Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eva Yolanda Harusnya Pulang Senyap dan Menyamar

8 April 2020   21:29 Diperbarui: 9 April 2020   12:18 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum meredanya wabah covid-19 di tanah air ternyata tak menyurutkan berbagai peristiwa yang membuat kita miris tentang penerapan social distancing dan physical distancing. Sebelumnya pemerintah sudah menghimbau kepada masyarakat untuk tetap tinggal di rumah guna memutus rantai penyebaran virus corona dan sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Viruses Disease 2019 (Covid-19).

Peraturan pemerintah tersebut telah diberlakukan sejak tanggal 10 April 2020, tentu seyogyanya menjadi perhatian dan pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia yang bahu membahu melawan covid-19. Ada beberapa hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam ketentuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

Masyarakat hendaknya memahami isi dari PSBB terutama bagi daerahnya yang masuk kategori zona dengan jumlah kasus kematian tinggi dan kasus positif covid-19, selama ini disebut zona merah. Salah satu larangan paling utama dalam PSBB adalah berkerumun atau berkelompok dengan banyak orang.

Berita tentang berkerumunnya banyak orang dalam penyambutan kedatangan salah satu peserta LIDA 2020 (Liga Dangdut Indosiar 2020), Eva Yolanda, di Desa Lando Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur pada hari Minggu tanggal 5 April 2020 menjadi sebuah pelajaran berharga bagi siapa saja. Sehingga jangan ada penyesalan dan saling menyalahkan jika ternyata peristiwa tersebut berpotensi meningkatkan jumlah status penderita covid-19 baik OTG, ODP maupun PDP.

Jika benar penyambutan Eva Yolanda salah satu kontestan LIDA 2020 ini dikawal oleh pihak kepolisian, maka sudah barang tentu akan menjadi catatan tersendiri terhadap penerapan PSBB yang didukung pula dengan Instruksi Darurat Sipil oleh Presiden. Apalagi Juaini Taofik sebagai sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Lombok Timur telah menyatakan bahwa kepulangan Eva Yolanda tidak ada perlakuan khusus, diberlakukan sama dengan semua warga Lombok Timur yang datang dari luar daerah.

Masih menurut Juaini Taofik, secara prosedur, kepulangan Eva Yolanda melalui bandara udara Zainuddin Abdul Madjid memang telah diperiksa suhunya, sekitar 36,2 derajat celcius atau normal tanpa gejala lainnya. Selanjutnya masih kata Juaini Taofik, Eva Yolanda segera diantar ke pendopo bupati untuk bertemu dengan Sukiman Azmy, Bupati Lombok Timur.

Jelas, penyambutan ini menjadi sesuatu yang memiliki potensi kerumunan di masyarakat, namun entah bagaimana penyambutan dan kerumunan ini tidak dapat dihindari. Bahkan nampak dalam kerumunan itu masyarakat tidak mengenakan masker. Rendahnya kesadaran masyarakat ini sepertinya tidak diantisipasi oleh pejabat setempat serta perangkat keamanan. 

Permintaan maaf dari Wakil Ketua I Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabuapten Lombok Timur, Letkol. Inf. Agus Prihanto Donny Pamungkas tentang ketidakmampuan mengantisipasi kerumunan sepertinya menjadi pertanda bahwa pejabat dan aparat keamanan harus mempertanggungjawabkan tugasnya sesuai dengan amanat penerapan Darurat Sipil, bahwa siapa yang melanggar ketentuan penerapan PSBB dengan darurat sipil ada sanksi pidana penjara.

Apakah berhenti disitu saja? buntutnya bisa saja panjang, bisa jadi event organiser (EO) yang mengantar kepulangan Eva Yolanda juga bisa dituntut secara hukum. Jadi bukan hanya dari sisi pejabat pemerintah serta aparat keamanan saja. Sebab ini risikonya sangat besar, apalagi covid-19 ini tidak terdeteksi oleh penglihatan. Kita juga tidak mampu membedakan siapa yang sakit menularkan yang sehat atau sebaliknya yang sehat akhirnya harus tertular.

Siapa yang dapat meminta pertanggungjawaban jika ada masalah kerumunan seperti di Lombok Tmur? bagaimana bentuk sanksi yang diterapkan? tentu pemerintah dengan segala perangkatnya memiliki ketentuan itu. Disini bukan membahas bagaimana prosedur hukum atas peristiwa yang terlanjur terjadi itu disikapi oleh pemerintah dengan tegas, namun lebih pada upaya preventif atau pencegahan.

Sudah barang tentu dengan kondisi yang rawan seperti saat ini, semua pihak yang terkait dengan acara tersebut baik yang ada di Jakarta maupun yang ada di Kabupaten Lombok Timur bisa mencari jalan mencegah kerumunan serta potensi yang timbul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun