Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Berjodoh Buku

22 Agustus 2020   09:04 Diperbarui: 22 Agustus 2020   16:02 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah rumah mungil dipenuhi buku. Pemiliknya bernama Aini, seorang dosen di sebuah perguruan tinggi. Sampai usia 35 Aini belum berkeluarga, namun jika ditanya soal jodoh ia selalu beralasan bahwa jodohnya ada di rumah, tidak kemana-mana. Orang-orang pun awalnya bingung, apa maksudnya? selidik punya selidik ternyata jodoh yang dimaksud Aini adalah buku-bukunya yang ada di rumah.

Saking banyaknya buku Aini, setiap jengkal di rumahnya selalu ada ruang untuk buku. Kertas-kertas yang dipotong rapi itu bahkan ada di dalam daftar perlengkapan harian Aini selain kosmetik. Seakan-akan buku-buku itu selalu menjadi perhiasan Aini.

Buku yang ada di atas kasur di malam hari, tiba-tiba saja bisa berpindah diatas meja makan esok paginya. Aini sendiri hampir setiap seminggu sekali selalu belanja buku. Tak ayal rumahnya semakin sesak dengan pertambahan aneka buku.

Suatu waktu Ibu Aini datang menjenguk anaknya semata wayang itu. Beberapa buku sengaja disimpan dalam tasnya. Diam-diam Ibu Aini membawanya pulang. Tak berselang lama, Aini menelepon kembali Ibunya yang sudah pulang. Aini menanyakan beberapa bukunya yang hilang.

Ibunya pun tersadar, mungkin buku-buku itu diperoleh Aini dengan berbagai perjuangan dan pengorbanan. Aini sendiri tak pernah menggunakan perhiasan sebagaimana perempuan umumnya. Ia lebih memilih membelikan buku ketimbang membeli perhiasan.

Maka, ibunya pun mengaku dengan lugunya bahwa buku Aini sengaja dibawa pulang, untuk menghibur hati Aini ibunya beralasan ingin membaca buku-buku itu. Aini pun merelakannya dan akan mengambilnya saat mudik.

Hari raya pun tiba, Aini mudik ke rumah Ibunya. Selain sudah merencanakan akan membawa balik buku yang pernah diambil ibunya, Aini juga membawa oleh-oleh buku. Katanya akan dibaca selama mudik. Buku-buku itu pun akan dibawa lagi jika libur hari raya usai. 

Bahkan di bagasi mobilnya sudah disiapkan semacam kotak kontainer khusus yang dapat diisi buku. Jika tak muat, Aini biasa menyelipkan buku itu di saku belakang jok, atau diletakkan di atas dashboard yang sengaja telah dipasang keranjang mini.

Kebiasaan membeli dan membaca buku bagi Aini ini sudah berlangsung lama, sejak Ayahnya belum meninggal. Tepatnya sejak SMP. Buku yang Aini beli diperoleh dari sisa uang saku pemberian ayahnya. 

Maka jika saat ini Aini mendapat uang saku untuk perjalanan dinas ke luar kota, maka hati Aini seperti gurun yang disiram hujan seribu bulan. Ia sangat bahagia jika dalam kota yang disinggahinya itu bisa menyempatkan membeli buku, lalu menghabiskan waktu berlama-lama dalam kamar hotel untuk membaca buku.

Setiap bulan pula Aini mentransfer uang belanja kepada ibunya. Setelah transfer Aini akan menelepon ibunya.
"Bu uang belanja bulan ini barusan Aini transfer, coba cek di rekening, sekalian ini tadi Aini juga lagi nyari promo buku di aplikasi online" papar Aini di ujung ponsel. 

Ibunya sudah paham, tak akan ada pertanyaan lanjutan tentang buku apa yang dibeli, sebab begitu pertanyaan itu terlontar pasti Aini akan beralasan.
"Sudah lama saya mengincar buku ini bu, nggak semua toko buku menjualnya."

Biasanya setelah transfer uang belanja seperti itu, Aini langsung masuk kamar dan bercinta dengan bukunya. Hanya keperluan ibadah dan buang hajat saja yang menyela keakrabannya dengan buku. 

Saat sarapan, makan siang, maupun makan malam selalu ada menu buku di samping piring. Tubuhnya tidak terlalu gemuk, sebab ia sering nyemil dibanding menghabiskan nasi sepiring.

Begitu cintanya dengan buku, Aini tak menggubris berapa sisa gaji yang ia terima. Bahkan saat mendapat bea siswa melanjutkan studi doktoral Aini seringkali kelimpungan melunasi uang kontrakan, sebab uang itu telah tergerus untuk belanja buku duluan. 

