Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anjing Jantan

15 Februari 2022   17:16 Diperbarui: 17 Februari 2022   16:41 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.wowkeren.com

Mungkinkah ini buah kecurangan? atau ini sebagai awal pengkhianatan? Anjing jantan itu terus menyelami sesal paling dalam. Ia berniat meninggalkan rumah kosong. Tak ada lagi tempat terbaik untuknya. Bahkan bisa saja cintanya kandas di sore ini. 

"Sudah lupakan saja," sambil menerobos hujan.

Langkahnya berat. Diiringi guntur yang menyalak-nyalak keras. Raganya terasa sekarat. Kepalanya menunduk menganggap dirinya paling bodoh. Sesekali bayangan anjing betina putih melintas, tapi ia segera sadar, tubuhnya telah kuyup. Ia tak ingin pulang sebagai pecundang. Lebih baik melangkah keluar dan menjauh dari rumah tuannya.

Angin dingin bersiut di sela-sela air hujan. Tubuh anjing jantan semakin gigil. Matanya sayu serta mulai ringkih. Ia menganggap sesore ini siapa yang mencari anjing jantan seperti dirinya? bukankah tuan-tuan akan pulang setelah seharian tak punya waktu untuk mengagungkan pekerjaan?

Anjing jantan itu terus mengutuki dirinya. Menyesali pertimbangannya yang dangkal. Kini ia menjadi pengkhianat, keluar dari rumah tuannya yang selama ini telah baik padanya. Matanya mulai kehilangan terang, bahkan saat jalanan kota diserbu remang-remang lampu jalanan. Ini hari paling temaram, pilu, dan gigil baginya.

Hujan telah menghunus kecurangan. Semakin malam ia merasa makin keparat. Gigil terus menyayat tubuhnya. Sisa air hujan seperti memarahi dirinya, "Makanya kalau dibelikan makanan mahal dihabiskan, sekarang baru tahu kan rasanya kelaparan?" 

Anjing jantan itu makin dilibas hujan. Tubuhnya makin kuyup. Lalu lalang orang segera ingin pulang. Tak ada yang peduli. Tak ada yang mencari, dan malam telah menendangnya telak.

Esok pagi tuannya menangis meraung-raung. Sebuah berita televisi menyiarkan ada seekor anjing mati mengenaskan di kubangan jalan kota. Ia mati mengenaskan karena nekad menduakan kebenaran, yaitu mengingkari kesetiaan dan menerobos hujan.

SINGOSARI, 15 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun