Jika kita mencermati pemberitaan dari laman https://www.cnbcindonesia.com/news/20230830153655-4-467565/heboh-peta-baru-china-10-garis-putus-putus-pepet-wilayah-ri, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa China telah membuat kebijakan politik luar negeri tentang pulau sengketa atau dispute island di Laut China Selatan.
China telah membangun pulau-pulau batu karang sebagai dispute island di Sparately Island untuk markas militer dan ekonomi pemanfaatan sumber daya energi dan potensi kelautan serta telah mendeklarasikan Peta Baru China dari sembilan sampai sepuluh garis putus-putus (nine dash line/ten dash line) dalam kawasan Laut China Selatan. Mengutip dari laman berita diatas, dapat dijelaskan bahwa beberapa perselisihan yang dipantik oleh peta lama dan baru China:
- Batas laut Pantai Vietnam dan Kepulauan Paracel (Yang berselisih : China, Taiwan, dan Vietnam.);
- Batas laut di Utara Pulau Kalimantan (Yang berselisih: China, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina.);
- Kepulauan Spratly (Yang berselisih: China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.);
- Kepulauan Pratas dan Tepi (Bank) Macclesfield (Yang berselisih: China dan Taiwan.);
- Batas laut di lepas pantai Kepulauan Palawan, Pulau Luzon, Selat Luzon, dan Gosong Pasir (Gugusan Karang) Scarborough (Yang berselisih: China, Taiwan, dan Filipina.);
- Kepulauan Natuna (Yang berselisih: China, Taiwan, dan Indonesia.);
- Batas laut dan daratan di Sabah, termasuk Blok Ambalat (Yang berselisih: Indonesia, Malaysia, dan Filipina.);
- Negara bagian Arunachal Pradesh dan Aksai Chin (Yang berselisih: India dan China);
- Wilayah Taiwan (Yang berselisih: Taiwan dan China)
Dari beberapa perselisihan diatas, bahwa keberadaan Pulau Natuna dan Blok Ambalat menjadi ancaman kedaulatan NKRI. Belajar dari pengalaman lepasnya Simpadan dan Ligitan ditenggarai ada isu sumber daya alam migas di sekitar laut Pulau Simpadan dan Ligitan yang diperebutkan oleh Belanda. Maka ancaman kedaulatan NKRI khususnya Pulau Natuna di daerah Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan dan menjadi klaim sepihak China dalam nine dash line, harus mendapatkan perhatian penuh Pemerintah Pusat.
Hal ini mengingatkan kita 34(tiga puluh empat) tahun lalu pada 22 Januari 1990 di Denpasar dalam pertemuan ASEAN, Bapak Ali Alatas menyampaikan pidato yang berjudul, ”Managing Potential Conflict in the South China Sea : The Workshop Process ( The Tortuous road) said that, "All Southeast Asian states bordering the South China sea share a vital interest in fostering peace, stability and harmonious cooperation in their immediate environment as a necessary condition within which to ensure stability and national development in their respective countries. I am given to understand that instead of focusing on the potentials for conflict, as subsumed in such question as overlapping sovereignty and jurisdictional claims, this Workshop will discuss a wide range of issues and areas of possible cooperation, including in resources management,communication, shipping, navigation and the related aspects of safety maritime passage, environmental protection and scientific research. This is indeed the right approach. for by expanding cooperation in these areas, on the basis of common interest and mutual benefit, a more conducive atmosphere will be created for peaceful cooperation and negotiation in addressing potential conflict situations as well".
Penyampaian Bapak Ali Alatas tersebut mengandung makna bahwa semua negara dalam kawasan Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan mempunyai kepentingan yang sama dalam memupuk perdamaian, stabilitas dan kerja sama yang harmonis di lingkungan terdekat mereka sebagai syarat penting untuk menjamin stabilitas dan pembangunan nasional di negara masing-masing. Untuk itu agar potensi konflik di kawasan Laut China Selatan tidak terjadi menjadi suatu hambatan atau konflik dalam klaim kedaulatan dan yurisdiksi yang tumpang tindih.
Maka perlu kerjasama saling memahami satu sama lain untuk saling menghormati dalam pengelolaan sumber daya baik energi maupun pangan dalam bidang kelautan dan perikanan, komunikasi, pelayaran. , navigasi dan aspek terkait keselamatan jalur laut, perlindungan lingkungan dan penelitian ilmiah. Untuk itu diperlukan pendekatan yang tepat. dengan memperluas kerja sama di berbagai bidang atas dasar kepentingan bersama dan keuntungan bersama, maka akan tercipta suasana yang lebih kondusif bagi kerja sama dan negosiasi yang damai dalam mengatasi potensi situasi konflik yang dapat memecah persatuan dan kesatuan negara-negara ASEAN.
Namun kenyataan yang kita hadapi saat ini bukanlah antar negara ASEAN tetapi dengan Negara China yang mengkalim secara sepihak kedaulatan dan batas yuridiksi dengan penetapan Peta Nine Dashline sembilan garis putus-putus, walaupun saat ini tidak diakui PBB serta pembangunan Pulau Sprately yang merupakan dispute island menjadi kawasan militer dan ekonomi baru China .
Untuk itu perlu disadari semua elemen bangsa bahwa Potensi Konflik di Laut China Selatan suatu saat dapat mengancam Kedaulatan NKRI. Pada Rapat Terbatas yag dilaksanakan pada tanggal 23 Nopember 2016 di Natuna dalam KRI Imam Bonjol. Presiden RI Bapak Joko Widodo menyampaikan Program Percepatan Presiden untuk pembangunan Kabupaten Natuna dalam bidang Kelautan dan Perikanan, Pariwisata, Minyak dan Gas, serta Pertahanan Keamanan. Dalam perjalanan selanjutnya Bidang Lingkungan Hidup dengan Program Geopark Natuna. Semua program ini dalam rangka memberdayakan masyarakat baik melalui pendekatan kesejahteraan maupun keamanan (the proseperity and security approach).
Perlu penguatan dan tindakan nyata yang harus kita lakukan agar potensi konflik Laut China Selatan menjadi peluang kerjasama untuk kesejahteraan bersama bukan menjadi ancaman kedaulatan NKRI sebagai berikut :
1. Peningkatan kerjasama negara-negara ASEAN dan ASEAN dengan China dalam memanfaatkan sumberdaya energi serta kelautan dan perikanan;
2. Menjadikan Program Percepatan Presiden untuk Pembangunan Natuna menjadi Instruksi Presiden (INPRES) sebagai dasar hukum pembangunan Natuna berkelanjutan;
3. Membetuk Propinsi Kepulauan Natuna Anambas sebagaimana usulan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pagar menjaga kedaulatan NKRI di Kawasan Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H