Sampai ia menyabet gelar doktor, gajinya tak banyak berubah porsi untuk belanja. Hampir 25% ia gunakan untuk belanja buku. 25% lainnya untuk keperluan hidup sedangkan ibunya dijatah 50% dari gajinya. 

Begitu kontrakan habis dan gelar doktor sudah tersemat, Aini boyongan pulang ke kotanya. Sekali lagi yang dibawa adalah sekardus pakaian dan berkardus-kardus buku. Buku-buku Aini menyita setengah pick up sendiri.

Jika suatu bulan tertentu uangnya menipis, maka ia punya cara lain membeli buku, yaitu mengunjungi pasar buku bekas atau loak buku. Disana ia bisa memilih buku sepuasnya. Lalu menimbangnya dan menebus beberapa buku dengan sisa uang yang ada. 

Lumayan pikirnya, daripada beli buku baru hanya dapat satu. Aini juga sadar, membeli buku tak sekedar membacanya, tapi ia juga tak mau membeli buku bajakan. Ia sadar membeli buku bajakan sama saja menikam penulisnya sampai berdarah-darah.

Sekarang Aini sudah menginjak usia 40 tahun. Ibunya sudah seringkali menasehati untuk segera berumah tangga. Ibunya mengenalkan seorang lelaki kepada Aini. Ia anak dari sahabat ayah Aini yang baru saja pensiun dan ingin menimang cucu.

Kalau bukan alasan anak sahabat ayahnya, mungkin Aini akan menampik jodoh "pilihan" ibunya itu. Sebab semakin mengenali lelaki itu Aini yakin bahwa calon suaminya tak akan mengganggu kegiatannya sekaligus kesenangannnya dengan buku. 

Nama lelaki itu Hendrawan, ia seorang pemilik penerbitan buku di pinggiran kota. Aini banyak mendengar berbagai cerita penerbitan buku dari Hendrawan. Baik Aini maupun Hendrawan keduanya hidup tergantung dengan buku. Sepertinya saling melengkapi.

Maka, tibalah hari pernikahan Aini dengan Hendrawan. Sebuah resepsi pernikahan dihelat dengan nuansa sederhana. Semua tamu memperoleh cindera mata buku. Tema resepsi pernikahan juga unik, Aini memilih desain perpustakaan sebagai konsep pernikahannya. 

Tamu-tamu boleh menikmati makan minum sepuasnya disamping rak-rak buku. Setiap tamu boleh duduk-duduk membaca dan menikmati hidangan. Berfoto dengan mempelai pengantin sambil membawa buku. Sebuah resepsi pernikahan yang membahagiakan Aini.

Resepsi pernikahan yang telah usai itu melahirkan sebuah keluarga kecil yang selalu berdeketan dengan buku. Rumah yang sudah direnovasi pun tak lagi mampu menampung aneka buku. 

Aini memutuskan untuk membeli tanah dan membangun sebuah perpustakaan di dekat rumahnya. Pembangunan perpustakaan yang bertahap itu pun hampir rampung.

Aini bimbang, apakah ia segera menyelesaikan pembangunan perpustakaan, atau menyisihkan biaya persalinan untuk jabang bayi di rahimnya. Suaminya menyarankan untuk jabang bayi saja. 

Mendengar saran seperti itu Aini hanya mengangguk setuju, namun jujur di lubuk hatinya ia memikirkan perpustakaannya. Berhari-hari Aini tak nyaman memikirkan perpustakaan yang belum kelar. Ia tetap ingin perpustakaan itu selesai bersamaan dengan kelahiran anaknya. 

Sebuah mimpi yang menjadi perhatian suami. Sehingga Hendrawan berjibaku mengumpulkan pundi-pundi. Ia terus menambah proyek sampai keluar kota. Bekerja keras memenuhi mimpi istrinya. Kerja keras menjemput rejeki.

Menjelang usia kandungan 7 bulan, Hendrawan mengalami kecelakaan di luar kota dan meninggal di lokasi kejadian. Aini terpuruk dalam kesedihan. Kondisi ini menyebabkan jabang bayi yang dikandungnya terlahir prematur. Pihak rumah sakit sudah berupaya mempertahankan hidup bayi. 

Namun, Tuhan punya rencana lain. Bayi itupun menyusul ayahnya selisih seminggu di kuburan. Berbulan-bulan lamanya Aini dirundung kesedihan. Tubuhnya kurus tak terurus. 

Orang-orang yang dicintainya meninggal dalam waktu hampir bersamaan. Sementara perpustakaannya belum juga rampung. Aini hidup sendiri lagi. Buku-buku yang memenuhi rumahnya seakan menjadi jodohnya hingga akhir hayat.


MALANG, 22 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun