Mohon tunggu...
Syahrani New
Syahrani New Mohon Tunggu... Jurnalis - Writeprener

Pemerhati Sosial Politik, Pegiat Literasi, dan Mahasiswa Magister Universtas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kontroversi Bulan Desember: Ucapkan Selamat Natal Halal

25 Desember 2019   15:20 Diperbarui: 25 Desember 2019   16:31 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Jika Kamu Memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertahankan itu bukan Allah, tapi Agama. Dan Pembuktian bahwa kamu mentauhidkan ALLAH, kamu harus menerima semua Makhluk, kerena begitulah ALLAH"  (Abdurrahman Wahid)

Desember Hari Kebahagiaan Umat

Seperti biasa bulan Desember menjadi bulan yang berkah dan terdapat hari kebahagiaan untuk Umat Kristiani, mereka merayakan hari kelahiran yang mereka anggap Tuhan Yesus, dalam Islam adalah Nabi Isa. Dan bisa jadi bulan Desember juga menjadi bulan berkah untuk umat Islam, karena terkadang hal ini bisa menjadi tema khusus khutbah jum'at, yang teriak-teriak hanya untuk mengatakan dan membawakan dalil bahwa mengucapkan Natal adalah Haram,  Mubaligh seperti mantan Danramil ya. Awas! Kalau tidak ikut saya ini Haram loh!.

Kita sudah tahu bersama bahwa persoalan diskursus tentang pengucapan selamat natal adalah sebuah  Produk intelektual yang tidak habis-habisnya perdebatkan, yang selalu ramai dibicarakan oleh para mubaligh khususnya ketika awal-awal bulan Desember dan selalu berkelindan pada persoalan halal dan haram saja tanpa menggunakan pisau analisis Konteks sosial-politik saat pengharaman itu digaungkan yang kira-kira abad 12,  diwakili oleh Ulama-ulama Periode Klasik yang ternama dan tersohor saat itu adalah  Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrania atau yang lebih populer disebut Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Penulis beranggapan memang dalam konteks ini selalu ada pergulatan pemikiran antara ulama periode klasik dan modern untuk mengambil sebuah  dalil haram atau tidaknya pengucapan tersebut. Kendatipun penulis tidak menyalahkan pendapat-pendapat tersebut, dan patut diacungi jempol bahwa pergulatan pemikiran ini sangat ilmiah, karena masing-masing membawa argumentasi yang dapat di pertanggung jawabkan. Akan tetapi mari kita tidak menjadikan pendapat kita sebagai alat menyerang orang lain yang berbeda dengan pendapat kita. Karena perbedaan adalah suatu keniscayaan, perbedaan adalah Rahmat, Tuhan menghendaki perbedaan, Mustahil untuk seragam dan Sebaik-baik persatuan adalah persatuan dalam perbedaan (unity In diversity, bhineka tunggal Ika).

Kondisi Sosial-Politik

Baiklah penulis akan berusaha pelan-pelan  memaparkan secara singkat kondisi sosial-politik saat Syaikhul Islam ternama Ibnu Taimiyah menjadi tokoh besar pada zaman itu. Beliau hidup di suatu masa yang terdapat banyak bid'ah dan kesesatan. Banyak isme-isme yang batil berkuasa. Semakin bertambah pula syubhat (racun pemikiran). Dan kebodohan, ta'ashub (fanatik) dan taqlid buta (mengikuti seseorang tanpa dalil) semakin tersebar. Pada saat itu pula, dari barat kaum muslimin diperangi oleh pasukan Tartar dan pasukan Salib (orang-orang Eropa) dan dari Timur mereka menerima serangan dari Dinasti Mongolia.

Melirik kondisi yang seperti di atas, umat Islam perlu mengambil sikap dengan tegas sebagai ligecy untuk membangun upaya Kekuatan dan kebanggaan akan Islam itu sendiri, dimana saat itu Umat Islam sedang berperang dengan umat kristiani dalam konteks perang salib sehingga tidak mustahil Umat Islam memunculkan sebuah pemikiran Pengharaman untuk mengucapkan selamat Natal dan memakai atribut agama lain.  Karena secara sosial-politik belum dimungkinkan rekonsiliasi, dan membutuhkan "kemoterapi" sangat lama untuk mengembalikan dialog-dialog agama dan perdamaian.

Jadi, Haram atau Tidak?

Jika merujuk pada pemikiran ulama-ulama klasik tersebut maka HARAM. Karena mereka juga punya dalil yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Bagi kelompok yang mengharamkan Meraka berpendapat ketika seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi 'Isa AS. Dan mereka menganggap bahwa Nabi 'Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata?

