AKU membaca sebaris kata-kata pada berita
Kusaksikan darah tumpah dari kepala pecah yang mungkin lelah berpikir dan membujuk
Mahasiswa berkerumun di jalan membakar ban, mengibarkan bendera dan membentang kain protes
Naikkan harga kopra
Semacam tritura di zaman-zaman silam
Anak anak milenial di kota besar
Tentu sulit memahami ini
Mereka tak mengenal kelapa
Warisan tanah para pemberani
Yang tumbuh sejak zaman dahulu kala
Kelapa ditanam dengan mantra-mantra
Disiram dengan doa-doa
disuburkan dengan shalawat
Gamalama jadi saksi
Dana revolusi dari berton-ton kopra
Membuat republik tegak berdiri
Membuat revolusi berdetak membawa Indonesia menepuk dada di panggung dunia gegap gempita
Mahasiswa-Mahasiswa Kie Raha, beribu jumlahnya hidup dari batang kelapa. Daunnya dijadikan atap. Lidinya menjadi sapu, batangnya menjadi rumah, tandannya menjadi hiasan dan buahnya menjadi kopra. Demikian sudah mendarah dan mendaging.
Dengan harga tak seberapa, mereka teguh mengupas kelapa, mencongkelnya dengan tangan melepuh dan membakarnya dengan asap yang memerihkan mata.
Kini, dari harga yang tak seberapa untuk menyambung hidup dan jas almamater, membeli buku dan membayar uang semester, membayar praktikum dan foto copy tugas dari dosen, Kopra tersungkur ke dalam lubang harga di bawah nol.
Mahasiswa Kie Raha berteriak, bukan memberontak, mereka hanya meminta sedikit pidato, tentang jaminan hidup yang harus terus dilanjutkan di besok hari.
Maluku Utara membaca puisinya sendiri
Pada batang kelapa dan para-para para tetua
Di sisi gubuk pembakaran dan asap kopra
Pada gelas gelas teh tawar dan sagu-sagu sekeras air matanyaÂ
Ribuan Mahasiswa terancam keluar dari kampus
Pulang ke kampung membawa ijazah setengah jadi
Pulang ke kampung menangis di dermaga pulau-pulaunya
Mereka bukan pemberontak
Mereka bukan komunis
Mereka bukan politisi
Mereka bukan pendukung capres penyebar hoaks
Mereka adalah mahasiswa yang menuntut
Harga kopra diperhatikan pemerintah
Dari 9000 rupiah menjadi 2000 rupiah, bukankah itu tidak bisa diterima akal sehat?
Mereka mahasiswa
Bukan sipil bersenjata
Mereka sedang tidak punya pilihan selain demontrasi di ruas jalan sebab mereka menemukan jalan buntu menyampaikan aduannya.
kopra mahasiswa Kie Raha
Tanpa harga
Itu berarti
Mereka akan berteriak lantang
Seperti gemuruh dan lava dan lahar gunung api gamalama melahap apa saja, membakar apa saja, mengancam apa saja untuk membayar air mata bapak ibu mereka yang merah matanya diasapi pembakaran kopra di kampung halamannya
Naikkan harga kopra!
atau darah tumpah dari mantra mantra Kie Raha sebagai harga derita dan rasa
cinta yang diabaikan kekuasaan
Hidup Mahasiswa
Andhika Mappasomba Daeng Mammangka. Bulukumba SulSel, 24.11.18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H