dan mengurangi hal-hal yang harus dikurangi,” kalimat terakhir Hoedi yang diucapkan sebelum saya pamitan.
Selamat jalan, Mas Hoedi.
Merdeka!
Bintaro, 27 Juni 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H