Modifikasi yang saya maksud kali ini adalah dengan adanya bantuan teknologi dalam mengumpulkan data-data terkait warga negara. Pemimpin totaliter tak perlu lagi bersusah payah membentuk polisi rahasia untuk sekedar menertibkan warga negara, cukup dengan memantau algoritma yang ada di ponsel pintar setiap warganya, negara dapat membentuk kebijakan dengan cepat.
Jika hal ini terjadi tak akan ada manusia otentik. Tidak ada lagi kata privasi untuk tubuh, semua milik negara. Keberbedaan sudut pandang sebagai sifat dasar manusia akan menjadi sebuah ancaman bagi negara. Demokrasi ? Ah anda tentu bisa melanjutkan kalimat ini untuk saya bukan?
Profesor Harari benar kita memang harus menyiapkan rencana global untuk melawan Corona, namun terlepas dari itu semua mempersiapkan rencana global untuk memanusiakan pemanfaatan ilmu pengetahuan pasca krisis, adalah hal yang juga tak boleh dilewatkan.
Dalam karyanya Arendt telah mengingatkan kita semua, jika gerbang totaliterisme akan terbuka ketika warga negara mulai memberikan akses seluas-luasnya untuk menentukan apa yang terbaik bagi diri setiap individu. Dan Masyarakat Jerman pernah tidak menyadari itu ketika krisis.
Berusaha untuk tetap berpikir jernih dan sejenak mengambil jarak dari negativisme yang disebabkan oleh krisis, adalah salah satu upaya untuk tetap menyadarkan diri pada setiap keputusan yang diambil berikut konsekuensi-konsekuensinya. Dan melalui karyanya dua maha guru saya ini telah mencoba untuk mengingatkan kita.
Khawatir itu pasti, waras itu pilihan...
Sumber:
Arendt, Hannah. 1993. Asal-usul Totaliterisme (terj). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Sudibyo, Agus. 2012. Politik Otentik : Manusia dan Kebebasan dalam Pemikiran Hannah Arendt. Tangerang : Marjin Kiri
Hardiman, F Budi. 2011. Masa, Teror dan Trauma. Yogyakarta : Lamalera
https://antinomi.org/2020/03/29/yuval-noah-harari-dunia-setelah-virus-korona/