Selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa dalam kehidupan. Begitu pula dengan urusan jodoh. Sebab kita tak tahu siapa jodoh kita sebenarnya. Meskipun terkadang kita jumpai ada orang yang akhirnya tak menikah alias melajang selama hidup hingga akhir hayatnya.Â
Tuhan memiliki berbagai rencana serta pilihan-pilihan terbaik untuk manusia. Waktu dan tempat serta kisah seringkali baru kita pahami setelah terjadi. Begitulah Tuhan menuntun kita untuk terus ikhtiar dan berdo'a, jangan putus asa apalagi menyesali yang sudah terjadi.
Kelihatannya mudah ya? apapun yang terlihat memang mudah. Semudah hasil sebuah proses panjang. Orang hanya tahu hasilnya, tidak  tahu bagaimana prosesnya. Orang juga selalu memandang apa yang kita raih dari penglihatannya saja.
Orang Jawa bilang "urip kui katon sawang sinawang"Â (hidup itu nampak luarnya saja). Artinya apa yang nampak pada orang lain yang menurut kita bagus, belum tentu bagus bagi orang lain.Â
Kita seringkali berangan-angan "Pantesan, lha wong rumahnya luas dan mewah, pastinya enak dan kerasan tinggal di rumah saja, apalagi musim pandemi covid-19 seperti kali ini". Mungkin kita merasakan rumah kita terlalu sempit atau tidak semewah rumah orang lain, padahal diluar sana banyak orang yang memimpikan punya rumah, walau kecil.
Kalau menuruti kata hati, tak akan ada habisnya. Punya rumah kecil, ingin punya lagi yang lebih luas. Sudah punya rumah luas, masih kurang luas lagi, begitu seterusnya. Itu masih satu contoh, yaitu rumah.Â
Belum lagi keinginan kendaraan, handphone, baju, tas, sepatu sampai dengan pasangan hidup. Sepertinya kita sering lupa bersyukur, bahwa apa yang kita miliki sebenarnya paling baik. Kita sering menimang berbagai pilihan terbaik dan selalu memikirkan bagaimana meraihnya. Lalu? ya, lalu apakah saat ini kau juga mulai berfikir bahwa jodohmu masih kurang bagus pula? jika demikian, sebaiknya ikuti cerita Arini berikut ini.
Arini, seorang alumni ilmu sosial sebuah PTN di Kota Malang. Aslinya dari Kota Blitar, sekitar 88 km arah selatan Kota Malang. Mulai kuliah di Kota Malang sejak empat tahun lalu, akhir tahun 2018 lalu telah mengikuti wisuda dan selanjutnya menunggu ijazah keluar.Â
Selama menunggu ijazah keluar, Arini rajin mengirimkan berbagai lamaran pekerjaan. Baginya, semua harus dicoba, meskipun tidak sesuai dengan jurusan selama kuliah. Zaman sekarang harus berani mencoba pekerjaan apapun, jangan idealis harus sesuai jurusan kuliah, sebab kuliah tidak menyamakan keilmuan dengan kebutuhan pasar kerja.Â
Ah, tak perlu diungkit cerita-cerita sarjana nganggur. Toh kita selalu rajin membandingkan kondisi kita dengan negara lain yang terlihat baik-baik saja. Sepertinya tak ada sarjana nganggur.Â
Nampaknya lulusan perguruan tinggi luar negeri juga dihargai lebih tinggi, serta berbagai asumsi, anggapan, persepsi sampai berita-berita palsu ikut menghiasi. Sekali lagi kita sering melihat yang nampak saja.
Begitu pula dengan Bu Sriatun, seorang ibu yang kini menjanda dan telah memasuki usia 65 tahun. Bu Sriatun melihat Arini sebagai calon menantu untuk anaknya yang kini baru saja lulus dari Akademi Kepolisian. Apalagi Bu Sriatun juga mengenal baik Bu Wiwik sebagai ibunya Arini.Â
Kedua janda tersebut dipertemukan dalam asrama kepolisian sekitar 25 tahun yang lalu, semasa suami mereka masih berdinas di Kepolisian. Apakah Bu Wiwik menginginkan mantu seorang Polisi sebagaimana almarhum suaminya? Kau pasti bisa menebak bagaimana figur yang diinginkan bagi "calon suami" Arini. Kau menjawab "setuju punya mantu Polisi?"