Padahal Allah Ta'ala telah berfirman,

"Bagimu agamamu, bagiku agamaku." (QS. Al-Kafirun: 6).
 Lalu bagaimana dengan pendapat diatas, berarti mereka tidak toleran dong dengan umat lain, bagi kelompok ini secara umum tidak ada hubungannya dengan toleransi. Mereka sangat toleran, namun ini karena ada kaitannya dengan Aqidah maka kemudian bagi mereka tidak ada kemungkinan untuk menegosiasikan pengucapan Natal tersebut karena bisa mengganggu Aqidah dan bisa-bisa mengarah kepada kekafiran.

Adapun yang memperbolehkannya, lalu kemudian keimanannya Rusak dan di vonis kafir? Bagi mereka yang mengucapkan selamat Natal, bukan berarti kita membenarkan Iman umat kristian, kita akan tetap berdiri pada iman kita, hanyalah bagian dari upaya untuk membangun harmonisasi, hubungan baik antar agama, karena ketika mengucapkan selamat bukan berarti kita mengakui sebagaimana mereka juga mengungkapkan selamat hari raya untuk umat Islam. Ini adalah sebuah hubungan timbal baik dalam berinteraksi antar umat beragama.

Lalu bagaimana berarti anda tidak menghormati ulama-ulama terdahulu?

Ya tidak juga. Ulama-ulama terdahulu sangat Cerdas dan membanggakan Umat Islam, hingga kini pemikirannya juga banyak di adopsi dan dikembangkan oleh ulama-ulama masa kini. Tapi kan zaman sudah berubah, dalam konteks ini umat Islam tidak berperang lagi, tidak ada sentimen keagamaan lagi, sehingga tidak perlu lagi masing-masing keras kepala. Karena keduanya sudah hidup berdampingan dalam bingkai ke Indonesian.

Salah satu dalil yang mereka gunakan ketika membolehkan mengucapkan selamat Natal itu adalah sbb;

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al Mumtahanah: 8)

Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin.  Dari dalil diatas mereka menganggap bahwa mengucapkan ucapan selamat hari natal adalah suatu bentuk perbuatan baik kepada orang-orang nashrani.

Pendapat Pemikir Kontemporer

Ulama-ulama yang banyak membolehkan mengucapkan perayaan natal ini, biasanya di wakili oleh ulama-ulama Modern, seperti Grand Syeikh Al-Azhar (Mesir), Syeikh Mustofa Zarqa (Mesir), Dr. Muhammad Abd Allah al-Syarqawi (Qatar), Syeikh Yusuf Qardawi (Mesir-Qatar), Syeikh Ali Jumuah (Mesir), Habib Ali Al-Jufri ( Yemen), Habib Umar Bin Hafiz (Yemen), Quraish Shihab (Indonesia), Buya Hamka (Indonesia), dan lain sebagainya.

Misalnya Grand Syeikh Al-Azhar Mesir dalam beberapa kegiatan selalu menegaskan  hubungan Islam-Kristen. Grand Syekh dalam pertemuannya beberapa waktu lalu  dengan Paus Fransiskus selalu berupaya untuk memperkuat dialog antar agama, memantapkan nilai perdamaian dan keharmonisan antar bangsa dan peradaban manusia.

Syeikh Dr. Yusuf al Qardhawi, ketua Ulama Islam sedunia dari Mesir menyampaikan pandangannya yang sangat menarik dan kontekstual, mengenai ucapan Natal untuk umat Kristiani.

 "Perubahan sistem pemerintahan dunia telah membuat saya berbeda pendapat dengan Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah  yang mengharamkan mengucapkan Natal kepada kaum Nasrani. Saya membolehkannya jika dalam situasi damai. Terlebih lagi bagi orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, tetangga, teman-teman kuliah atau kerja. Ucapan Natal kepada mereka merupakan bentuk "al-Birr" (kebajikan). Tuhan tidak melarang bahkan senang jika kita melakukan kebaikan dan bertindak adil. Apalagi jika mereka memberikan ucapan selamat kepada hari raya kita. Allah mengatakan : "Jika kamu memeroleh kehormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan cara yang lebih baik atau minimal dengan penghormatan yang sama"_ (Baca: Husein Muhammad)

Kesimpulannya penulis serahkan kepada pembaca. Yang terpenting adalah tidak saling menyalahkan apalagi saling mengkafir-kafirkan orang lain. Saling menghormati dan jaga persatuan bangsa, yang mengucapkan selamat Natal tidak menyalahkan yang tidak mengucapkan dan yang tidak mengucapkan juga tidak menyalahkan yang mengucapkan.

*Salam Akal Sehat*

 Jakarta, 25 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun