"Besok aku harus mendapatkannya. Mudah-mudahan masih ada. Uangku sudah cukup. Kalau ada Pak Haji biasanya bisa ditawar lagi.. Bu Haji memang mahal kalau kasi harga..," pikiran Pak Malis menata untuk esok hari. Guratan harapan lekat terhampar di seluruh kulit wajahnya yang sudah mewarnai bumi setengah abad lebih.
Keesokan harinya, hari Minggu pagi Pak Malis sudah meluncur ke gudang pengepul barang bekas. Ia langsung ke tempat di mana menaruh barang yang sudah membuat tidurnya tidak nyenyak itu. Sebuah lentera tua. Sehari sebelumnya barang itu gagal dibawa pulang. Lembaran uangnya tidak mengijinkan.
Kali pertama melihatnya, walau masih di tumpukan barang yang belum tersortir, hatinya sudah tertaut. Lentera tua itu seakan-akan melambai ke arahnya. Minta agar diselamatkan dari tindihan.
Seketika Pak Malis menghampiri. Mengangkat satu persatu benda yang menindihnya. Bak mengangkat seorang bayi, lentera tua itu diangkat dengan sangat hati-hati.
Setelah dicermati bagian-bagiannya, Pak Malis kemudian menyadari kalau lentera itu mestinya sepasang. Ada pasangannya. Semacam lentera antik yang biasa menghiasi gerbang rumah gedongan sezaman VOC dulu. Setelah dicari-cari di seputar tumpukan, pasangannya tidak ditemukan. Namun ia tetap puas walau hanya mendapatkan itu.
"Oh Pak Malis..bagaimana? Oh yang itu..ya? Lentera itu ya... berapa Bu Haji kasi harga?" sapa hangat Pak Haji pemilik usaha pengepul barang bekas. Pekerja keras dari tanah seberang. Siapa sangka berawal dari mendorong gerobak, berkat ketekunan dan kesetiaan pada kerja keras, ia sanggup menguasai dan menjadi raja diraja pada urusan barang bekas.
Pak Malis adalah pengunjung setianya. Rajin berkunjung ke gudang barang bekas milik Pak Haji. Pengepul barang bekas terbesar di kota. Kiriman barang bekas datang dari berbagai kota. Bahkan dari luar pulau.
Kalau jodoh ia akan menemukan barang-barang unik dan antik. Dan itu kemudian dijual lagi setelah sebelumnya dibersihkan dan diperbaiki kalau ada beberapa bagiannya yang termakan usia. Selisih harga yang diperoleh sudah menghidupi keluarganya selama puluhan tahun.
Minggu pagi itu rupanya Pak Malis sedang mujur. Pak Haji memberi harga yang lebih murah dari Bu Haji. Senyumnya pun mengembang, setelah mengucap rasa terima kasih, ia pulang sambil menimang sang lentera.
"Ini lentera langka. Dengan dibersihkan dan dipoles sedikit saja, kau akan laku mahal...," gumam Pak Malis suka cita. Ia sudah bisa menerka hasilnya.
Waktu cepat berlalu. Pak Malis berjualan seperti biasa. Menggelar barang dagangan di trotoar kota. Ada geliat berbeda yang dirasakannya. Barang dagangannya seperti mampir sejenak. Lebih banyak laku dari biasanya.