"Hoax itu mas, hati-hati kalau bicara, bisa dituntut lo kalau tanpa bukti" jelas Yuni membela Bunga.
"Lo ini kata pejabat dinas sosial yang lama mbak" aku masih ngotot.
"Nggak ada itu, mutasi itu hal biasa, jangan buat hoax mas" ujar Yuni tak mau kalah.
"Apakah perempuan lusuh yang pernah foto dengan Bu Walikota juga sudah dimutasi ke kota lain?" tanyaku.
"Perempuan lusuh? Â yang mana ya? nggak ada tuh, masak Walikota memutasi perempuan lusuh" jawab Yuni seraya menghindar masuk ke ruangan.
"Kalau foto ini bagaimana mbak?" kutunjukkan sebuah foto seorang Satpol PP menurunkan perempuan lusuh itu di tengah persawahan.
"Kami nggak kenal dengan orang-orang dalam foto itu" pungkas Yuni sambil menutup pintu ruangannya.
Para wartawan masih berkerumun di kantor Walikota. Mereka ingin mengetahui dana panti sosial yang telah ikut tersedot untuk kampanye. Mereka juga ingin tahu tentang proses mutasi pejabat yang "membangkang" menjelang pemilukada.Â
Namun hanya aku yang terus terusik kemana perempuan lusuh itu dibuang? aku tahu hanya Yuni yang memiliki segala catatan penting tentang perempuan lusuh itu. Aku butuh catatan penting itu.Â
Sebab perempuan lusuh itu adalah ibu tiriku yang terganggu jiwanya. Ia depresi mengapa tiba-tiba dimutasi dari kepala dinas menjadi staf kelurahan. Sedangkan aku, saat itu masih bersembunyi karena diancam oleh tim sukses suami Bunga. Â
SINGOSARI, 27 September 2020