Baiklah. Arini tidak mau punya suami seorang polisi. Bu Wiwik tentu seringkali menanyakan alasannya. Begitu pula pada akhirnya Bu Wiwik menyerahkan sepenuhnya kepada Arini, seperti apa pilihannya. "Aku itu bu, yang penting dia sudah bekerja, tapi tidak untuk Polisi" demikian jawaban Arini saat ibunya bertanya kembali soal jodoh.Â
Setiap kali pulang lebaran, dua kakak Arini, yaitu Mas Yudha dan Mbak Siska sudah menggendong anak. Kedua kakanya tinggal diluar Kota Blitar. Mas Yudha di Surabaya, sedangkan Mbak Siska di Solo. Maka, pantaslah jika selama ini Arini terlihat sendirian perlu ditanyai perihal jodoh.
"Apa kamu mau saya kenalkan dengan teman mas?" tawar Mas Yudha saat lebaran tahun kemarin. Saat itu Arini menerima tawaran. Namun entah mengapa Arini memutuskan. Begitu pula dengan kenalan-kenalan dari kakak ipar, semuanya kandas. Tak ada yang masuk dalam pilihan Arini.Â
Hal ini membuat Bu Wiwik terbebani pikiran. "Rin, usahakan ibu bisa melihat mantu dan anakmu, ibu semakin tua" sebuah permintaan berat bagi Arini yang belum menentukan siapa pasangan hidupnya. Apalagi permintaan ini datang dari ibunya yang semakin renta.
SETAHUN BERIKUTNYA
"Bu Arini diterima sebagai pegawai honorer di Dinas Perhubungan, lumayan untuk pengalaman, ibu setuju nggak?"Â kabar Arini melalui handphone kepada ibunya. Sementara di ujung telepon, sang ibu menitikkan air mata. Ia bersyukur anak bungsunya telah bekerja, tapi dari hati yang terdalam, sebenarnya sang ibu berharap Arini segera mendapatkan pendamping hidup.Â
Bukan tergesa-gesa, tapi mendengar suara handphone saja sudah tidak jelas, apalagi membaca pesan SMSÂ atau Whatsapp, sangat kabur. Ia sadar betul, usia semakin senja.
BULAN KEEMPAT TAHUN 2020
Kondisi Kota Malang sedang dirundung pandemi covid-19, sama seperti kota lainnya di Jawa Timur. Perlu tindakan dan kebijakan dari pemerintah dalam mengendalikan penyebaran virus covid-19, salah satunya ancang-ancang untuk penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Arini terlibat dalam pembahasan kebijakan PSBB. Meskipun ia pegawai honorer, tapi nantinya jika PSBB diterapkan tak ayal dirinya akan bertugas penuh di lapangan.
Pertemuan-pertemuan serta koordinasi lintas instansi terus digelar. Membahas usulan PSBB di Kota Malang hingga mendapat persetujuan dari Gubernur dan Menteri Kesehatan. Saat koordinasi itulah Arini bertemu dengan seorang Polisi. Hatinya sedikit bimbang, antara menerima sebagai teman ataukah sebagai pacar.Â
Beberapa kali menjalin hubungan asmara selalu gagal, kali ini Arini seperti larut dalam tawaran yang nampak di depan mata. Ia merasa gelisah. Ia mulai ditangkup kerinduan. Ia mulai merasa nyaman ketika sekedar ngobrol. "Apa aku jatuh cinta kepada Herman?" gumam Arini lirih saat rebahan di kamar kost.
BULAN KELIMA TAHUN 2020
"Maaf Bu Sriatun, sepertinya Arini sudah menemukan pasangan hidupnya, ia seorang Bintara Polisi di Kota Malang"Â balas Bu Wiwik di ujung telepon saat Bu Sriatun kembali menanyakan Arini.
"Loh, anak saya sudah perwira lo Bu Wiwik, Inspektur Dua Polisi, coba jenengan pikir dulu, sebentar lagi dia Inspektur Polisi Satu, mirip almarhum Mas Gunawan, Arini pasti bisa berpikir bu, coba bagus mana Perwira dengan Bintara?" sengit Bu Sriatun.
"Ya bu, Arini sudah dewasa dan saya serahkan semuanya pada pilihan Arini, saya juga kaget mengapa tiba-tiba menerima pacar Polisi" balas Bu Wiwik.
"Lha memangnya kenapa bu? apakah menderita? bukankah Mas Gunawan dulu pensiunan perwira Polisi? selidik Bu Sriatun.
"Bukan begitu, ternyata Arini mengikuti jejakku, menjadi seorang istri bintara Polisi" papar Bu Wiwik.
"Nah, sudah tahu begitu mengapa disetujui? kan enak punya mantu perwira Polisi?" kejar Bu Sriatun.
"Kata Arini urip iku sawang sinawang bu" pungkas Bu Wiwik sekaligus terdengar suara "Tuuut.....tuuuut......tuuuut"
"Wong kok ngeyel ae (orang kok ngeyel aja)" gerutu Bu Sriatun seraya menekan tombol merah handphone.
SINGOSARI, 28 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H