[caption caption="sumber: voa-islamnews"][/caption]
"Anda harus mampu membaca masalah bangsa ini secara jernih, tidak dengan emosi. Selamat berpikir."
Demikian kutipan kalimat akhir dari satu pesan WA Buya MÃ arif sebelum Pilkada DKI untuk mengajak kita berpikir tentang kasus yang dipaksakan terhadap Ahok.
Tentu hal ini sangat menarik, sampai-sampai beliau harus meminta dan mengajak kita berpikir, kenapa?
Bisa jadi, beliau melihat banyak dari antara kita sudah tidak mau, dan juga tidak lagi bisa berpikir.
Tentu ini akan sangat berbahaya. Ketika kita sudah tidak lagi berpikir, maka sesungguhnya kita telah kehilangan kendali atas diri kita.
Dan bisa saja itu berarti bahwa kita juga telah kehilangan diri kita, atau dengan kata lain: kita sudah tidak ada.
Jika demikian, lalu siapa sebenarnya yang mengendalikan kita? Tentulah mereka-mereka yang berpikir untuk kita. Dan pada akhirnya, merekalah yang memiliki kontrol atas kita. Merekalah sesungguhnya yang mengendalikan kita dengan pikirannya.
Hal itu bisa terjadi karena mereka berpikir, sementara kita tidak.
Sampai level tertentu, bisa jadi hal ini tidak menjadi masalah serius, ketika kepada siapa - kita mempercayakan atau meletakkan pikiran kita - bisa dan jujur saat berpikir untuk kita.
Namun, tidak sedikit pula yang nyata-nyata tidak jujur, bahkan sesat dalam berpikir.