Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menulislah untuk Pembaca

13 Agustus 2020   15:24 Diperbarui: 13 Agustus 2020   22:24 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://qph.fs.quoracdn.net/

Menjadi penulis memang bukan pilihanku. Aku hanya terjebak dan hanyut dalam bacaan yang selama ini telah kutanam dalam pikiranku. Aku mengasup bacaan sedemikian banyaknya. Entah kapan aku mulai menyukai membaca lalu gaya-gayaan menuangkan kembali apa yang saya baca ke dalam tulisan. Apakah saat menjadi jurnalis sebuah buletin himpunan mahasiswa program studi ataukah malah sebelumnya, yaitu saat aku jatuh cinta dengan Nining, pacar sekelasku di SMA.

Memang aku tak paham kapan mulai suka menulis. Tapi kata Nining, tulisanku sangat bagus. Saat itu ada secuil keraguan atas pujian yang dilontarkan Nining. Mungkin saat itu ia menyenangkan hatiku atau sebaliknya memang benar adanya. Nyatanya setelah memuji tulisanku itu, Nining malah terpikat dengan temanku yang sekarang menjadi anggota parlemen.

Agak limbung juga aku melupakan Nining, untunglah dengan menulis aku menjadi terhibur. Kupikir benar juga keputusan Nining untuk tidak memihak pada asmaraku. Sebab apa yang bisa kuberikan pada Nining jika mengurus diri sendiri saja saat itu tak menentu.  Apalagi menjadi penulis pemula bukanlah harapan sorang perempuan sebagai pendamping hidup, termasuk Nining. Kukira begitu adanya.

Tapi sekarang, setelah dua puluh tahun kutekuni profesi menulis, rasanya aku pantas berbangga diri. Sebab tak hanya menjadi penulis, aku pun memiliki sebuah usaha penerbitan buku yang sekaligus memiliki mesin-mesin percetakan. Jadi tak hanya melayani cetak buletin, majalah serta buku saja. Aku juga bisa melayani kebutuhan dalam hal cetak undangan pernikahan, cetak kalender, kartu nama, kop surat serta kebutuhan jasa periklanan. Lumayankan?

Semua berawal dari kegigihanku dalam menulis. Serta pesan Nining usai merayakan kelulusan SMA, "Kudo'akan  semoga kamu menjadi penulis hebat dan aku bisa memperoleh bukumu lengkap dengan tanda tanganmu."

Jujur, sebenarnya saat itu aku sedikit berontak, dalam hatiku berkata, "Bukankah jika kau menjadi istriku akan mudah mendapatkan bukuku? Apalagi tanda tanganku, atau kau masih ragu bahwa aku akan menjadi penulis besar?"

                                              ---- ****** ---

"Jika besok kau masih menulis tentang tokoh panutan kami, maka jangan salahkan kami jika berbuat yang lebih keras lagi" sebuah ancaman keluar dari mulut seseorang yang pagi ini menggeruduk kantorku.

Entah bahasa mana yang membuat mereka tersinggung. Sebagai penulis, aku hanya membuat tulisan politik yang masif. Tulisan yang bisa saja serba kebetulan atau memang benar adanya. Bukankah strategi dalam politik selalu berubah-ubah? Lalu dimana letak kesalahanku jika aku harus memihak salah satu kelompok yang terlibat dalam friksi politik? Tak ada kawan dalam politik bukan? Tapi, ya sudahlah, mereka sering menyalahkanku, mengeroyok dan mengancam setiap kali tulisanku dimuat di koran atau media lainnya.

Mungkin mereka tak memahami bahwa sejak negara ini ada, penulis selalu menerima curahan peristiwa dari berbagai sumber. Bahkan banyak penulis yang mampu memanipulasi apapun untuk berbagai kepentingan. Misalnya menulis seorang tokoh publik yang selalu membohongi diri sendiri agar nampak kebaikannya. Lalu menjadi panutan, menjadi idola dan akhirnya memiliki jabatan politik.

Kusadari mungkin tulisanku mulai terpengaruh oleh kelompok yang kebetulan kuikuti dan berseberangan dengan kelompok lainnya. Namun setiap kali aku keluar dari frame yang kuanggap tidak sesuai itu, hatiku selalu diketuk-ketuk untuk kembali. Misalnya aku pernah menulis tentang pengeroyokan kelompok tertentu pada sebuah penyelenggaraan adat budaya daerah. Saat itu ingin kubelokkan tentang pengeroyokan sebuah kelompok yang merasa terganggu dengan sebuah kegiatan tertentu. Tapi, aku tak sanggup. Aku tulis apa adanya. Memang realitanya begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun