"Kamu Yuwono bukan?" tanya Kakek.
"Iya benar, kok Kakek tahu?"
"Aku ini Kakekmu, kamu cucuku generasi ketujuh" jelas Kakek seraya menepuk pundakku.
"Mmmm......." aku masih bingung mau menjawab apa. Semuanya diluar kendaliku.Â
"Sudahlah itu tak penting, ini ada bunga untuk Nenekmu, taburkan di makamnya sekarang juga" Kakek itu lalu memberiku bungkusan dari daun pisang. Saat kuintip, isinya bunga tabur yang biasa digunakan di makam.
"Berangkatlah sekarang, taburkan diatas makam nenekmu ya" Kakek itu mengulang pesannya.
Aku segera beranjak. Melintasi sebuah hamparan tanah lapang yang berpagar tanaman perdu. Beberapa rindang pohon memayungi langkahku. Sebenarnya tidak terasa panas, malah sedikti berkabut menurutku.. Tapi, entah mengapa aku berkeringat. Mungkin karena sedikit berlari kecil, atau saking semangatnya menjalankan perintah Kakek tadi.
Nampak di depan sana sebuah tanah dengan makam diatasnya. Nisan-nisan yang tak beraturan tinggi rendah serta beraneka bentuk itu semakin dekat. Kulihat seorang Nenek sedang mencabuti rumput lalu berdiri menyapu rumput tadi hingga hilang dari atas makam. Lalu duduk kembali dan mencabuti rumput, menyapunya. Begitu seterusnya.
"Maaf Nek, mengganggu sebentar. Kakek menyuruhku menaburkan bunga ini diatas makam Nenekku, tapi aku lupa dimana makam itu, apakah Nenek tahu?" tanyaku.
"Entahlah Cu, Nenek sendiri juga lupa dimana makam itu berada"
"Nenek tinggal disini?" selidikku.