Mohon tunggu...
Ony Edyawaty
Ony Edyawaty Mohon Tunggu... Guru - pembaca apa saja

hanya seorang yang telah pergi jauh dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Merajut Makna Menjahit Rencana: Sebuah Upaya Transformasi Diri Menjadi Penggerak

13 September 2021   22:09 Diperbarui: 14 September 2021   07:25 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumentasi pribadi

Guru Penggerak bagi saya adalah sebuah peran di mana kita harus memberikan dampak bagi orang-orang di sekitar kita, Dampak ini harus terlihat, terkategori dan terukur.

Guru Penggerak memiliki kemiripan dengan influencer dalam versi pendidikan. Mereka yang sudah terpilih sebagai Guru Penggerak dan akan menjalani pendidikan selama sembilan bulan penuh, tentu bukanlah karakter-karakter kosong.

Bagaikan sebuah dinamit, di dalam kepribadian Guru Penggerak terdapat sebuah inti fusi yang akan menghasilkan ledakan besar.

Pada saatnya kelak, energi ini diharapkan mampu berperan bak lokomotif yang mampu menarik gerbong-gerbong penuh berisi penumpang menyongsong perubahan jaman. Karakter Guru Penggerak adalah mencintai dan selalu merasa tertantang pada sebuah perubahan.

Pada masa sekarang terlebih dengan belum tampaknya tanda-tanda pandemi Covid akan selesai, tatanan dunia hampir seluruhnya sedang bertransformasi. 

Terdapat hal-hal penting yang mengubah gaya komunikasi dan pola interaksi manusia, sejak diketahui virus ini sangat menular dan mampu menimbulkan efek yang fatal.

Interaksi memang terbatas secara fisik, namun terdapat kelompok-kelompok kecil yang berusaha membesar dalam ruang pemikiran atau ruang-ruang virtual di mana-mana.

Sekarang jamannya orang-orang berkumpul dengan Zoom meeting, jaringan internet tanpa henti dan gawai pintar sepanjang hari. 

Manusia secara fisik memang tersekat-sekat oleh batas wilayah dan tembok-tembok, namun secara non fisik, kita semua adalah sebuah kelompok besar yang siap hanyut bersama gelombang perubahan. 

Dunia mengecil dalam sebuah ukuran kotak kecil yang muat dalam satu genggaman tangan, namun daya jangkaunya membesar tiada terkira dalam waktu yang bersamaan.

Para Guru Penggerak menyadari sepenuhnya, gawai yang digenggam oleh murid-muridnya mampu membawa mereka dalam kecepatan dan jangkauan kognisi yang tidak terbayangkan.

Guru Penggerak, di disain menjadi pribadi yang lebih cepat, lebih tangkas dan pandai menyusun prioritas. Mereka harus bergerak dan belajar satu malam lebih cepat, beberapa tingkat lebih tinggi dan beberapa lompatan lebih jauh daripada para siswa dan komunitasnya. Jika tidak, maka bagaimana mungkin mereka mampu menarik gerbong-gerbong kereta api perubahan?

Kemandirian, menjadi nilai paling mendasar dalam diri setiap Guru Penggerak. Sebuah bentuk integritas terhadap apa yang diputuskannya baik atau tidak bagi dirinya sendiri.

Guru Penggerak mampu menilai dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) dengan tepat, menetapkan bagian perbaikan, melaksanakan aksi dan sepenuhnya bertanggung jawab terhadap hasilnya. Tanpa banyak intervensi, Guru Penggerak sejati secara berdikari akan mampu bergerak sendiri dan menggerakkan orang lain (siswa dan guru). 

Reflektif, adalah sebuah nilai keterampilan penting yang harus dikuasai oleh agen perubahan di bidang apapun, termasuk Guru Penggerak. Kemampuan reflektif bagaikan sebuah cermin jernih yang mampu menangkap dengan detil setiap lekuk benda dihadapannya. 

Dengan kejernihan yang sama, bayangan tadi diposisikan secara proporsional dengan kompetensi diri dan target pencapaiannya. Kemampuan reflektif setara dengan mawas diri.

Di dalamnya terdapat ketepatan dalam mengolah umpan balik dan memantulkannya dalam aksi, bagaikan cahaya matahari menguraikan titik-titik uap air menjadi spektrum warna pelangi yang indah.

Sisanya adalah nilai inovatif dan kemampuan berbagi (kolaborasi) dengan komunitasnya. Inovasi seorang Guru Penggerak bukan melulu pada hal-hal yang berbau "high tech" namun juga hal-hal "high touch".

Seorang Guru Penggerak mampu berinovasi dalam keadaan serba terbatas dengan bahan dan alat yang tersedia di sekitarnya. Sebagai contoh, dalam pembelajaran sains, seorang Guru Penggerak harus mampu memacu inovasi saat menjelaskan konsep dan fakta ilmiah tentang klasifikasi zat berdasarkan sifatnya.

Dia harus piawai membuktikan zat bersifat asam, basa atau garam dengan indikator alami dari ekstrak umbi dan bunga, alih-alih memakai kertas laksmus.

Pada konsep dan fakta ilmiah tentang pengaruh luas permukaan terhadap gaya tekan, misalnya. Seorang Guru Penggerak harus fasih menggunakan tanah liat sebagai pengganti plastisin, uang logam, paku, mata pisau, untuk menjelaskannya.

Konsep yang ditemukan oleh para siswanya harus bisa digiring secara aplikatif, misalnya mengapa kita nyaman menggunakan tas ransel dan sepatu beralas datar (kets) alih-alih memakai high heels atau tas sandang.

Di saat bersamaan, seorang Guru Penggerak juga mahir memilih dan menggunakan aplikasi teknologi dalam aksinya. Cerita tentang tuntutan dan tekanan yang tinggi bagi Guru Penggerak yang harus menyelesaikan tugas-tugasnya dalam format disain aplikasi digital, telah menjadi bagian penuh perjuangan dan jatuh bangun.

Begitu banyak kendala, meliputi peralatan, signal dan daya dukung sumber belajar. Di sinilah kolaborasi menjadi kunci.

Kepribadian yang terbuka, ramah dan menyenangkan (inklusif) adalah prasyarat bagi kolaborasi yang sukses. Guru Penggerak telah terdeteksi memiliki karakter ini pada serangkaian tahap seleksi dan inilah yang akan terus berkembang selama perjalanan pendidikannya. 

Berbagai keterampilan dan intuisi yang terus diasah dalam kerja kolaborasi akan membuat seorang Guru Penggerak lahir sebagai manusia baru yang resilien. Seseorang dengan daya lenting dan fleksibilitas yang baik dengan daya adaptasi yang luas.

Kesemuanya itu akan bermuara pada keberpihakan pada siswa. Untuk apa lagi semua nilai istimewa tersebut dikuasai seorang guru, jika bukan dipakai untuk melahirkan manusia-manusia unggul?

Para siswa yang diolah oleh para Guru Penggerak juga diharapkan sehebat gurunya. Mereka harus memiliki kecerdasan spiritual (beriman, bertakwa kepada Tuhan serta berakhlak mulia) mandiri, bergotong royong, berkeBhinnekaan global, bernalar kritis dan kreatif.

Relevansi Nilai dan Peran Guru Penggerak yang Futuristik dengan Nilai-Nilai Filosofis Ki Hajar Dewantara yang Cenderung Kuno

Bagaimana menarik benang merah antara nafas pendidikan modern yang dahsyat dengan gempuran digitalisasi dengan konsep Pendidikan ala Ki Hajar Dewantara yang "old fashioned"?

Bagaimana sebuah pemikiran yang berasal dari hampir satu abad yang lampau relevan dengan keadaan masa kini?

Bagian itu sangat menggoda untuk ditelusuri. Terdapat nilai-nilai abadi yang tidak lekang oleh terpaan dahsyat perubahan zaman. Nilai normatif yang berasal dari olah pikir dan rasa seorang manusia yang berakal budi akan tetap ada selamanya.

Manusia telah melampaui kemampuan reptilia dalam mempertahankan diri dan kemampuan berolah rasa dalam otak limbik (mamalia). Terdapat bagian kognisi yang mampu mencipta, memiliki karsa, bergerak dan mempengaruhi orang lain dengan kesadaran penuh.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara simetris di semua sisi. Pendidikan berpusat pada tiga titik, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. KHD juga menguraikan konsep Kontinuitas, Konvergensi dan Konsentris, di mana Pendidikan merupakan sebuah upaya berkelanjutan, terpadu dan berakar di bumi tempat berlangsungnya Pendidikan. 

Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu. Konsep ini memaksa pikiran kita mengingat petikan puisi penyair termashyur dari Lebanon, Kahlil Gibran dalam "Anak-anakmu bukan Milikmu." 

Konsep pendidik yang tak boleh melepaskan diri untuk mengikuti kodrat alam tak lepas dari prinsip mendidik sesuai "sunatulah". Mendidik sesuai tahapan perkembangan kognisinya, menyeimbangkan afektif, psikomotorik dan psikososial anak. Bukankah konsep ini relevan dengan masa sekarang?

KHD juga sangat terkenal dengan tiga poros kepemimpinan pendidikannya. Koordinat depan, tengah dan bagian belakang harus diolah dengan jeli oleh seorang pemimpin (pembelajaran). Teladan atau good examples adalah hal pertama yang harus ditunjukkan oleh para Guru Penggerak.

Sebagai lokomotif, posisinya yang berada di depan sebagai penarik perubahan melalui aksi nyata, sungguh relevan dengan konsep ini. Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan/contoh perilaku).

Dalam nilai Guru Penggerak sebagai pribadi kolaboratif dan kreatif, maka lini tengah adalah medan yang sempurna. Ing madya mangunkarsa, atau di tengah-tengah komunitas, membangun semangat berkarya dan bekerjasama.

Filosofi ini cocok dengan nilai seorang Guru Penggerak yang akan menjalankan perannya sebagai coach, membangun kolaborasi praktisi. 

Nilai berpihak kepada kepentingan murid dan membangun kepemimpinannya juga sesuai dengan filosofi kepemimpinan KHD di lini belakang. Tut Wuri Handayani, di belakang memberi dukungan.

Komunitas dan para siswa Guru Penggerak tentu akan sangat menghargai setiap bentuk dorongan positif yang berpengalaman dan penuh apresiasi. 

Guru Penggerak Seperti Apakah Saya dan Bagaimana Saya Berusaha Meraihnya?

Ada nilai dan peran yang paling sesuai dan ingin diperkuat. Saya menyadari, untuk memperbesar peluang kesuksesan, maka target yang dipilih tidak boleh terlalu banyak. Objectives (goals) harus spesifik sehingga pencapaiannya dapat terukur.

Nilai seorang Guru Penggerak yang ingin saja kuatkan adalah nilai kemandirian dan kolaboratif. Karakter belajar saya yang selalu ingin lebih cepat membuat nilai ini sangat sesuai.

Peran yang cocok untuk nilai ini adalah sebagai pemimpin pembelajaran, coach atau pembimbing guru yang lain dan menggerakkan komunitas praktisi.

Strategi saya adalah berusaha menembus jaringan-jaringan praktisi yang sesuai dengan bidang keahlian saya yaitu Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

Terdapat beberapa Lembaga dan komunitas yang selama ini menjalin komunikasi yang baik, contohnya LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) dan P4TK IPA (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA).

Pembelajaran Dalam Jaringan yang semakin berkembang menjadi hal normal, akan sangat mengurangi kendala pada biaya perjalanan dan akomodasi peserta.

Saya ingin mempertajam kembali peran komunitas Guru IPA di Kabupaten Subang sebagai motor penggerak kolaborasi. Saya akan merancang sebuah pertemuan dan memfasilitasi kolaborasi rutin antara P4TK IPA dengan Guru-guru IPA di Kabupaten Subang lewat Zoom meeting.

Karya adalah bukti nyata sebuah refleksi yang telah mendapatkan umpan balik dan diberi tindak lanjut. Saya ingin membuat aplikasi khusus bagi para guru IPA yang harus berhadapan dengan keterbatasan alat dan spesimen saat mengajarkan konsep dan fakta ilmiah.

Semacam referensi digital tentang prosedur kerja yang sebanyak mungkin memakai spesimen alami dan alat-alat sederhana di lingkungan sekitar.

Terakhir, saya memimpikan semua guru IPA terampil menulis. Saya ingin semua mampu membagikan pandangan, trik dan tipsnya atau pandangan ilmiah populer lewat sebuah media online.

Semacam majalah atau jurnal dengan platform media sosial yang terbit secara berkala. Sebuah bentuk komunikasi yang praktis, terjangkau, menarik, namun tetap dengan kedalaman nilai-ilmiah.

Kolaborasi Apik Untuk Keberhasilan Aksi

Pencapaian tujuan apapun bentuknya, tidak akan pernah lepas dari dukungan berbagai pihak. Keluarga sebagai lingkaran terdekat adalah pihak yang pertama kali harus saya beri penjelasan.

Seraya meminta dukungan materi dan moril, tidak lupa menyampaikan tentang waktu kebersamaan yang akan berkurang.

Pimpinan dan pengelola administrasi sekolah tempat bertugas adalah lingkaran selanjutnya. Jika saya berhasil mendapatkan dukungan, ijin dan rekomendasi, maka langkah-langkah mencapai tujuan akan jauh lebih mudah. Komunikasi yang terbuka, keyakinan bahwa apa yang direncanakan akan membawa kebaikan bersama, tentu akan saya lakukan.

Komunitas Guru Mata Pelajaran adalah lingkaran terpenting selanjutnya. Saya meyakini, banyak rekan-rekan guru yang akan memerlukan rencana tindakan tersebut. Kolaborasi guru dengan praktisi ilmiah, memang pernah dilakukan beberapa kali di masa lampau.

Kendala akomodasi dan waktu menjadi penyebab hilangnya aktivitas tersebut. Padahal komunitas guru IPA saat itu merasa terbantu dan terinspirasi dengan metode belajar sains ala P4TK yang praktis dan menarik.

Sesuai gambaran besar pencapaian penggerak dalam Guru Penggerak, maka besar atau kecil aksi keilmuan pasti akan menimbulkan dampak. 

Sesuatu yang tampak biasa dan sederhana namun dieksekusi dengan konsep kekinian dan terukur, pasti akan memberikan makna bagi peran Guru Penggerak.

Guru kolaboratif, pangkal pembelajaran menyenangkan. Dengan belajar senang, siswa akan bahagia dan semakin suka. Kalau sudah demikian, maka jalan kemerdekaannya sebagai manusia yang selamat dan bahagia sudah terbentang di depan mata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun