Mukhson, penghuni kos baru. Mahasiswa baru. Kamarnya paling ujung dari tiga kamar berjejer. Dekat pintu belakang.
"Ada anak kos baru. Dia sedang ke kampus. Nanti kau akan tahu..yang akur ya.." ujar Ibu kos sambil menggebuk-gebuk jemuran bantal.
"Oh ya Bu.. yang rambutnya kriting itu khan? Tadi saya sempat bertemu di kampus. Orangnya kalem. Kami juga ngobrol," Kobin menyahut.
Siang itu Kobin rebahan di depan televisi. Di karpet biru lusuh. Televisi sedang bersiar. Kakinya menjulur ke arah tivi. Kaki kirinya menekuk. Tangannya menyilang memeluk dada. Bantal guling terlipat menyangga tengkuknya.
Tiba-tiba pintu depan terkuak. Setelah mengucap salam, Mukhson bergegas masuk. Untuk mencapai kamar, dia harus melintasi Kobin yang sedang berbaring di depan televisi.
Langkahnya melambat. Dia membungkuk perlahan-lahan. Seperti mengendap-endap. Tepat di depan televisi dia menoleh ke arah Kobin.
"Halo Bang.. Siang Bang..permisi Bang.." Mukhson menyapa dengan suara rendah. Lebih rendah dari suara tivi.
Kobin diam saja. Bola matanya membesar. Pupilnya mengembang tajam mendelik. Seakan-akan menembus hulu hatinya. Merontokkan iga-iganya. Saat beradu pandang, Mukhson menelan ludah. Senyumnya hambar.
"Apa salahku? Apa tadi di kampus aku ada salah kata? " pikirannya mengait-ngait.
Otot-otot kakinya menguat. Bersiaga menerima perintah loncat. Kalau-kalau Kobin membentak dan menyergap.
Beruntung Mukhson mulus melintasi Kobin. Masuk kamar. Pikirannya menyeruak mencari tahu. Sebagai orang baru di kampus dan di kos, dia tidak berani macam-macam.
Pikirannya mencoba menepis. Mencoba berbaik sangka.
"Apa salah orang ya?"
Mukhson melongok di celah pintu kamar.
"Ah tidak mungkin. Bajunya sama. Hidungnya aneh. Ada bekas cacarnya. Benar dia orangnya." Mukhson menenangkan diri.
Tiba-tiba Rasuli keluar kamar. Kamarnya tepat di depan televisi. Rasuli menoleh ke arah Kobin. Tak saling menghirau. Televisi dimatikan. Kobin tetap menonton. Mendelik pula. Rasuli ke luar ruangan. Lancar seperti tidak terjadi apa-apa.
Mukhson menghela nafas, "Aneh!! Dia menonton tivi mati.."
Mukhson semakin penasaran. Pura-pura dia keluar kamar menuju meja mengambil minum. Diliriknya Kobin masih menatap tivi.
Tiba-tiba Kobin mengubah posisi. Miring ke kanan. Sorot matanya tepat menghantam Mukhson. Mukhson berusaha senyum takluk. Senyumnya tak bersambut.
"Aku harus hati-hati.." pikir Mukhson, "Bisa jadi dia berbahaya."
Moni, kucing kos saja sampai terpeleset memutar arah tak berani melintasi Kobin.
Lelah yang sangat akibat kuliah perdana membuat badannya rubuh di balai kamar.
Menjelang sore, Mukhson keluar kamar. Baru selangkah, tiba-tiba saja dia memahami situasi itu "Ahhh baru ingat aku..alangkah bodohnya aku. Memang ada orang yang tidur dengan mata terbuka.. Ohh...ya..ya.."
Serta merta dilihatnya Kobin. Posisinya masih seperti tadi siang. Tetapi kedua tangannya sekarang meregang. Matanya masih tepat menyorot Mukhson.
Mukhson balas mendelik. Kedua tangannya mengepal tinju. Gerakannya dibuat bak siap berkelahi. Kakinya menendang-nendang. Dadanya membusung. Sekali sempat kepalannya meninju-ninju angin.
"Hayo kita berkelahi. Kapan lagi hah!" serunya dalam hati.
Sekilas matanya menangkap mata kaki kanan Kobin menggeleng. Mukhson mendekat. Berkacak pinggang. Matanya menyerang Kobin. Berjingkrak-jingkrak. Dia belum sadar. Tiba-tiba..
"Apa kau..?! Berani kau ya..?" jerit Kobin. Seakan bangkit dari kubur.
Mukhson kaget setengah mati. Badannya mencelat. Berbalik arah. Menubruk Rasuli yang sedang membawa semangkuk mie instan panas.** (putus--iklan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H