Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Utamakan Isi Dompet Dulu Baru Isi Perut

2 Mei 2020   07:34 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:01 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan jauh-jauh, coba tengok di sekitar kita saja. Misalnya ingin dibuat daftar menu takjil bulanan saja bisa tercukupi. Hari pertama menunya A, hari kedua menunya B, seterusnya sampai tiga puluh hari. Semua menu takjil tercukupi. Tercukupi? ternyata bukan masalah tercukupi, tapi lebih pada bagaimana kita mengendalikan.

Apa yang dikendalikan? sebenarnya banyak, sebab puasa tidak hanya urusan takjil, tidak hanya urusan menahan makan dan minum, tidak hanya membayangkan nikmatnya sajian kuliner. Ada yang harus diperhatikan lebih, yaitu bagaimana tahan terhadap ujian selama puasa. Salah satunya menjaga keseimbangan tubuh antara makanan yang dikonsumsi dengan daya beli.

Daya beli? betul, daya beli. Saya dan mungkin anda pernah mengalami malas membuat makanan sendiri alias memasak sendiri. Entah itu melalui istri atau asisten rumah tangga. Akhirnya pilihan jatuh pada "Baiklah beli saja, toh banyak penjual takjil."

Membeli makanan dan minuman selama puasa - selanjutnya saya sebut saja takjil - mungkin menjadi perilaku yang jamak bagi banyak orang. Meskipun saat ini sedang pandemi virus covid-19, yang namanya membeli takjil bukan suatu halangan yang berarti. Jika malas keluar, orang bisa pesan melalui aplikasi ojek online atau abang ojol.

Lebih-lebih yang semangat keluar, bisa ider dari warung ke warung. Singgah ke kedai satu ke kedai berikutnya. Pilih-pilih jajanan, pilih-pilih yang manis-manis. Katanya berbukalah dengan yang manis. Nah, ujian sudah dimulai.

Alih-alih hanya beli takjil, ternyata bisa lanjut sampai kalap belanja takjil. Lihat roti tawar sepertinya kok pas banget buat roti bakar sendiri. Akhirnya beli satu aja. Beralih ke kios lainnya, wah ada kolak "duda orange" nih. Penasaran, "Apa sih duda orange?" eh ternyata isinya kolak pisang sama potongan labu. Mana dudanya? Ya sudahlah, gagal ujian.

Pulang menjelang buka puasa dan langsung disiapkan semuanya. Begitu azan maghrib tiba langsung dilahap semua. Perut kenyang malah lemah bergerak. Mau ambil sarung buat sembahyang maghrib malah keliru ambil celana. Saat diraba sakunya, "Kok tipis?" ternyata isi dompet sudah berkurang. Ujian berikutnya gagal lagi, "Aduh bagaimana ini, besok harus hemat." Anda percaya?

KALAP BELANJA SUDAH, KALAP MAKAN DAN KALAP ANGGARAN BELUM.

Diatas sudah dibahas kalap belanja. Semua belanja makanan online dituruti, offline pun dilakoni. Semua serba mudah, malas bisa, apalagi tidak malas. Uang ada, tabungan banyak. Pilihan makanan pun tak kalah banyaknya. Klop sudah.

Tapi ingat. Apakah dengan tersedianya uang berarti harus gagal ujian? sayang bukan?
Uang bukan segalanya. Tapi segalanya juga butuh uang. Sekali lagi ini ujian. Jangan obral uang. Bayar sana bayar sini. Ketati pengeluarannya, atur untuk kebutuhan yang paling utama.

Memiliki uang memang manusiawi dan wajar sekali. Sebab uang adalah alat tukar. Bisa ditukar dengan produk maupun jasa. Tentu bisa pula ditukar dengan makanan. Namun, jika uang ditukar dengan makanan, ada dua ujian menanti, yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun