Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Elegi Penyair dan Gitar Patah

20 Desember 2020   16:41 Diperbarui: 20 Desember 2020   16:42 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://i.ytimg.com

Perempuan yang menurut ingatannya pernah ia ajak bicara meskipun sebentar saja. Sayangnya ia lupa siapa perempuan itu. Amran juga menyesali mengapa malam itu tak segera menghampiri perempuan itu dan menanyakan nama serta asalnya. Baginya pekerjaan bertanya adalah pekerjaan enteng untuk ukuran pria yang kesepian.

Amran menyesal. Ia bayar penyesalan sekaligus sepinya itu dengan menunggu berbagai kemungkinan di sudut cafe lereng bukit. Sesekali ia memandangi kota dari atas, mungkin pikirannya sedang mencari dimana perempuan itu tinggal. Ia mengerami sendiri angan-angannya bersama larik-larik sajak diiringi petikan gitar dari jemarinya yang masih kokoh itu.

 *******

Ini sudah empat minggu Amran rutin ke cafe lereng bukit. Artinya, sudah sebulan keteguhan Amran tak tergoyahkan. Ia selalu berujar kepada pelayan bahwa hidup banyak kemungkinan. Seperti makna yang tersimpan dalam larik-larik sajak. Seperti persepsi orang atas karya puisi.

Amran tak lupa juga menanyakan perihal perempuan itu kepada pelayan. Sayangnya, selama ini pelayan cafe hanya menggeleng kepala.

"Entahlah tuan, mengapa tuan yakin bahwa perempuan itu akan kemari. Mengapa tak ada pilihan lain?" ujar pelayan.

"Sssst...., jadi orang jangan pesimis, jangan mudah putus asa. Hidup banyak kemungkinan. Hidup banyak pilihan. Mungkin kamu belum gajian ya?" hibur Amran diungkit masalah perempuan yang tak kunjung datang itu.

"Nggak tuan, ini sudah sebulan. Mengapa tuan tidak mencarinya ke berbagai kolega. Malah tuan habiskan di cafe ini" jelas pelayan seraya membenahi sajian diatas nampan.

"Hahahahaha, kalau aku sering kesini apa cafe ini semakin sepi? jangan salah lo, banyak orang minta tanda tangan kesini gara-gara mereka hafal bahwa aku sering kesini" sanggah Amran berapi-api.

"Ya sih tuan, terima kasih tuan. Maaf saya hanya kasihan melihat tuan menunggu dan menanyakan perihal perempuan itu" jelas pelayan.

"Sudahlah, cuma kamu kok yang saya tanya, tanpa kamu menggeleng dan menjawab pun aku tahu dimana perempuan itu" hibur Amran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun