"Sudahlah, jangan terus-terusan menulis, jaga tubuhmu, mungkin juga laptopmu sudah panas" saran ibu kepada Rina pada suatu malam. Memang sudah seminggu ini Rina getol menulis. Apalagi laptop baru yang ia miliki adalah anugrah dari hasil menulis. Kasihan ibunya yang sakit-sakitan malah jarang mendapat perhatian Rina. Ibunya justru sering mengingatkan Rina untuk menjaga kesehatan diri.
"Kurang sedikit bu, habis ini Rina juga istirahat" Rina mencoba menentramkan.
"Pokoknya ibu nggak mau kamu jatuh sakit gara-gara menulis....uhuk, uhuk, uhuk" pungkas ibu diselingi batuk.
Jam dinding terus berdetak, jarumnya menyundul angka 11 malam. Sudah sangat larut bagi Rina jarang begadang. Ia terus menekan papan ketik di laptopnya secara intensif. Gemertak suara papan ketik kadang berhenti, lalu berlanjut lagi. Demikian seterusnya.Â
Mungkin karena Rina tidak serta merta menggubris saran ibu, maka ibunya memilih untuk menahan kantuk di kamar. Sebuah bantal putih bersandar di besi penahan ranjang. Rambut putih ibu yang diterangi lampu redup seperti ikut mengerami waktu.
"Huft, akhirnya selesai juga. Habis ini kirim ke e-mail, dan taraa....selesai sudah"Â gumam Rina mengakhiri malam sunyi itu. Laptop dimatikan, tubuhnya direbahkan diantara beberapa lembar kertas yang berisi coretan-coretan.
SEMINGGU KEMUDIAN
Azan subuh menggema, seperti subuh sebelumnya, Rina masih mendengkur halus. Matanya tertutup pertanda lelap yang sangat. Melihat putri satu-satunya masih rebah diatas ranjang, sang ibu menitikkan air mata.Â
Mengapa akhir-akhir ini Rina berubah? mengapa ia tak bangun pagi, sembahyang lalu membantu memasak?. Segala tanya dalam hati bergaung di benak ibu. Hal itu mendorong ibunya mendekati tubuh anaknya yang masih tertidur. Sang ibu memungut salah satu lembar kertas. Membacanya tulisan tangan Rina dengan seksama.
Rupanya cerita-cerita karangan Rina di tulis dulu di secarik kertas sebelum akhirnya diketik di laptop. Lalu mengapa jika hanya menulis cerita demikian harus begadang? sehingga paginya melewati waktu sembahyang?.Â
"Rina, bangun nak. Sudah pagi. Ayo bangun" sang ibu mencoba membangunkan Rina. Dengan mata yang masih lekat, Rina berusaha bangun. Meski terasa berat, ia berjalan menuju kamar mandi, wudhu lalu sembahyang.
Sang ibu kembali ke kamar untuk mengaji. Sedangkan Rina mulai membuka laptopnya. Suara papan ketik silih berganti dengan detak jam dinding. Sunyi di pagi itu memaksa Rina terus mengetik dan mengetik hingga siang.
"Rin, terima kasih, hari ini aku ada undangan bedah buku. Lihat rekeningmu ya" sebuah pesan WA masuk ke handphone Rina. Usai membaca pesan itu wajah Rina mendadak sumringah (gembira). Rina segera membuka aplikasi M-banking, dan nampak ada dana masuk ke rekeningnya. "Alhamdulillah, kalau gini caranya bisa kaya aku" gumamnya seraya cekikikan.
Beberapa menit kemudian sebuah pesan WA masuk lagi ke handphone Rina. "Gimana Rin, udah deadline nih?". Mata Rina sekejap berbinar. Jemarinya cekatan membalas pesan WA itu. Lalu kembali ke rutinitas semula, yaitu menulis melalui laptopnya. Mulai pagi hingga siang. Lalu disambung lagi siang sampai sore dan kali ini, dari sore hingga malam.Â
Entah berapa kali ibunya keluar masuk kamar Rina hanya untuk mengingatkan istirahat. Rina terus menjawab singkat dan melanjutkan lagi bergumul dengan laptop-nya. "Rin, sudah jam 12 malam, ibu capek mengingatkanmu terus"Â saran ibunya. "Ya bu, ini sudah selesai, ibu ke kamar saja, habis ini Rina tidur"Â timpal Rina tanpa menoleh ke arah ibunya.
Sang ibu pun kembali ke kamar. Suara batuknya mendera diantara suara papan ketik dan jam dinding. Sementara Rina masih menggebu bergulat dengan tulisan di laptop-nya.Â
Jam 3 dinihari suara batuk sudah sepi. Detak jam dinding bersuara lemah. Tak terdengar pula suara papan ketik laptop. Justru suara handphone Rina yang terus menyalak. Sampai subuh memanggil handphone itu terus berbunyi, berhenti sejenak lalu berbunyi lagi begitu seterusnya.
RINA DAN IBUNYA DIMUAT DALAM BERITAÂ Â
Tetangga Rina mulai belanja sayuran. Jika tidak pagi-pagi sekali takut kehabisan. Ibu-ibu nampak mulai berjubel di kios sayur milik Pak Haji. Mereka saling bertanya mengapa akhir-akhir ini bu Yayuk ibunya Rina jarang belanja sayur. Biasanya meskipun kondisi sakit bu Yayuk tetap belanja sayur usai sembahyang subuh. "Kemana ya bu, apa sakit?" tanya Pak Haji pada bu Tutik tetangga sebelah rumah bu Yayuk.
"Entahlah Pak Haji, tapi setiap malam, saya lihat kamar Rina selalu menyala, kadang terdengar suara batuknya bu Yayuk. Mungkin dijenguk saja apa gimana ya?" ajak bu Tutik.Â
"Nah itu bu, coba nanti bu Tutik mampir ke rumah bu Yayuk, semoga sehat-sehat saja"Â timpal Pak Haji.
Saat pulang dari belanja sayur, bu Tutik menyempatkan diri mampir ke rumah bu Yayuk. Meskipun matahari sudah menerobos kamar Rina, tapi nampak sinar lampu kamar belum dimatikan. Kamar Rina memang di depan, berdampingan dengan ruang tamu. "Bu, Bu Yayuk, Assalamualaikum. Bu Yayuk? Assalamualaikum Bu?"Â suara bu Tutik di depan pintu rumah Bu Yayuk. Tok...tok...tok...tok...tok.
Tak ada yang menyahut. Bu Tutik penasaran. Mengintiplah Ia di jendela kamar Rina. Nampak lampu kamar masih menyala. Sebuah laptop juga masih menyala. Tapi Rina justru terbaring diatas ranjang. Diketuknya kaca jendela berulangkali. Tak ada sahutan. Tak ada jawaban. Rina tetap tak berubah posisinya. Bu Yayuk juga tak terdengar suara maupun batuknya.
Perasaan Bu Tutik mulai tidak enak terhadap tetangganya ini. "Rin, Rina.....bangun Rin. Bu Yayuk saya Tutik Bu, Assalamualaikum."Â Karena tak ada sahutan, maka bu Tutik kembali ke kios sayur Pak Haji. Disana masih ada beberapa kerumunan ibu-ibu yang belanja sayur.Â
Maka, sontak pagi itu lingkungan rumah Rina gempar. Sebab, setelah di jebol pintunya didapati Rina sudah kaku di atas ranjang. Sementara ibunya tertelungkup di atas sajadah dengan mukena yang masih membalut tubuhnya. Keduanya mati. Diperkirakan sebelum subuh tadi. Sebab bu Yayuk rajin sembahyang malam.
Polisi, ambulance, wartawan dan tetangga tumplek blek di rumah bu Yayuk. Mereka ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya. Polisi sibuk memasang garis polisi. Wartawan sibuk mewancarai saksi serta mengambil gambar dari berbagai sudut. Tetangga saling berbisik kasak-kusuk. Sementara mobil ambulance mulai membuka pintu belakang. Dua mobil ambulance membawa jenazah Bu Yayuk dan Rina guna diautopsi di Rumah Sakit.
Menurut keterangan Polisi, bu Yayuk meninggal karena gagal nafas. Diperkirakan infeksi paru-paru yang sudah menahun akibat perokok pasif dari bapak Rina yang meninggal tahun lalu akibat infeksi paru-paru pula. Bapak Rina adalah penulis cerita berbahasa Jawa yang sering dimuat di majalah khusus berbahasa Jawa.
Sedangkan Rina sendiri, meninggal karena dehidrasi dan kelelahan yang sangat berat. Hasil olah TKP dan didukung dengan bukti pesan WA yang masuk ke handphone, diperkirakan Rina berperan sebagai ghost writer yang melayani penulis abal-abal untuk dapat diakui sebagai penulis sejati dengan karya yang bagus dan mendatangkan untung.
Seorang pengguna jasa Rina, sekaligus pemberi laptop dan penyuplai dana kebutuhan hidup sehari-hari untuk Rina ditangkap di tempat terpisah usai menutup kegiatan bedah buku di suatu aula toko buku.Â
Kementerian serta Yayasan yang telah memberi anugerah sastrawan kepada penulis tadi bahkan tidak menyangka jika selama ini ada ghost writer dibalik kesuksesan penulis kondang itu. Ironinya ghost writer itu harus meregang nyawa saat pengguna jasa usai manggung. Panggilan dan pesan masuk ke handphone menjadi alat bukti.Â
Maka, Rina dan Ibunya menghiasi media berita, sekaligus beberapa penulis abal-abal yang selama ini menggunakan jasa ghost writer. Saat ini, Rina bukan hanya menjadi ghost writer, tapi kini Ia benar-benar menghantui beberapa penulis abal-abal yang terlanjur terkenal. Para penulis abal-abal itu hanya menunggu waktu ditangkap satu-persatu karena telah menggunakan jasa penulis hantu yang menghantui.
SINGOSARI, 21 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H