Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sahabat Pelupa

4 Januari 2021   23:44 Diperbarui: 5 Januari 2021   00:23 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://image.freepik.com/

Punya sahabat adalah bentuk hubungan sosial manusia yang unik sekaligus menyenangkan. Mengapa unik? ya unik saja. Biasanya seorang sahabat memiliki kesamaan dalam beberapa hal, atau sebaliknya, sahabat kadangkala juga sangat bertentangan dengan diri kita. Berbeda tapi bersahabat, istilahnya begitu. Memiliki sahabat juga menyenangkan karena amarah bisa menjadi tawa. Menyenangkan karena ada teman bicara, teman berbagi serta teman sebelum "pasangan" tiba menjadi jodoh. 

Seperti sahabatku yang satu ini. Ia kukenal sejak duduk di bangku SMA. Namanya Imron, tapi lebih suka dipanggil Roni. Apa alasannya suka dipanggil Roni juga tak jelas. Hal ini pernah kubuktikan pada suatu waktu. Saat itu kupanggil namanya, "Imron, sini sebentar." Ternyata ia tidak menoleh sedikitpun. Lalu kucoba memanggil namanya dengan Roni, spontan ia menoleh sambil tersenyum lega. Dasar sahabat tengil pikirku.

Sejak saat itu aku pun terbiasa memanggil namanya dengan sebutan Roni, atau cukup Ron begitu saja. Aku juga mulai abai terhadap nama panggilan itu. Bahkan seringkali kukenalkan kepada teman-temanku dengan panggilan Roni ketimbang nama aslinya. Sampai detik ini, melalui apapun medianya, dia tetap kupanggil Roni. Cukupkah? Hmm....ternyata bukan masalah panggilan, ada hal lain yang membuatku mengurut dada atau bahkan bisa kejang-kejang.

Salah satunya adalah tabiatnya yang pelupa. Ya, Roni si tengil itu semakin bertambah usia semakin sering lupa. Parahnya lagi, aku sebagai sahabat satu-satunya juga memiliki tabiat yang sama. Bedanya si Roni berani mengakui sebagai pelupa, sedangkan aku sedikit ngeyel jika ada hal yang terlupa. Aku suka mengelak disebut pelupa. Alasanku karena banyak hal yang kuingat. Apa saja, termasuk barang-barang Roni yang dilupakan.

Meski begitu kami berdua selalu rukun dan tertawa bersama. Kami nikmati persahabatan ini hingga beranjak dewasa. Ya, dewasa dalam arti sebenarnya. Sebab ia baru berkeluarga dengan istri pujaannya. Sedangkan aku masih mencari siapa gerangan perempuan yang tertarik dan jatuh cinta denganku.

"Makanya, jadi orang jangan pelupa, punya pacar tiga kalau lupa bakal gagal semua" kata Roni seolah mendikte kehidupan asmaraku.
"Sekali lagi Ron, aku bukan pelupa, justru kamu yang pelupa, aku malah mengingat lima pacarku, semuanya belum kuputus dan masih jalan hingga kini" balasku sengit.
"Lima? Nol kali......hahahaha" ledek Roni menusuk telingaku.
"Sombong amat!" balasku menirukan logat artis Mandra.

Tapi benar juga sih, jika malam tiba terkadang aku tak habis pikir. Mengapa jodoh datang pada orang yang tidak tepat. Misalnya Roni, dia sahabatku, dia pelupa, dia juga tidak ganteng-ganteng amat, malah jika bertemu perempuan suka malu. Jika dibandingkan denganku, harusnya aku yang menikah dulu. Pertanyaannya, siapa perempuan yang mau kunikahi? ya, untuk yang satu ini aku tak mampu menjawabnya. Jujur ini kekalahanku.

"Jangan putus asa sobat, kau tahu di mall banyak SPG, masak kamu tak bisa menggaet satu dari mereka?" celoteh Roni.
"Asyem, sudahlah Ron, bulan depan akan kukenalkan calon istriku. Lihat aja nanti" balasku.
"Ya nanti kulihat aja ya, hehehe...." sekali lagi Roni meledekku sambil ngeloyor pergi begitu saja.
"Kau mau kemana?" tanyaku penasaran.
"Ya pulanglah, kan punya istri, lha kamu mau kemana?" sahutnya meledek untuk kesekian kali.
"Rasain" kulemparkan botol bekas minuman ke arah punggungnya. Bukannya mengerang kesakitan ia malah berjoget menggodaku.

Roni pulang menemui istrinya di rumah. Sedangkan aku masih disini. Mendiami rumah sendirian. "Selamat berbahagia Ron" gumamku sambil melangkah menutup pintu.

"Eh, tapi itu sepeda motor siapa? waduh pasti Roni lupa lagi ini" kulihat sepeda motor teronggok sepi di depan teras. Aku juga tidak berpikir saat Roni berpamitan. Mestinya kulihat dia sampai menaiki sepeda motornya. Lalu tadi Roni pulang naik apa?

"Dasar kamu Ron, lupa lagi" kuketik pesan WA ke Roni. Seperti biasa respon Roni lama sekali. Dua jam berikutnya ada pesan masuk di ponselku. Roni malah mengirim emotikon ketawa dan disambung dengan pesan berbunyi: "Sorry bro, titip dulu ya, aku tadi keburu naik angkot, habis kangen istri"

Bukan sekali ini Roni lupa pulang menaiki kendaraannya. Dulu saat apel ke calon istrinya ia bahkan lupa pulang menaiki mobil sewaan. Ironisnya ia pinjam mobil sewaan menggunakan KTP-ku. Alasannya KTP-nya lupa ditaruh dimana. Untunglah pemilik mobil sewaan sudah akrab dengan kami. Pemilik mobil sewaan juga paham mengapa Roni sampai menyewa mobil. Untuk apalagi jika bukan bergaya sok kaya?

Bukan hanya sepeda motor dan mobil sewaan. Roni juga sering lupa meninggalkan dompet di meja sebelum ke kamar mandi. Alasannya kalau dompet terbawa ke kamar mandi sering jatuh, lalu kulitnya basah. Namun jika diletakkan di meja, ia seringkali lupa mengambilnya kembali. Sehingga Roni harus bolak-balik ke rumahku gara-gara mengambil dompet ketinggalan.

Pernah suatu waktu ia juga lupa meletakkan flash disk-nya. Padahal dari awal kulihat flash disk itu dikalungkan dengan tali bercampur id card pegawai. Roni marah-marah kepadaku saat tahu kubiarkan flash disk itu melingkar di lehernya sedari tadi.

"Lagian flash disk dikalungkan kok mencarinya ke laci meja, Jaka Sembung main sinteron.....nggak nyambung Ron" selorohku.
"Ngomong kek dari tadi" jawabnya kesal.
"Kan yang pelupa situ, ngapain marahnya kesini? elakku dengan sengit.
"Sama aja, kamu juga pelupa, weeek" oloknya.

Apakah kami bertengkar? tidak. Kami hanya saling mengejek, lalu rukun kembali dan melupakan apapun yang terjadi. Kami juga enjoy menjalani semua ini bertahun-tahun. Kecuali satu hal. Ya, satu hal yang kali ini membuatku gusar. Satu hal yang membuatku berpikir ulang arti persahabatan. Sebab ini bukan masalah kecil. Ini bisa menjadi runyam jika berkali-kali Roni melupakannya. Apakah itu?

Suatu hari ia akan berangkat tugas ke luar kota. Ia pamit denganku. Katanya akan bertugas selama seminggu. Istrinya mengantar ke bandara, tapi sebelum ke bandara ia mampir ke rumahku.

"Check-in masih lama, ngopi dulu bro, biar istriku yang buat kopi, sepakat ya?" pintanya.
"Ok, gula kopi utuh di dapur" balasku.
"Hahaha, lihat Ma, begitulah nasib bujang lapuk" Roni meledekku seraya meraih tangan istrinya untuk mengarahkan ke dapur membuatkan kopi.
"Anggap rumah sendiri mbak" balasku kepada istri Roni.

Saat istri Roni sibuk membuat kopi di dapur, dan aku berangkat mandi, tak ada yang memperhatikan Roni. Apalagi saat aku menyahut berbagai tanya istri Roni dari dalam kamar mandi. 

"Mas gulanya yang diplastik ijo apa merah?" tanya istri Roni.
"Merah mbak" sahutku dari dalam kamar mandi.

Perlahan kudengar suara air mendidih, lalu dituang dalam cangkir. Disusul suara sendok beradu dengan cangkir. Kudengar pula suara langkah menuju ke depan.

"Lho mas, suami saya kemana?" teriak istri Roni sesampainya di ruang tamu.

Mendengar teriakan itu aku segera menyelesaikan urusan mandi. Bergegas keluar kamar mandi menuju ruang tamu. Kulihat hanya istri Roni yang celingukan mencari suaminya. 

"Lho lha tadi masih disini mbak, masak sudah berangkat ke bandara? lha itu sepeda motornya disana" jelasku ikut kebingungan mencari posisi Roni.
"Aduh gimana sih Mas Roni ini....." keluh istri Roni.

Pikiranku segera tanggap. Kuraih ponsel di meja ruang tamu. Kulihat sebuah pesan masuk di WA.

"Bro, aku naik angkot, mumpung tadi ada angkot berhenti lama, sopirnya melihatku terus, kasihan tidak ada penumpangnya."

Aku sih tidak masalah ia naik apapun. Aku juga tak masalah dengan tabiatnya yang pelupa. Hanya aku sedikit gelisah, apakah ia lupa bahwa aku masih bujang, dan ini istrinya tertinggal di rumahku.


SINGOSARI, 4 Januari 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun