Mohon tunggu...
Buchari Fadli
Buchari Fadli Mohon Tunggu... -

Pembelajar Sejati, Penyuka Musik, Film, Sastra, Filsafat, Budaya, dan Pemeluk agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran Hidup, di Lapo Tuak Bang Jabat

31 Agustus 2016   00:42 Diperbarui: 31 Agustus 2016   01:37 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“iya, gimana bang, gw belakangan ini buntu, bapak jarang ngasih uang jajan, karena warung sepi, pas kek gitu ditawarin demo, dengan uang yang lumaya besar, ya maulah gw, bodo amat, pelacur-pelacurlah bang, tapi malahan apes gini,” ujar ican yang mulai “baper”.

“Kenapa emang nggak jadi demonya,” Tanya bang jabat yang setengah sadar, dan mulai merasa mabuk. 

“itu bang, karena surat izin demonya lupa di buat sama ketua LSM nya, terus kata polisi, bisa nyusul sesudah demo, tapi apesnya polisi yang ngejamin bisa demo itu,tadi malam seusai telponan dengan ketua LSM, kena “angin duduk” , dia pingsan jam 11 siang baru sadar,  ya kalau sudah jam 11 mah demo buat apa udah siang kata ketua LSM nya, wartawan juga udah pada sepi, jalanan juga sepi, Cuma sebentar malah nggak ditanggepin rugi, jadi gagal demonya,” papar ican, sambil mengunyah daging ular goreng favoritnya.  

“makanya can, hidup itu harus punya prinsip, punya pegangan, sekali kita bilang tidak , ya tidak, kalau lo sudah tau demo begituan , gag bagus , gag ada manfaat dan cenderung membuat lo melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nurani lo , lebih baik nggak usah , nggak ada can, orang-orang besar yang maju tanpa prinsip hidup, semua pasti punya prinsip, punya standar, punya pedoman, jangan sampai terdesak karena kebutuhan ekonomi , lantas kita menggadaikan harga diri dengan mudah, kalau sudah tergadai harga diri, apalagi yang bisa kita banggakan dalam hidup ini, bnayak orang yang berkali-kali menggadaikan harga dirinya, namun belum tercukupi kebutuhan ekonominya, begitu pun sebaliknya, kalau gw saranin mendingan sekarang lu berenti ikut-ikut begituan, gw ini udah 46 tahun didunia can, belum pernah ngeliat orang jadi kaya dengan sekejap, semua nya itu berproses, nggak ada yang instan, jadi kalau kata lu, mau ikut demo biar di kader, biar bisa jual proyek, atau jadi kontraktor, itu semua hanya cita cita semu, lebih baik lo fokus pada bisnis atau cari kerja,” ujar wak ijon bijaksana, menasehati ican yang sedang galau dan menunduk menyesal sebab harga dirinya sudah tergadai dan tak terbayar. 

Tak lama kemudian , terdengar bunyi handphone dari saku wak ijon,

”nah ini dia rusimah jandaku sudah nelpon, lama bener,” ucap wak ijon sambil melihat hpnya yang buatan cina dan casing nya sudah butut. “yaudah gw nelpon dulu ya, kalian asyikin aja ngobrolnya, “ ucapnya sembari menuju sofa butut di pojokan lapo bang jabat .

“inilah wak ijon , kalau udah ditelpon rusimah, langsung lupa segalanya, nasihatin orang tapi kentang, kampanglah,” ucap ican kesal sembari meninggalkan lapo tuak tanpa berpamitan dan membawa sepiring daging ular tanpa diketahui oleh bang jabat yang sedang “teler“ nikmat akibat mabuk tuak.

Salam, tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun