-----*****-----
"Lupakan?" tanya seorang bocah perempuan di halaman belakang.
"Ayah melupakanku?" bocah perempuan itu mengunlangi pertanyaannya.
Aku terkejut dan terbangun. Rupanya mimpi. Pagi menyambutku begitu cepat melunasi mimpi. Kulihat istri sudah tidak ada di atas tempat tidur. Bergegas kuberanjak ke halaman belakang. Membuktikan mimpi yang baru kualami.
Dari kejauhan nampak istriku sudah berdiri di halaman belakang rumah. Ia mual-mual di dekat kuntum mawar. Meski wajahnya pucat, namun ia tak beranjak dan masih berdiri menunggu. Bibirnya seolah memberi pertanda, antara menahan mual dan ingin tersenyum.
"Lihat testpack ini mas, aku hamil. Kau masih berjanji dengan kuntum mawar ini kan?"
Kutampar pipiku sendiri. Kucubit luka di punggung telapak tanganku. Aku tidak mimpi. Istriku hamil. Aku bengong sambil menatap telunjuk istri yang menunjukkan ada tunas kecil bakal bunga.
"Kau masih berjanji mas?" istriku mengulangi pertanyaannya.
Aku mengangguk pelan seolah tak percaya. Kusadari ada yang merayap dalam jiwaku, ada 'mawar' yang tertanam. Tuhan menitipkannya untuk kurawat. Tuhan lah yang meletakkan kemuliaan itu di kalbuku. Mungkin saat ini di dalam jiwaku mulai ada tunas mawar dan duri yang tajam. Meski selama ini yang kulihat hanya "duri".
Hampir saja aku kecewa dan tak menerima kenyataan. Bahkan, hampir saja aku enggan "menyirami" hal-hal baik yang sebenarnya telah ada, yaitu Mawar. Dialah anak perempuanku.
SINGOSARI, 14 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H