Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Ahok, Berhentilah Menangis!

13 Desember 2016   21:47 Diperbarui: 13 Desember 2016   23:08 2075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : viva.co.id

Entahlah, sulit kutemukan kata-kata untuk melukiskan kegundahan hatiku kala menyaksikan persidangan perdana Ahok hari ini. Ahok tak kuasa menahan tangisnya, dan ia pun terlihat mengusap air mata. Dengan suara bergetar, ia membacakan nota keberatannya atas dakwaan jaksa penuntut umum di gedung PN Jakarta Pusat hari ini.

Mengapa Ahok menangis? Tentu, saya tahu dengan pasti kenapa dia menangis. Namun, belum tentu kau akan kuberitahu kenapa dia menangis. Dan ini bukan soal bisa tidaknya atau boleh tidaknya Ahok menangis. Namun, untuk apa dia menangis? Pun, apa gunanya dia menangis? Supaya aku, kau, dan mereka ikut menangis? Jujur, aku tidak mau ikut-ikutan menangis. Aku sudah berjanji kepada diriku, aku tidak akan menangis. Aku tidak akan pernah menangisi Ahok, sampai kapanpun. Percaya kataku!

Tentu Ahok tidak perlu kita tangisi, dan ia juga tidak perlu tangisan kita. Benar, saya tidak berdusta. Ia tidak membutuhkan tangisan kita. Jikalaupun hari ini ia menangis, ia bukan menagisi diri dan nasibnya. Ia tidak pernah menagisi apa yang sudah terjadi. Jika memang demikian, untuk apa dia menangis? Lalu, apa dan siapa yang dia tangisi?

Seperti induk ayam yang selalu ingin mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, demikianlah sebenarnya Ahok, selalu berupaya sebisa mungkin untuk menudungi warga DKI dari incaran burung elang. Namun sayang, justru banyak dari antara mereka tidak mau. Bahkan, mereka memilih untuk bermain-main dengan kawanan burung elang, yang sesekali terlihat melemparkan cacing sebagai umpan menarik untuk mereka makan.

Itulah alasan sebenarnya kenapa dia menangis. Jika engkau tak percaya, tanya saja dia!

Dan memang, Ahok bukanlah type seorang penakut apalgi pengecut. Ia juga bukan seorang yang suka menghindari resiko. Resiko baginya bukanlah pantangan yang harus dijaga. Bila perlu, ia akan maju menghadapi dan mengambil resiko itu. Itulah tipikal Ahok. Dan memang, jarang ada orang yang seperti dia. Jika ada dua, kita akan bingung dibuatnya, mana yang ori dan mana yang kw.

Kejadian ini ( kasus dugaan penistaan agama) memang telah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa. Tidak ada yang menduga akan berakibat seperti ini, kecuali Buni Yani, yang sudah meramalkannya dengan tepat ketika ia menyimpulkan unggahannya dengan kalimat  nubuatan: " Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini".

Hanya memang belum begitu jelas sampai  saat ini, apakah sesuatu yang kurang baik itu akan terjadi pada Buni Yani atau Ahok. Atau, bisa juga mungkin kepada yang lain. Kita belum bisa menyimpulkannya saat ini, ada baiknya kita tunggu saja.

Kembali ke Ahok!

Entahlah bila warga Jakarta tidak menyadari apa yang sudah dilakukan Ahok untuk mereka. Dan ini bukan semata-mata apa yang sudah mereka dapatkan saat ini. Ini sebenarnya lebih pada soal apa yang kelak akan mereka dapat untuk waktu di depan. Jika hari ini mereka sudah disuguhi dengan aparat birokrasi yang tugasnya melayani, entahlah jika itu masih akan ada nanti jika Ahok sudah pergi. Jika uang mereka saat ini ada yang menjagai dan peduli supaya tidak dikorupsi dan dibagi-bagi, entahlah bila masih akan seperti itu nanti.

Jika hari ini masih ada orang yang masih peduli dengan curahan hati, entahlah bila nanti sosok itu masih ada setiap hari. Dan tentu, ada banyak lagi yang hari ini ada dan ke depan sangat mungkin tidak akan ada lagi. Entahlah, jika warga DKI mengerti hal ini.

Mereka sepertinya begitu terkesima dengan aksi seekor elang muda yang dengan lincahnya terbang kesana-kemari mengumbar janji dan mimpi-mimpi bantuan tunai. Apakah mereka tidak bisa mengenali yang mana induk ayam dan yang mana elang yang semestinya harus mereka dihindari?

Inilah sebenarnya yang membuat Pak Ahok menangis. Bagai induk ayam yang tidak mau kehilangan anak-anaknya, ia tak henti berupaya untuk mengumpulkan mereka di bawah sayapnya. Dengan cara demikian, mereka tidak akan menjadi santapan kawanan elang pemangsa.

Dan betapa susah hatinya ketika anak-anak ayam itu justru lebih tertarik dengan aksi akrobat kawanan elang. Hanya dengan segumpal cacing di mulut dan kakinya, kawanan elang itu terus menggoda dan membujuk anak-anak ayam untuk mempercayai kebaikan hati si elang lalu meninggalkan kepak sayap induknya. Semua ini membuatnya tak kuasa menahan tangis, dan ia pun menangis.

Tentulah engkau sangat tahu apa yang kumaksud. Dan andai tidak, juga tidak apa, teruskanlah perjuanganmu! Sampai kelak, seperti anak-anak ayam tidak lagi bersama-sama dengan induknya, dan baru engkau tahu bahwa sesungguhnya mereka telah kehilangan induknya.

Ah... dari tadi kebanyakan bicara tentang ayam dan induknya. Padahal, aku sebenarnya mau mengatakan sesuatu kepada Pak Ahok. Sudahlah Pak Ahok, berhentilah menangis! Tidak ada gunanya engkau menangis. Simpanlah air matamu itu dan jangan tumpahkan lagi. Aku pun tak mau ikut-ikutan menangis. Buat apa aku menangis? 

Andai tangis bisa membereskan masalah ini, tidak apa aku pun kan ikut menangis. Namun tentu bukan seperti itu. Justru aku pikir, baiklah jika Pak Ahok tertawa saja, toh semua  ini juga sebenarnya demi mereka. Biarlah mereka yang menangis, entah itu sekarang ataupun nanti.

Syukur jika mereka mau menyadari apa yang sesungguhnya terjadi lalu menangis. Jika tidak, biarkan saja  mereka tertawa ketika melihatmu menangis hari ini. Biarkan dan lupakan saja! Satu ketika nanti, mereka pasti akan menangis, dan semuanya sudah terlambat. Dan engkau sudah tidak lagi di sana, di Balai Kota untuk menghapus air mata mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun