Mohon tunggu...
Ony Edyawaty
Ony Edyawaty Mohon Tunggu... Guru - pembaca apa saja

hanya seorang yang telah pergi jauh dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kelana Rasa Sambal, dari Pantura sampai Gunungtua

5 Juli 2021   22:41 Diperbarui: 5 Juli 2021   23:04 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : dokumentasi pribadi

Sambal dan budaya makan Indonesia itu sudah melekat kuat seperti Mesir dan Sungai Nil.  Tidak ada yang bisa menandingi kreasi orang Indonesia kalau sudah menyangkut hal yang satu ini. Sambal itu seperti tanda tangan.  Beda daerah, beda jenisnya.  Beda tangan, beda rasanya.  Boleh jadi, negara kita adalah negara dengan populasi jenis sambal terbesar di dunia.

Pelengkap makan dengan bahan utama cabe merah dan cabe rawit ini sungguh mampu mempengaruhi gejolak perdagangan komoditas bahan pangan.  Setiap menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya, cabe tak akan pernah kehilangan pamor.  

Sudah berapa banyak variasi sambal yang pernah anda temukan sepanjang hidup anda? Mencermati begitu luas dan beragamnya sambal, saya sempat mencari adakah yang pernah membuat Ensiklopedi Sambal Indonesia. Setahu saya, belum ada.  Anda tertarik?

Sambal yang paling sering saya temukan di daerah kelahiran saya Yogyakarta adalah sambal goreng.  Cabe rawitnya sedikit, kebanyakan memakai cabe merah dan rasanya cenderung tidak pedas.  Proses pembuatannya yang digoreng setelah cabe digiling bersama bumbu membuat yang memasaknya bersin-bersin ramai.  Ini yang paling asyiknya.

Setelah pindah ke Jawa Barat, saya mulai menemukan variasi sambal lain yang tidak kalah uniknya.  Lidah saya berkelana, menyusuri berbagai jenis sambal dari daerah pesisir Pantai Utara Jawa, tepatnya Kecamatan Patokbeusi, Subang, sampai ke daerah pusat kota Subang, dan terakhir di daerah gunung di Kecamatan Cijambe.  

Baru satu kabupaten saja saya sudah kesulitan untuk mengingat-ingat berapa jenis sambal yang pernah saya temukan.  Namun ada satu yang saya ingat : semua rasanya sangat enak dan menggugah selera makan.

a.  Sambal terasi khas Pantura

Pertama bermukim di Subang, saya dibiasakan dengan sambal terasi yang berwarna abu-abu gelap, dengan proporsi terasi dan cabe rawit yang sangat kuat.  Pedasnya jangan ditanya.  Sebagai orang Yogya asli dengan karakter rasa manis, saya menangis waktu pertama kali mencicipinya.  Paduan sambal ini dengan lalap mentah yaitu terong dan daun lobak.  Meski pedas, tetapi sensasinya memang bikin ketagihan.

b.  Sambal hijau Mang Yeye Kalijati

Kalau anda hendak ke Jakarta atau keluar dari pintu tol Sadang Purwakarta dan melewati jalur Subang Kalijati, rumah makan ayam goreng ini akan langsung telihat. 

Sambalnya khas, seperti sambal di daerah saya, tapi warnanya hijau.  Digoreng dengan minyak yang masih terlihat di sambalnya dan memuat banyak porsi bawang merah.  

Cabe hijau dan cabe rawit hijaunya sama sekali tidak berbau langu, waktu ketemu sambal ini saya langsung kesurupan dan makan banyak sekali.  Setelah saya cek, ternyata di sepanjang jalan raya Kalijati, terdapat beberapa rumah makan yang semua sambalnya mengikuti pola seperti itu.  

Di antaranya adalah Rumah Makan Sajati, Cibenda Sate, dan Rumah Makan Harapan. Paduannya lalap kemangi, kacang panjang, ketimun dan selada bokor yang masih mentah tentu saja.  Tradisi lalapan Sunda selalu mentah segar, berbeda dengan di Jawa Tengah, lalapan biasanya direbus atau dicelup dahulu dalam air panas.

c.  Sambal Ayam Goreng Demon (Ayam Goreng Sederhana)

Rumah makan ini mudah ditemukan di bundaran pertigaan jalan raya Kalijati-Purwadadi Subang.  Sudah berjalan selama tiga generasi, dan sambalnya memiliki perbedaan dengan rumah makan lain di daerah tersebut.  

Sambal dari ulekan kacang kedelai, cabe merah dan cabe rawit dan bawang yang entah bagaimana membuatnya, namun tak pernah bisa saya tirukan.  Benar-benar pas dan paten serta tak ada di tempat lain.  Tak terasa air liur  menetes waktu saya menuliskan ini.  Duh, jadi ingin makan lagi ke sana!

d.  Sambal Dadak

Sesuai Namanya, sambal ini dibuat mendadak atau "right before you eat".  Rasanya segar, pedas pastinya dengan rasa yang kurang stabil karena mungkin takaran garam dan gulanya tidak selalu sama, bahan-bahan mentah dengan tingkat kesegaran bervariasi atau cobeknya sudah dipakai menggiling sambal yang lain.

e.  Sambal Goang

Citarasanya pedas dan segar dengan tomat yang melimpah.  Cocok sekali dimakan bersama cilok dan pada saat siang hari yang terik di sekolah pada jam terakhir.  Kepala yang pening mengurus siswa seharian bisa lenyap kalau ketemu sambal ini.

f.  Sambal Ikan Bakar Badru

Sambalnya memang jodoh sekali dengan ikan konsumsi khas Pantura, yaitu etong.  Sejenis ikan besar berlemak dan baru saya temukan di Subang.  Sambal ini ikonik sekali karena menggabungkan kecap, pasta kacang tanah, jahe, cabe rawit yang entah dengan rumus apa sehingga rasanya langsung bertaburan  melekat dalam kelana rasa saya.

g.  Sambal Terasi Mekar Jaya dan Gepuk Marin

Cobalah terus melanjutkan perjalanan ke  arah Bandung melalui jalur Cijambe-Jalancagak-Ciater.  Anda akan menemukan sambal berwarna merah tua, beraroma terasi yang sangat kuat tapi berbeda dengan terasi hitam yang ada di jalur Pantura.  

Sambalnya agak cair dengan konsistensi yang sangat lembut.  Sepintas seperti tidak niat, tapi coba anda padukan dengan lalapan daun singkong rebus dan daun papaya.  Dijamin anda tidak akan berhenti makan.  Ketagihan tidak ditanggung!

Rumah makan Gepuk Marin ini terletak tidak jauh dari Kawasan wisata andalan Kabupaten Subang yaitu pemandian air panas Ciater. Sudah berdiri selama empat generasi.  Makan di sini seperti terlempar ke mesin waktu, 70 atau 90 tahun yang lalu.  Bentuk arsitektur dan perabotan makannya sungguh vintage.

Tentu saja kelana rasa persambalan yang saya tuliskan hanyalah seujung kuku dari ribuan kekayaan kuliner Indonesia.  Seandainya nasib membawa saya berjalan lebih jauh, tentu daftarnya bisa makin panjang.  Andai saya bisa mendapatkan sponsor untuk riset penyusunan Ensiklopedi Sambal Nusantara, sepertinya bentuk tubuh saya akan melar dan saya akan gagal diet untuk selamanya.  Mari makan dengan sambal dan dunia akan baik-baik saja.  Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun